Chereads / Anti Romantic / Chapter 28 - 28. Sebuah Janji Ryshaka

Chapter 28 - 28. Sebuah Janji Ryshaka

Aletha menggosok keningnya keras-keras, ia merasa sangat pening.

Sejauh yang ia ingat, dirinya hanya meninggalkan Dashi barang sejenak saja, namun sekembali dirinya ke tempat semula, kawannya tersebut sudah terlihat mabuk berat dengan kepala yang ia sandarkan pada meja tinggi depan bartender.

"Kemana perginya Axelsen? Kenapa lelaki itu malah menghilang?" Batin Aletha bertanya-tanya.

Lalu apa bedanya jika dirinya ada di tempat ini, Aletha?

Apakah akan membawa pengaruh lain bagi Dashi?

Sebuah pemikiran lain menyeruak dalam benak Aletha.

Setidaknya seorang kawan tidak akan membiarkan kawan lainnya dengan kondisi buruk seperti ini.

"Kau pasti teman Dashi yang tadi, 'kan?" Tanya seorang bartender yang Aletha ingat bernama Tyga.

Kepala Aletha mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Maafkan aku tidak bisa menjaga Dashi, tapi malam ini pengunjung begitu ramai hingga aku tidak bisa mencegahnya untuk minum sampai sebanyak itu." Ucap Tyga sarat akan nada penyesalan.

"Tak apa, Tyga. Bukan sepenuhnya kesalahanmu. Bagaimanapun juga kau punya kewajiban lain." Ucap Aletha berusaha memaklumi kelalaian Tyga yang membuat Dashi mabuk berat seperti ini.

"Sekali lagi maafkan aku." Ucap Tyga singkat sebelum perhatiannya teralih pada sosok pria yang memanggilnya, mungkin untuk memesan minuman atau apapun itu.

Aletha mendudukkan pantatnya pada kursi di sebelah Dashi.

"Lalu bagaimana kita pulangnya Dashi?" Keluh Aletha karena dirinya memang tak bisa mengendarai kendaraan bentuk apapun.

Sepertinya ia harus menitipkan mobil di Club malam ini saja lalu ia dan Dashi memesan taksi untuk mengantarkan keduanya pulang.

"Benar sekali. Lebih baik seperti itu!" Ucap Aletha pada dirinya sendiri.

Aletha mendekatkan tubuhnya pada Dashi dan siap untuk memapah tubuh sahabatnya tersebut.

"Uh..."

Aletha menghela napas kasar karena tubuhnya tak mampu untuk menyangga bobot tubuh Dashi dan menyebabkan dirinya berdua limbung.

Mau tak mau Aletha mendudukkan dirinya kembali ke tempatnya semula.

Sebelah tangan Aletha menyangga kepalanya sendiri serta pandangan yang ia arahkan lurus ke arah Dashi.

"Jika saja kau bukan sahabatku yang selalu mendengar semua keluh kesahku tanpa adanya penolakan maupun penghakiman, aku pasti akan langsung meninggalkan dirimu di sarang penyamun ini." Keluh Aletha panjang lebar.

Dashi sepertinya mendengar keluh kesah Aletha terhadap dirinya hingga membuat senyum Dashi tersungging serta racauan yang tak dapat Aletha tangkap apa maksudnya.

"Kenapa kau malah meracau, Dashi! Cepat sadarlah!" Sebelah tangan Aletha memukul pelan lengan Dashi.

Aletha menelungkupkan wajahnya di meja dan menyembunyikan wajahnya disana sembari menunggu siapapun orang di luar sana yang dengan baik hatinya mengantarkan ia dan Dashi pulang.

Aletha menegakkan tubuhnya kembali saat merasakan tepukan pelan di bahunya. Sontak saja Aletha menegakkan tubuhnya kembali dan langsung menoleh ke arah belakangnya.

"Kau masih di sini, Aletha?" Tanya seseorang yang ia kenal benar.

"Seperti yang anda lihat!" Sahut Aletha singkat.

"Tapi ini sudah terlalu larut untuk ukuran seorang wanita untuk berkeliaran." Jawab Ryshaka seraya mengerutkan kedua alisnya karena tak suka melihat Aletha masih berada di tempat ini.

Aletha spontan langsung meraih ponselnya yang melihat sekarang sudah pukul berapa.

"Masih pukul sebelas lewat." Ucap Aletha sembari memperlihatkan layar ponselnya ke arah Ryshaka.

"Masih?" Ucap Ryshaka membeo.

Kepala Aletha mengangguk singkat membenarkan perkataan Ryshaka.

"Apa kau memang sudah biasa menghabiskan waktu di tempat ini, Aletha?" Tanya Ryshaka penasaran.

"Jangan salah paham, ini adalah pertama kalinya saya datang kesini, tapi saya tahu ini masih waktu yang terlalu awal kalau mau pulang." Ucap Aletha berdusta, padahal dirinya tadi sudah berniat pulang, namun urung karena tak mampu untuk memapah tubuh sahabatnya.

Jangan sampai Ryshaka tahu akan keadaan yang dialaminya dan malah menawarkan dirinya untuk mengantarkan pulang.

Percaya diri sekali Aletha ini.

"Besok kau harus bekerja." Ucap Ryshaka singkat.

"Sejauh yang kuingat saya belum menjadi sultan dan harus bekerja banting tulang untuk mencukupi kebutuhan hidup." Ucap Aletha bingung dengan ucapan Ryshaka.

"Lalu kenapa kau tidak segera enyah saja dari sini, Aletha?" Nada bicara Ryshaka terdengar kian mendesak Aletha untuk segera pergi dari tempat itu.

"Tapi saya masih mau berada disini," Tolak Aletha mentah-mentah.

"Lagipula lihatlah Dashi! Ia masih terlihat sangat nyaman di tempat ini hingga tidak mau menggerakkan tubuhnya." Ucap Aletha seraya menunjuk Dashi dengan jarinya.

Kening Ryshaka berkerut tak setuju mendengar alibi Aletha.

"Yang kulihat temanmu ini sudah sangat mabuk berat dan bukannya ia nyaman berada di tempat ini," Sanggah Ryshaka.

"Atau kau ingin menggaet lelaki bujang di sini dulu, ya?"

Kata-kata yang keluar dari mulut Ryshaka memang terdengar menyebalkan.

"Bisa jadi." Ucap Aletha membenarkan tuduhan Ryshaka.

Karena pandangan Aletha yang memang menunduk kebawah hingga ia dapat menangkap gerak tangan Ryshaka yang mengepal erat.

Apa ini?

Apakah ia sudah memancing jiwa kemarahannya?

Batin Aletha bertanya-tanya.

Sudahlah, Aletha!

Kau duduk diam tanpa kata saja sudah terlihat salah di penglihatan Ryshaka.

Suara dalam benak Aletha yang lain berbicara.

Terkadang lelaki itu memang terlalu sensitif dengannya.

"Pulang. Sekarang!"

Hanya dengan dua kalimat yang sengaja di tekan itu saja mampu membuat Aletha bergidik ngeri akan nada penuh perintahnya.

"Di dalam kantor memang anda adalah atasan saya, namun ini adalah tempat lain, anda tidak bisa berbuat seenaknya dengan memerintah saya ini itu!"

Manik mata Aletha menyorot penuh pada sosok Ryshaka yang berdiri menjulang dihadapannya.

Sudahkah Aletha memberitahu bahwa Ryshaka mempunyai postur tubuh yang jangkung, apalagi dengan posisinya yang kini telah duduk di kursi, membuat Aletha terlihat begitu mungil dan tak berdaya.

"Bukan hanya di kantor, tapi dimana pun kau berada, mulut manismu ini selalu saja menggugat kembali perintahku," Ucap Ryshaka menggeram.

"Mulutmu yang nakal itu, apakah perlu diberi hukuman agar tak serta merta mengucapkan kata-kata yang membuat kesal." Imbuh Ryshaka terdengar semakin marah.

Kedua jemari Aletha mencengkeram erat pada tempat duduk yang kini di singgahinya.

Bibirnya boleh saja dari tadi menentang perintah Ryshaka, namun dari dadanya yang berdegup kian kencang tak dapat berdusta bahwa dirinya tengah ketakutan dengan nada kemarahan yang Ryshaka lontarkan.

"Saya tidak takut!" Ucap Aletha dengan berani.

"Lagipula saya saat ini sudah tak terikat dalam pekerjaan hingga saya bebas untuk menolak perintah anda!" Ucap Aletha penuh percaya diri dengan dagu yang ia angkat tinggi-tinggi. Berharap sosok di hadapannya dapat menangkap sinyal keberanian dalam diri Aletha dan mau mengalah.

"Kau ini suka sekali bicara, ya?" Sahut Ryshaka kesal.

"Tunggu saja setelah ini, aku akan mencari waktu yang tepat untuk menghukum bibir nakal ini." Kata-kata yang terucap dari bibir Ryshaka terdengar sebagai sebuah janji yang suatu saat pasti akan terlaksana.