Aletha secara perlahan memutar tubuhnya untuk melihat siapa lelaki yang berdiri di belakangnya. Sedikit memundurkan tubuhnya sendiri pada sosok tersebut karena kedekatan tubuh mereka sudah tak wajar, apalagi untuk mereka berdua yang tak mengenal satu sama lain.
Aletha hanya mengangkat sebelah alisnya untuk membuat gesture bertanya "ada apa?" pada pria tersebut tanpa perlu merasa repot untuk menyerukannya.
Aletha hampir saja pergi dari tempat kini ia berpijak kala melihat pria tersebut malah menampilkan mimik yang sedang tertawa lebar, sebelum sebuah kalimat singkat yang menghalangi niatnya untuk kabur dari situasi yang sama sekali tak disukai olehnya.
"Maaf nona. Pasti kau beranggapan bahwa aku adalah lelaki yang aneh." Ucapnya sembari menampilkan mimik wajah yang terlalu ramah bagi Aletha.
"Memang!" Aletha berupaya sekuat mungkin agar tak mencetuskan kalimat tersebut keras-keras.
"Saya sudah terlalu sering terlibat dengan makhluk aneh. Never mind." Ucap Aletha tanpa perlu repot-repot untuk memperhalus tata bahasanya, dan benar saja mimik ceria lelaki di hadapannya langsung meredup mendengar lontaran kalimat Aletha.
Membuat Aletha sedikit merasa menyesal pada kecepatan bicaranya yang mendahuluinya kinerja otaknya.
"Makhluk?" Ucap lelaki tersebut membeo.
"Perkataan yang anda ucapkan sedikit membuat saya terkejut, tapi tak apa. Bahkan orang lain pun akan bereaksi yang sama seperti yang telah kau lakukan." Ucap lelaki itu panjang lebar.
Aletha mendengar serentetan kalimat itu dalam diam, ia tak punya niatan sama sekali untuk merespon kalimat itu, yang sebenarnya ingin ia lakukan kini ialah bersembunyi di sudut ruangan yang berada jauh dari jangkauan orang-orang, karena dirinya terlalu malas untuk berbasa-basi seperti ini, ditambah dengan suara hingar bingar yang sampai kapanpun tak akan selaras dengan aktivitas yang biasa ia lakoni.
"Kamu sepertinya sudah teramat jengah berinteraksi dengan diriku." Ucap lelaki tersebut dengan nada yang lemah, ia bukannya tak menyadari aksi diam Aletha yang memiliki makna tersirat bahwa ia tak ingin di usik, namun lelaki mana yang tak akan tertarik dengan penampilan menakjubkan wanita di hadapannya ini?
Bentuk tubuhnya yang terbilang sintal dan jenjang dibalut dengan busana minim yang semakin menunjang kecantikan dirinya. Meski wajahnya menampilkan mimik bengis yang menyiratkan bahwa ia bukan sembarang wanita yang dengan mudah dapat diusik, namun hal tersebut malah memberi kesan tersendiri baginya.
"Kedatangan diriku ke tempat ini ialah untuk menghadiri pesta ulangtahun temanku, jadi maaf aku tak bisa bercengkrama lebih lama lagi denganmu, aku harus bertemu dengan sang empunya pesta ini." Aletha mengucapkan kalimat tersebut dengan nada yang selembut mungkin, berharap lelaki itu mau mengerti dan segera enyah dari hadapannya.
Aletha sejenak mengerutkan alisnya melihat sudut bibir pria tersebut yang terangkat membentuk sebuah senyum yang terlihat ganjil di matanya.
"Aku tak tahu jika tujuan dirimu datang kemari adalah untuk hal itu. Maafkan aku yang telah menghambat langkahmu."
Aletha merasa bahwa serangkaian kalimat yang diucapkan pria tersebut adalah bualan semata karena permintaan maafnya yang tak sampai menyentuh mata. Ini hanya penilaian ia semata berdasarkan instingnya sebagai seorang wanita.
"Aku harus segera pergi kalau begitu, sampai nanti." Ucap Aletha seraya menganggukkan kepalanya singkat.
"Tunggu dulu!" Seru lelaki tersebut seraya mencekal pergelangan tangan Aletha.
Satu.
Dua.
Tiga.
Hirup napas, buang.
Aletha menahan dirinya sekuat tenaga agar tak meluapkan emosinya.
"Ada apa lagi Tuan? Aku harus segera menemui pemilik pesta ini, kumohon agar kau mau mengerti!" Ucap Aletha menggeram penuh amarah yang untungnya masih bisa ia kendalikan sebaik mungkin.
"Tapi aku tak bisa, membiarkan seorang wanita cantik seperti dirimu berjalan seorang diri di dalam sarang penyamun ini." Ucap lelaki tersebut masih dengan nada kekeuh.
"Bicara tentang sarang penyamun, nampaknya aku sudah terjebak di dalamnya." Ucap Aletha penuh nada sindiran. Manik matanya menatap garang pada sosok lelaki jangkung itu sebelum ia menolehkan pandangannya pada pergelangan tangannya sendiri yang masih dicekal erat oleh pria itu, yang membuat lelaki tersebut tersadar dan kemudian melepaskannya
"Begini saja. Agar kau tak berpikir buruk lagi padaku, bagaimana kalau aku ikut denganmu? Menemui pemilik pesta yang kau bilang adalah kawanmu itu?" Ucapnya masih berusaha bernegosiasi dengan Aletha.
Aletha yang mendengar penawaran itu seketika dibuat kalang kabut.
Apakah ia tahu ia sedang berdusta dan sengaja membuat alasan lain agar segera bisa enyah dari sini?
"Tidak!"
Aletha tak sadar telah mengucapkan kata tersebut dengan nada yang lebih keras dari seharusnya. Membuat lelaki dihadapannya sontak mengangkat sebelah alisnya.
Aletha adalah seorang pembohong yang payah dan ia sama sekali tak bangga akan itu.
Manik netra Aletha kembali menatap penuh pada pria tersebut dan mendapati sebuah senyum miring yang sama sekali tak ia sukai.
"Bagaimana?" Ucapnya untuk memastikan kembali penawarannya.
"Boleh." Ucap Aletha terdengar tak yakin.
"Sial!" Geram Aletha dengan nada pelan.
Aletha berperan sebagai pemandu jalan dan diikuti oleh langkah tegap penuh percaya diri laki-laki dibelakangnya.
"Aku harus kemana?" Ucap Aletha retoris pada dirinya sendiri.
Kini seluruh organ dalam tubuhnya bekerja lebih keras dari biasanya. Pacuan adrenalin yang membuat kinerja jantungnya berdetak lebih kencang hingga menimbulkan keringat sebiji jagung mengalir deras di dahinya.
Aletha berjalan tanpa tentu arah dan sialnya lelaki yang berdiri di belakangnya hanya diam membisu tanpa sepatah katapun.
Aletha secara tiba-tiba menghentikan langkah kakinya ketika sebuah pemikiran menyergap benaknya.
Mengapa ia harus bersusah payah mencari alibi untuk menutupi kebohongan pada seorang lelaki yang baru beberapa saat lalu ia temui?
Untuk apa?
Toh, setelah ini Aletha tak yakin mereka berdua akan bertemu kembali.
Aletha memutarkan tubuhnya ke arah belakang seraya membuat gesture berkacak pinggang.
"Ada apa cantik?" Ucapnya dengan sudut bibir yang berkedut untuk menahan semburan tawa.
Aletha menjadi berpikir bahwa sosok yang berdiri tegap di hadapannya sedikit mengalami gangguan jiwa karena mimik wajahnya yang dinilai terlalu ceria di mata Aletha.
"Untuk apa?" Ucap Aletha singkat.
"Aku tidak mengerti?" Jawabnya dengan dahi yang berkerut.
"Untuk apa aku bersusah payah untuk menuruti keinginanmu!" Ucap Aletha masih dalam gesture tubuh yang sama, yaitu berkacak pinggang.
"Kamu sama sekali tak bersusah payah, hanya sekedar memperkenalkan aku dengan kawan baikmu bukanlah sesuatu yang sulit untuk dilakukan." Sangkal lelaki itu.
"Tapi aku punya hak untuk menolak, kamu adalah orang asing yang tak seharusnya bersikap seperti ini padaku!" Ucap Aletha melebarkan bola matanya agar lelaki dihadapannya akan takut dengan wajah penuh amarahnya.
"Manis sekali." Ucap lelaki itu lirih.
"Apa?" Tanya Aletha yang tak dapat mendengar perkataannya.
"Wajah yang sengaja kau buat untuk terlihat garang, sama sekali tak membuatku takut, alih-alih sebaliknya kamu terlihat sangat manis." Ucap pria itu.
"Apalagi raut wajah tanpa dosa yang mengira bahwa suatu kebohongan yang ia lontarkan dapat dengan mudah dipercaya." Sambungnya kemudian.