"Apa kamu yakin Dashi?" Tanya Aletha, suaranya terdengar ragu ketika melihat tampilan dirinya sendiri lewat pantulan cermin.
"Mengapa kau terdengar ragu Aletha? Kau terlihat begitu sempurna dengan gaun hitam yang kini melekat di tubuhmu!" Ucap Dashi berusaha menghilangkan rasa ketidakpercayaan diri Aletha.
"Tapi apa kau tidak berpikir bahwa potongan gaun ini terlalu rendah? Hingga bisa menampilkan separuh payudaraku dan juga belahan kakinya terlalu tinggi!" Ucap Aletha masih tetap protes pada gaun hitam pilihan Dashi.
"Tapi kau terlihat begitu sensual saat mengenakannya! Bayangkan saja, banyaknya tatapan orang memuja yang akan tertuju akan tampilan seksi dirimu!" Kekeh Dashi.
"Aku seperti wanita yang sedang menjajakan dirinya." Sahut Aletha lemah.
"Kamu menggunakan konotasi yang begitu buruk." Ucap Dashi seraya tersenyum getir.
"Tak peduli apapun konotasinya, semua orang akan berpikir ke arah sana hanya dengan sekali bertatap denganku!" Ucap Aletha.
"Lalu?" Tanya Dashi.
"Apa maksudnya dengan pertanyaanmu itu? Aku hanya ingin mengganti gaun yang sudah kau pilihkan ini dengan sesuatu yang lebih tertutup lagi." Ucap Aletha.
"Oh, dear. Bukankah tujuan kita datang ke pesta adalah untuk menarik perhatian para lelaki bujang paling potensial, kalau kamu menggunakan umpan yang tak menarik atau gaun usang yang biasa kau kenakan, tak ada satupun dari mereka yang mau mendekat." Ucap Dashi panjang lebar.
"Lagipula bukannya kau adalah wanita berpikiran open minded yang tak serta merta beranggapan bahwa wanita dengan pakaian terbuka adalah mereka yang nakal?" Sambung Dashi kembali.
Aletha memutarkan bola matanya malas.
"Itu karena aku menelan mentah-mentah saran yang kau ucapkan padaku untuk merubah gaya berpakaianku agar lebih eye catching lagi! Dan baru sekarang aku merasa menyesal." Ucap Aletha.
"Sudah-sudah, aku tak ingin berdebat yang lebih panjang lagi denganmu. Singkirkan segala pemikiran tak percaya dirimu dan ikut aku menghadiri pesta paling spektakuler." Ajak Dashi penuh nada semangat pada Aletha yang terlihat kurang antusias.
**
Aletha dan Dashi memasuki sebuah Club malam tempat sang penyelenggara mengadakan pesta ulang tahunnya.
Katakanlah Aletha norak ataupun semacamnya, namun ini adalah pertama kali baginya memasuki salah satu tempat dunia malam, sebuah kawasan yang sering dijadikan tempat pelarian dari mereka yang merasa suntuk oleh aktivitas sepanjang hari yang telah dilakoni, meski tak semua dari mereka menjadikan tempat ini sebagai sarana pelampiasan, ada juga yang benar-benar datang kemari untuk sekedar bersenang-senang.
Aletha secara otomatis membesarkan pupil matanya. Tempat ini begitu temaram, salah satu pencahayaan berasal dari bias cahaya warna warni yang justru membuat kepala Aletha terasa pening, seolah penderitaan yang ia alami masih belum cukup, gendang telinganya terasa pengang akibat dari musik yang di setel keras-keras. Karena tak sanggup lagi berada di ruangan yang pengap dengan aroma rokok serta minuman keras yang begitu menyengat, Aletha memutarkan tubuhnya untuk membebaskan diri dari tempat terkutuk ini, sebelum sebuah tangan yang lembut menghentikan aksinya.
"Kau mau kemana, Aletha?" Tanya Dashi kala melihat Aletha yang ingin melarikan diri dari tempat itu, wanita itu harus menaikkan nada suaranya agar kalimat yang ia lontarkan bisa sampai ke dalam pendengaran Aletha.
"Pulang." Jawab Aletha singkat dan tanpa beban.
Meski kata yang diucapkan oleh Aletha bernada rendah, namun Dashi dapat menangkapnya lewat gerak bibir Aletha.
Sontak Dashi terkesiap oleh tindakan spontan yang dilakukan Aletha.
"Setelah effort dan rasa antusiasku untuk membawa kita datang ke pesta ini?! Kau ingin pergi di detik pertama kau menginjakkan kaki di sini?" Tanya Dashi seraya membuat gesture berkacak pinggang.
"Kurasa tempat ini tak cocok dengan diriku, Dashi. Kepalaku terasa pening dan juga indra pendengaranku ingin pecah rasanya." Keluh Aletha, ia menampilkan ekspresi wajah memelas agar Dashi mengabulkan permintaannya untuk segera enyah dari tempat yang membuatnya tak nyaman ini.
"Bahkan sang pemilik pesta belum menampakkan batang hidungnya. Kumohon padamu agar lebih bersabar lagi Aletha, aku yakin kesabaranmu akan terbayar lunas." Ucap Dashi berupaya untuk meyakinkan Aletha agar tak pergi dari tempat ini.
Aletha hanya bisa menganggukkan kepalanya pasrah kala Dashi menyeretnya menuju meja bar tempat seorang bartender meracik berbagai macam minuman.
"Hello, Sweet heart. Long time no see!" Sapa seorang bartender dengan ramah ke arah Dashi.
Dashi menyambut keramahtamahan lelaki itu seraya mengecup kedua pipinya.
"Ada banyak pekerjaan yang menyita perhatianku hingga aku tak memiliki waktu yang longgar untuk sekedar bersenang-senang di tempat ini." Terang Dashi panjang lebar.
"Baiklah, My baby bunny, tapi apa kau tak berniat mengenalkan diriku dengan seorang wanita cantik yang sedang berdiri di sebelahmu?" Tanya pria tersebut seraya memaku pandangan pada Aletha yang sedang sibuk mengamati suasana sekitarnya.
"Aletha, perkenalkan lelaki ini adalah salah satu bartender terbaik yang dimiliki oleh Club malam ini, aku sudah berkawan cukup lama berkawan dengannya, namanya Tyga." Ucap Dashi ke arah Aletha.
"Senang berkenalan denganmu Tyga, namaku Aletha, rekan kerja Dashi di kantor." Ucap Aletha seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan pria itu.
"Maaf-maaf." Ucap Tyga kala Aletha sedikit menghentakkan tangannya karena Tyga yang terlalu lama menggenggam jemari lembut Aletha disertai remasan kencang yang membuat Aletha sedikit tak nyaman.
Aletha menganggukkan kepalanya singkat seraya menampilkan senyum tipisnya, sebuah gesture yang mengartikan "tak apa".
"Kamu mau minum denganku di sini atau turun ke dance floor?" Tanya Dashi kepada Aletha yang sedari tadi terlihat gelisah sendiri.
"Tak apa kalau aku turun ke dance floor?" Tanya Aletha pada Dashi.
"Tak apa, Aletha. Tapi maaf tak bisa menemanimu terlebih dahulu. Aku mau menghabiskan dulu cocktail milikku, rasanya sudah berabad-abad lamanya aku tak merasakan sensasi rasa yang menyengat ini di lidahku." Ucap Dashi sembari mengangkat tinggi-tinggi gelasnya di hadapan Aletha.
Aletha meninggalkan tempat duduknya dan langsung bernapas lega setelahnya. Sedari tadi ia dibuat tak nyaman oleh kehadiran seorang pria hidung belang yang semenjak kedatangannya di tempat tersebut sudah mengintai dirinya. Aletha mengetahui semua itu lewat ekor matanya yang secara tak sadar menangkap eksistensi sosok tersebut.
Sedari tadi ia menahan dirinya sekuat tenaga agar tak menyemburkan rasa amarahnya pada lelaki itu, meski ia tak tahu siapa sebenarnya ia, karena Aletha sendiri tak berani untuk bertatap muka langsung dengannya.
Aletha terkesiap kaget kala merasakan panas tubuh seseorang yang teramat dekat dengannya, bagian belakang tubuhnya di tekan kuat oleh sosok yang tak ia ketahui.
Aletha sontak mengusap bagian belakang lehernya karena hembusan napasnya menerpa tengkuk Aletha dan membuat bulu kuduknya meremang seketika.
"Baby." Ucap pria itu dengan suara bariton yang terdengar begitu dalam di pendengaran Aletha.