Chereads / Anti Romantic / Chapter 30 - 30. Kerasnya Hidup Tanpa Privilege

Chapter 30 - 30. Kerasnya Hidup Tanpa Privilege

Keheningan menyelimuti perjalanan mereka, bahkan Dashi yang sedari tadi meracau saja kini suaranya tak lagi terdengar.

"Pak!" Ucap Aletha secara tiba-tiba disertai dengan gerak tangan spontan dengan memukul paha Ryshaka.

Suara Ryshaka yang terkesiap mengindentifikasi bahwa lelaki itu terkejut akan teriakan Aletha.

"Kau membuatku kaget saja, Aletha!" Sahut Ryshaka seraya menolehkan kepala pada Aletha.

"Ada apa memangnya, hm?" Tanyanya.

"Apa Bapak tidak melupakan sesuatu?" Tanya Aletha.

"Sesuatu? Saya yakin tidak, kenapa?" Tanya Ryshaka dengan pandangan yang terbagi antara Aletha dan jalanan yang dilaluinya.

"Maksudnya bukan sesuatu tapi seseorang." Ucap Aletha membenarkan maksudnya.

"Oh!" Ryshaka baru memahami apa yang sebenarnya dimaksud oleh Aletha.

"Maksudnya, Jasmine?" Tanya Ryshaka memastikan.

"Benar, Pak!" Ucap Aletha membenarkan disertai anggukan kepalanya.

"Dia aman dengan kekasihnya." Ucap Ryshaka.

Aletha tak memberikan komentar apapun atas pernyataan Ryshaka, dahinya yang berkerut dalam serta kerasnya ia berpikir tetap tak bisa mendatangkan ilham di otak pas-pasan Aletha.

"Yang Bapak maksud dengan kekasih itu siapa?" Tanya Aletha bingung.

"Tentu saja kekasih Jasmine, Axelsen." Ucap Ryshaka memberitahu.

Kedua bahu Aletha bergidik ngeri saat mengetahuinya.

"Kenapa denganmu, Aletha?" Tanya Ryshaka merasa aneh dengan perilaku bawahannya itu.

"Saran saya lebih baik tinggalkan saja circle tak sehat seperti itu! Saya yang mendengarnya saja sudah ngeri." Saran Aletha yang membuat Ryshaka ingin tertawa keras namun urung ia lakukan karena dari pancaran mata yang wanita itu sorotkan terlihat serius.

"Kenapa saya harus meninggalkannya? Saya nyama-nyaman saja meski terlihat tak normal." Tolak Ryshaka.

"Bapak kekurangan stok wanita cantik? Tapi kurasa tidak!" Nampaknya pertanyaan yang Aletha ucapkan bukanlah untuk Ryshaka namun untuk dirinya sendiri.

"Kau meragukan pesonaku, ya? Hingga bisa-bisanya pertanyaan seperti itu bisa keluar dari bibirmu?" Tanya Ryshaka mempertanyakan aura maskulinitas dirinya.

"Saya sama sekali tidak meragukannya, justru rasanya aneh sekali kalau mengetahui fakta bahwa Bapak berbagi wanita dengan pria lain." Ucap Aletha tak habis pikir.

"Tapi Jasmine berada di level yang berbeda, Aletha! Sepertinya saya sudah memberitahukan tentang hal ini sebelumnya." Ucap Ryshaka.

"Iya, tapi tentu saja otak dangkalku ini tak mengarah kesana." Kata Aletha.

"Saya tak masalah melihat Jasmine menjalin hubungan dengan siapapun di luar sana, tapi satu hal yang pasti," Ucap Ryshaka tiba-tiba saja menghentikan ucapannya dengan memalingkan tatapannya ke arah Aletha.

"Harus berada dalam pengawasanku dan tentu saja tidak sembarang lelaki, paham?" Ucap Ryshaka.

"Sudah sedalam itu, ya? Hubungan yang kalian jalin?" Tanya Aletha, dari sorot matanya jelas wanita itu di dera rasa kebingungan.

"Kalau kau sudah menyayangi seseorang, meskipun itu terdengar tak rasional, pasti akan tetap kau terjang, tanpa peduli lagi orang lain akan menganggapnya sebagai sesuatu yang bodoh." Ucap Ryshaka.

Kedua pundak Aletha terkulai lemah.

Pasukan udara yang ia hirup pun terasa menyesakkannya di dadanya.

Ini berat.

Sungguh.

Mendengarkan langsung dengan kedua telingamu jika lelaki yang kau kasihi ternyata menaruh perasaan yang sedalam itu pada wanita lain.

Pemandangan di luar jendela dengan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang tiba-tiba saja menarik perhatian Aletha. Kepalanya ia sandarkan pada jok mobil sembari manik mata yang mengamati banyaknya pohon serta tiang lampu yang saling berkejaran. Mengamati hal itu jauh lebih menarik daripada berbicara dengan Ryshaka yang hanya memupuk rasa kasih dalam diri Aletha semakin subur.

"Aletha?" Tanya Ryshaka karena secara tiba-tiba saja bawahannya tersebut diam seribu bahasa dengan kepala yang sengaja ia arahkan ke luar jendela. Bahasa tubuh yang sangat menyiratkan bahwa wanita tersebut tak ingin lagi terlibat dalam perbincangan.

"Kau kenapa? Tiba-tiba diam seperti itu?" Tanya Ryshaka penasaran.

"Lelah." Jawab Aletha singkat.

"Lelah, ya? Oke!" Jawab Ryshaka singkat.

Salah satu sudut bibir Aletha terangkat.

Hanya itu saja reaksinya?

Tidakkah ia ingin tahu bagian diri mana yang Aletha merasa lelah?

Kenapa lelaki itu seakan apatis terhadap Aletha?

Jadi, seperti ini, ya? Rasanya tak diinginkan?

Aletha diam-diam menghirup udara banyak. Rongga dadanya harus menerimanya pasukan udara yang lebih karena ia merasa sesuatu yang ada di sana kini terasa sesak.

"Oh, iya! Temanmu ini tinggal di daerah mana?" Tanya Ryshaka memecah keheningan.

Aletha hanya menyebutkan singkat suatu apartemen sebelum pandangannya ia arahkan kembali ke luar mobil.

"Tinggal di apartemen, ya? Lalu kenapa kau tak melakukannya juga, Aletha?" Tanya Ryshaka penasaran.

Pandangan Aletha yang sebelumnya terarah pada sesosok pengendara yang sedang membonceng seorang anak kecil pun teralih. Kedua alisnya ia angkat tinggi-tinggi untuk mempertanyakan maksud dari perkataan Ryshaka.

"Kau sedang berusaha melakukan telepati denganku, ya?"

"Terkadang jika suasana hati Bapak sedang buruk anda juga seringkali melakukannya." Dengus Aletha tak terima.

"Benar, tapi itu jika suasana hatiku sedang buruk, 'kan? Saat ini saya sedang dalam mood yang baik untuk berbicara." Ucap Ryshaka.

Terserah!

Batin Aletha kesal.

"Dimana tombolnya?" Ucap Aletha random.

"Kau bicara apa?" Tanya Ryshaka tak paham.

"Tombol panas dan dinginnya? Apakah sudah rusak? Tapi anehnya saya merasa tak menyalakan apapun!"

"Oh! Kau bicara soal dispenser, ya? Barangkali saja sudah rusak, beli saja yang baru!" Ucap Ryshaka dengan entengnya.

"Jadi memang sudah rusak, ya?" Tanya Aletha memastikannya kembali.

"Iya, beli saja yang baru! Kenapa rumit sekali!"

Sepertinya lelaki itu tidak tahu bahwa ada sesuatu lain yang lebih rumit, yaitu dirinya sendiri.

Jika sedang bercakap-cakap seperti ini atasan terkesan begitu friendly dan mudah di jangkau.

Namun jika ada suatu hal yang sedikit saja mengusik hatinya, segala kata-kata menyebalkan akan seketika keluar dari mulut berbisanya.

Nanti saja Aletha akan mencari tahu penyebab semua itu.

Selanjutnya Aletha akan menamainya dengan sebutan misi pemahaman suasana hati atasan.

"Kembali dengan pertanyaanku sebelumnya, kenapa kau tidak tinggal di apartemen saja? Alih-alih tempat kost bising seperti itu?" Tanya Ryshaka penasaran.

"Permisi Bapak sebelumnya, jika anda belum tahu, maka saya akan siap untuk memberikan secuil informasi jika biaya hidup di apartemen terlalu di luar jangkauan bagi karyawannya dengan pendapatan MINIM seperti saya." Ucap Aletha menekan kata minim agar lelaki itu menyadari kondisi finansial Aletha dan untung kalau mau menaikkan honornya.

"Lalu, kenapa Dashi bisa melakukannya." Nampaknya Ryshaka begitu payah dalam bidang perhitungan.

Untuk sesaat Aletha mendengus kesal sebagai reaksi awalnya.

"Dapat darimana dulu properti tersebut, Bapak?!" Ucap Aletha berusaha sabar.

"Penampilan fisik saya memang terlihat masih dalam usia saya yang sebenarnya, namun ini," Ucap Aletha terputus karena ia menunjukkan punggungnya sendiri kepada Ryshaka.

"Punggung ini sudah berusia senja karena kerasnya saya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup, saya hanya manusia biasa tanpa privilege lebih seperti Dashi yang bisa dengan mudahnya mendapatkan apa yang ia mau." Ucap Aletha panjang lebar.

Ryshaka memutuskan untuk tidak lagi menggugat perkataan Aletha, karena ia rasa hal tersebut memang benar adanya.