"Aku harap setelah kau bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik, kau bisa mendapatkan kebahagiaan baru ," hibur Mr Tirol bermaksud menenangkan Wina. Walau sebenarnya ia tidak tahu harus berucap seperti apa.
***
Satu Tahun Kemudian
DRING DRING DRING
Ponsel pintar milik Wina bergetar dan menandakan adanya panggilan masuk dari sana. Dan dengan cepat saat melirik ke arah layar ponsel, remaja laki-laki itu segera mengangkatnya.
"Halo?"
"Bagaimana kabarmu di sana?" tanya suara di seberang sana.
Sudah lama ia tidak mendengar suara tersebut dan membuat Wina secara tanpa sadar menampilkan senyum tipis di wajahnya.
"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" Wina menanyakan kabar dari lawan bicaranya tersebut yang tak lain tak bukan adalah Mr Tirol.
"Syukurlah. Kabarku juga baik-baik. Wina, apa kau sudah menemukan keberadaan gadis itu?" tanya Mr Tirol penasaran. Seharusnya ia sudah mengetahui kabar seperti ini sejak awal. Hanya saja, ada beberapa gangguan yang membuatnya sulit untuk mendapatkan informasi. Lagi pula, Mr Tirol sendiri juga tahu bahwa Wina telah menyelinap ke negara orang lain secara diam-diam dan membuat identitas baru.
"Kau menanyakan masalah yang sudah basi. Gadis itu, aku sudah menemukannya. Sebenarnya aku ingin memberitahukan informasi ini lebih awal, hanya saja aku sedikit mengalami kendala di sini," jawab Wina. Remaja laki-laki itu terlihat tengah mengawasi seseorang dari atas tangga.
"Kalau begitu apa sebentar lagi kau bisa kembali pulang ke Austria? Kau tahu bukan, bahwa Mr Kwok sudah meninggal 6 bulan yang lalu. Dan aku rasa itu kesempatanmu untuk membawa gadis itu kembali bersamamu ke Austria." Terdengar suara Mr Tirol yang ceria begitu mendengar Wina telah berhasil menemukan adik tirinya.
Mendengar Mr Tirol berkata seperti itu, entah mengapa justru membuatnya merasa jengkel. Mata remaja laki-laki itu yang selalu dengan tajamnya mengawasi pergerakan adik tirinya itu, seolah-olah menyiratkan rasa kebencian yang begitu mendalam padanya.
"Halo? Kau masih di sana Wina?" tanya Mr Tirol begitu tidak mendengar kembali suara Wina dalam jeda yang cukup lama.
" ... entahlah aku tidak yakin soal itu. Aku rasa sebaiknya, kita akhiri saja percakapan ini. Kita bisa membahas masalah ini untuk lain waktu," kata Wina sebelum akhirnya memutuskan panggilan secara sepihak.
TUT
Wina terlihat kesal setelah mendengar, kakak sepupunya itu berharap dirinya bisa kembali pulang ke Austria dengan membawa adik tirinya. Remaja itu sadar, bahwa ia sebenarnya tidak menginginkan hal itu terjadi karena ia sangat ingin membunuh adik tirinya itu. Entah mengapa muncul rasa kebencian tidak berdasar dalam hatinya begitu ia melihat keadaan dari saudara tirinya tersebut. Di dalam pikirannya, Wina berpikir bahwa adiknya itu selama ini telah hidup dengan bahagia, jauh berbeda dengan keadaan dirinya yang sejak kecil telah mendapatkan banyak luka.
"Aku sangat ingin membunuhmu ... satu-satunya yang ingin kulakukan di sini adalah membawa mayatmu di hadapan Tirol," gumam Wina dengan suara kecil. Tangan dari remaja laki-laki itu tanpa sadar merogoh ke dalam saku celana dan mengeluarkan pistolnya kemudian membidiknya ke arah objek yang dijadikan ia sebagai target. Seolah-olah terlihat bersiap untuk menembak ke arah objek yang telah ia amati sejak tadi. Namun aksi nekatnya itu, harus terhenti begitu ia mendengar seseorang berteriak memanggil nama dari objek targetnya.
"SABAH! SABAH! Sabah!" panggil seorang gadis berambut pendek sebahu dengan suara nyaring.
Cih ... mengganggu, ucap Wina dalam hatinya. Wina dengan cepat meninggalkan tangga dan pergi meninggalkan buruannya. Tanpa remaja laki-laki itu sadari, dirinya telah ditatapi secara diam-diam oleh gadis berambut pendek sebahu itu yang terus memanggil-manggil nama Sabah.
***
Kantor Cabang Perusahaan Advento Austria
TAK
Seorang pria dengan jas hitam menghentakan gelasnya dengan cukup kasar ke atas meja.
"Jangan sembarangan menghentakanya seperti itu. Anda terlihat seperti tidak bisa menghargai minuman!" ujar Mr Tirol memperingatkan orang yang sedang duduk di depannya.
"Grüner Veltliner ...." kata orang tersebut dengan randomnya.
Mr Tirol menaikkan sebelah alisnya. "Anda bicara apa?" Dia terlihat bingung dengan perkataan orang tersebut.
Orang tersebut tersenyum ke arah Mr Tirol, lalu berkata seperti ini padanya, "Tidak apa. Ngomong-ngomong rasa minuman ini enak juga. Aku rasa, minuman ini bisa masuk ke dalam daftar minuman kesukaanku," oceh orang tersebut.
Mr Tirol menghela nafas. "Cukup! Berhenti mengoceh yang tidak-tidak. Apa, otak Anda mengalami malfungsi otak setelah mengalami kecelakaan?" Mr Tirol terlihat berusaha untuk menyindir lawan bicaranya tersebut.
Alih-alih merasa tersindir, orang tersebut justru tertawa puas, "Hahaha ... ya, ah kau tidak perlu bicara terlalu formal. Santai saja karena mulai sekarang ini kita adalah berdua rekan kerjaaaa ...." serunya kegirangan.
Ingin sekali rasanya, Mr Tirol menampar wajah pria necis tersebut dengan sepatu murah miliknya.
"Biar kutebak. Kau pasti sangat ingin melemparkan sepatu milikmu, itu ke arah wajahku bukan?" Dan Mr Tirol menebak dengan benar. Padahal terlihat jelas bahwa pria itu terlihat hanya sembarangan bicara saja.
BUAK
Sebuah sepatu kulit dengan harga murah namun memiliki kualitas baik, mendarat dengan mulusnya di wajah seorang pria dengan penampilan nesis tersebut.
"Mr Kwok, kau benar-benar sialan. Karena dirimu aku harus terlibat sejauh ini. Sial, aku sampai harus membohongi Wina, hanya demi mengikuti rencanamu itu," sesal Mr Tirol.
Mr Kwok terdiam namun tidak lama kemudian ia kembali tersenyum. Namun berbeda dari sebelumnya, kali ini ia terlihat jauh lebih serius.
"Maaf karena sudah membuatmu kerepotan. Hanya kau satu-satunya orang yang bisa kuharapkan di sini." Mr Kwok menatap lekat-lekat ke arah Mr Tirol yang terlihat frustasi seorang diri. Dia kemudian mengambil sepatu milik Mr Tirol kemudian memasangkannya di kaki pria tersebut. "Ngomong-ngomong setelah ini, aku akan membelikanmu sepatu yang jauh lebih mahal."
Mr Tirol memandang Mr Kwok dengan pandangan jengkel. "Hei, mau menghinaku miskin? Aku agak tersinggung mendengar perkataanmu tadi."
"Maaf ... tidak pernah bermaksud untuk menyinggungmu. Aku hanya ingin mulai sekarang, bisa menjalin hubungan yang lebih baik denganmu. Berkat kau aku selamat dari kecelakaan waktu itu. Aku benar-benar berterima kasih padamu." Mr Kwok kembali teringat di mana, di suatu malam ia yang hampir kehilangan nyawanya namun ia berhasil selamat karena diselamatkan oleh seorang pria misterius yang tak lain tak bukan adalah Mr Tirol.
"Ck, jangan merasa berhutang budi padaku. Kau tahu, rencana awalku itu adalah membunuhmu, hanya saja melihat dirimu sekarat waktu itu membuatku tidak tega. Lagi pula aku berpikir, akan lebih menyenangkan, kalau kau mati secara perlahan-lahan dengan begitu kau akan terus merasakan penderitaan sepanjang hidupmu," kata Mr Tirol ketus. Dia agak menyesali perbuatannya di kala waktu itu.
"Terlepas dari pemikiranmu itu yang sangat ingin membunuhku. Aku tidak pernah merasa keberatan kalau suatu hari nanti, kau benar-benar akan membunuhku. Hanya saja sebelum itu terjadi, aku sangat ingin kau menyelamatkan anakku Jiran." Entah mengapa tiba-tiba saja raut wajah Mr Kwok terlihat sedih.