"Peringaimu masih tetap sama ya, Ryshaka? Bermulut tajam dan seorang yang manipulatif."
Sudut bibir Axelsen naik setelah mengucapkan kalimat tersebut.
"Aku masih bisa menerima jika kau berkata aku adalah lelaki yang bermulut tajam karena hal itu memang benar adanya, tapi kalau soal manipulatif."
Ryshaka seketika menghentikan kata-katanya demi memperhatikan dengan cermat bagaimana perubahan mimik wajah Axelsen.
"Kau sedang membicarakan dirimu sendiri, ya?" Kedua alis Ryshaka terangkat untuk menekankan kalimat retorisnya.
Kedua telapak tangan Axelsen mengepal erat mendengar nada provokasi yang telah Ryshaka lontarkan. Jika saja dalam dekapannya tidak ada Jasmine-seorang wanita yang masih ia kasihi namun sekuat tenaga berusaha ia ingkari, sudah pasti mereka berdua akan berakhir dengan kondisi yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Bertikai hingga salah satu dari mereka sudah tak sanggup lagi untuk bergerak dan berakhir dengan pertengkaran yang dimenangkan oleh Ryshaka-suatu fakta yang menambah geram Axelsen pada sosok pria didepannya.
"Cukup!"
Entah mendapatkan kebenarian dari mana hingga membuat Aletha berani untuk melerai permusuhan sengit diantara kedua lelaki berpostur Titan tersebut.
Tubuh kecil Aletha menengahi Axelsen dan Ryshaka. Kedua lengannya ia bentangkan untuk memberi jarak pada tubuh keduanya yang semakin lama kian mendekat.
Aletha secara tak sadar telah meneriakkan kata itu dengan nada yang terlalu keras, hingga menjadikan beberapa orang yang berada di sekitar Aletha pun menolehkan pandangannya. Mereka terlihat tertarik pada perseteruan yang terjadi.
Merasa malu karena menjadi pusat perhatian, Aletha pun seketika menurunkan kedua lengannya.
"Maaf untuk interupsinya, silakan dilanjutkan!" Ucap Aletha disertai senyum yang terlihat dipaksakan.
"Bertengkar seperti ini sama sekali bukan gayaku cantik, lebih baik kita duduk berdua saja di sana dan melanjutkan sesi perkenalan yang sempat tertunda." Ucap Axelsen pada Aletha.
Aletha kehilangan suaranya, ia tidak mampu untuk sekedar melontarkan kalimat penolakan. Apalagi Aletha melihat bahwa Ryshaka sama sekali tak keberatan jika Aletha akan pergi dengan Axelsen.
Lelaki itu terlihat sibuk melihat kondisi mental Jasmine-yang Aletha tak tahu bagian mental mana dari Jasmine yang telah terserang.
Aletha mau tak mau mengikuti langkah Axelsen-yang dengan kurang ajarnya berani meraih pergelangan tangan Aletha dan menariknya untuk keluar dari situasi menegangkan itu.
"Kau lihat sendiri bukan, wanita itu sama sekali tidak berusaha untuk menutupi peringai aslinya dengan menggaget bujangan yang terlihat potensial." Ucap Jasmine bernada tajam.
Ryshaka memaku pandangannya pada adik tirinya. Bibirnya terkatup rapat dengan bola mata liar yang sibuk menelisik mimik wajah Jasmine.
"Ada apa dengan dirimu Jasmine, awal mula kamu bertemu dengan Aletha, suasana hatimu tak seburuk ini, bahkan kamu sempat berkata padaku agar tak lupa mengenakan pelindung karena merasa belum siap menjadi aunty." Kening Ryshaka berkerut dalam saat mengucapkan kalimatnya.
"Benar. Tapi itu dulu, sebelum firasatku berkata bahwa ia mempunyai maksud lain." Ucap Jasmine bernada tajam.
"Kau selalu beranggapan jika wanita yang selibat denganku pasti memiliki makna ganda." Jawab Ryshaka berusaha mematahkan opini Jasmine.
"Kau tak bisa meremehkan insting wanita." Kata Jasmine seraya menolehkan pandangannya yang kini terarah pada Aletha dan sesosok pria yang tak lain adalah Axelsen.
"Ia terlihat mengenal Axelsen dengan cukup baik." Nilai Jasmine pada Aletha dan Axelsen yang kini nampak begitu akrab antara satu sama lain.
Sebelah tangan Aletha memukul lengan kekar milik Axelsen dengan satu tangan lainnya yang ia gunakan untuk menutup bibir. Sangat ciri khas wanita yang sedang tertawa.
Ryshaka sama sekali tak membalas penilaian dari Jasmine berkaitan dengan kedekatan Axelsen dan juga Aletha. Sedari tadi bibir lelaki itu terkatup rapat dengan mimik wajah serius. Berbanding terbalik dengan wajah datarnya, benak Ryshaka sibuk membuat berbagai spekulasi mengenai Aletha. Manik matanya tak lepas menyorot tajam gerak gerik Aletha, disana nampak pula Dashi-yang Ryshaka kenal baik sebagai teman dekat Aletha di kantor.
Dashi berdandan tak kalah glamornya dengan kebanyakan wanita di tempat ini.
Ryshaka menggelengkan pelan kepalanya, fokusnya ada pada Aletha bukannya Dashi.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" Tanya Jasmine karena sedari tadi Ryshaka tak juga membuka suara.
"Aku hanya sedang berpikir dan baru teringat bahwa aku belum mengucapkan selamat ulang tahun pada Axelsen." Ucap Ryshaka seraya mengalihkan pandangannya dari Aletha ke arah Jasmine.
"Setelah lontaran kalimat tajam yang kau ucapkan padanya?" Tanya Jasmine tak percaya.
"Terlepas dari hubungan yang belum membaik hingga kini, tapi dia adalah salah satu kolegaku, aku harus merendahkan sedikit ego ini dan datang padanya untuk mengucapkan selamat, ini caraku bertahan hidup." Ucap Ryshaka pelan, ia memastikan ucapannya dapat dicerna dengan baik oleh Jasmine.
"Sebuah definisi dari manipulatif yang sesungguhnya, luar biasa!" Ucap Jasmine seraya bertepuk tangan pertanda ia sedang takjub dengan sikap tak terduga Ryshaka.
"Sudah! Jangan banyak bicara, ayo kita datang menemui mereka!" Sela Ryshaka pada uforia singkat yang Jasmine lakukan.
Jasmine mengikuti langkah panjang Ryshaka dengan sedikit terseok-seok.
Ryshaka ini, meskipun hatinya begitu lembut dan selalu memastikan Jasmine dalam kondisi terbaiknya, namun ada kalanya pria itu bertingkah laku yang menjengkelkan, contohnya saja seperti ini, Jasmine harus mengimbangi langkah besar Ryshaka tanpa memperdulikan dirinya yang kesulitan berjalan dengan langkah yang lebar karena sedang mengenakan high heels.
Aletha, Dashi dan juga Axelsen seketika menghentikan apapun pembicaraan yang sebelumnya telah mereka bahas. Tiga kepala itu memaku pandangannya pada Jasmine dan Ryshaka.
"Ada apa lagi Ryshaka? Kau masih ingin beradu mulut dengan diriku?" Ucap Axelsen membuka pembicaraan.
"Tidak!" Ucap Ryshaka singkat.
"Aku datang untuk mengucapkan selamat." Perkataan yang Ryshaka ucapkan terdengar tak senada dengan intonasi suaranya yang datar dan cenderung mengintimidasi.
"Terimakasih banyak kalau begitu." Axelsen memutuskan untuk menanggapi permainan apapun yang kini sedang dilakoni oleh Ryshaka.
Sangat terlihat jelas jika lelaki itu tak tulus dalam mengucapkannya, semua itu nampak dari telapak tangan Ryshaka yang tak terulur ketika mengucapkan kata selamat.
Axelsen melarikan netranya pada sosok Jasmine, ia hanya sekedar ingin tahu raut wajahnya saja.
Tidak!
Yang benar adalah Axelsen ingin memandang wanitanya.
Hingga kini, Jasmine memang masih berstatus sebagai wanitanya-yang entah bagaimana bisa ia malah berada dalam rengkuhan lelaki yang status sosialnya pun tak bisa ia pandang sebelah mata.
Dan yang lebih mencengangkan lagi adalah Axelsen sengaja tak mengundang Jasmine-kekasihnya sendiri, karena mereka yang sedang bersitegang.
Axelsen kesulitan dalam menjabarkan semua ini.
Axelsen seringkali beradu pendapat dengan Jasmine yang terlihat terlalu dekat dengan Ryshaka tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya jika keduanya masih berada dalam hubungan kekeluargaan.
Ryshaka pastikan tak ada yang boleh tahu tentang hubungannya yang sesungguhnya dengan Jasmine, atau akan ada hidup seseorang yang akan terancam.