"Tenanglah, sebagian dari baju itu adalah baju dari butik kamu dan sebagian lagi dari merek terkenal. Kamu pasti tau siapa identitas kamu sekarang, bukan? Seorang istri dari Arseno Keane, tidak mungkin pula kamu memakai pakaian yang mereknya tidak terkenal," sindir Arseno.
'Apakah ini sebuah penghinaan? Ah, terserah anda Tuan Arseno, asal anda tidak mengurusi hidup saya itu adalah yang paling penting,' batin Jingga.
"Baiklah, terima kasih Tuan Arseno Keane yang tepat hari ini menjadi seorang suami dari Jingga Athalia, dan pastinya pernikahan ini hanya sebatas pernikahan kontrak jadi saya tahu diri, permisi saya harus masuk ke kamar dulu," ujar Jingga yang sudah mulai tegas kepada Arseno.
Jingga langsung menutup pintunya dengan kasar hingga membuat Arseno membulatkan matanya merasa tak percaya jika wanita yang terlihat lembut seperti Jingga nyatanya tidak seperti itu.
Tentu saja itu bukan soal lembut atau tidak. Namun, Jingga dari dahulu sudah hidup mandiri, kerasnya hidup sudah dia jalani dengan baik. Memang jika dilihat, Jingga terlihat sangat lembut namun aslinya sangat tegas dalam menjalani hidupnya.
'Sial, apa-apaan tadi? Kenapa sikapnya sombong sekali? Baru menjadi Nyonya Arseno saja dia sudah sombong,' batin Arseno.
Arseno kembali ke sofa dan melanjutkan menonton film action yang sangat dirinya sukai. Sementara Jingga di kamarnya sedang tersenyum sendirian di depan kaca kamarnya.
'Aku rasa menghadapi Tuan Arseno tidak harus dengan sikap yang lemah lembut. Ya, aku harus tegas, aku tidak ingin dianggap mudah dikuasi oleh Tuan Arseno,' batin Jingga.
"Oh iya, ngomong-ngomong ini kamar aku sekarang? Hm, besar banget yah, tapi aku sangat takut kalau tidur sendirian di tempat besar seperti ini." Tiba-tiba Jingga merasakan takut jika harus tidur di tempat yang sangat luas seperti ini.
Sedari kecil, Jingga tidak pernah sendirian, jadi wajar jika saat ini dirinya merasakan sangat ketakukan jika berada di ruangan sepi.
"Sudahlah aku harus menghilangkan pikiran takut. Aku harus bekerja agar ketakutan itu segera pergi dari pikiranku." Jingga mengambil sebuah kertas dan mulai mendesain.
Butik Jingga memang tidak terkenal namun dengan segala usaha dan doa Jingga dan Adisty, membuat butik mereka bisa menghasilkan banyak uang, terlebih lagi bisa membayar karyawan yang ikut bekerja dengan mereka.
Tepat jam 12 malam, Jingga masih terjaga dengan berperang dengan pensil dan buku gambarnya. Rasa mengantuk kini tidak di alami oleh Jingga. Ya, bagaimana tidak, dari umur 10 tahun Jingga berada di panti asuhan dan setelah beberapa tahun kemudian dirinya harus tidur di apartemen mewah yang kamarnya saja seluas panti asuhan, pastinya, Jingga harus kembali beradaptasi dengan lingkungan barunya.
"Sudah jam 12 yah? Kalau aku tidak tidur bisa-bisa aku kesiangan besok," ucap Jingga.
Namun disaat Jingga sedang terdiam, suara perutnya terdengar begitu nyaring.
"Laper! Oh iya, tadi kan masih ada daging semur, apa aku makan lagi yah? Tapi kan aku mau diet! Ah .seharusnya aku tidak memikirkan itu, yang penting aku bisa kenyang." Jingga langsung berjalan menuju pintu kamarnya, dengan perlahan Jingga mengeluarkan kepalanya dan tampak masih terdengar suara film olehnya.
'Dia belum tidur?' batin Jingga saat melihat Arseno tengah asyik menatap TV besar miliknya.
Ketakutan Jingga pun hilang seketika saat melihat Arseno masih ada disana. Dengan gaya santainya, Jingga berjalan menuju ke dapur tanpa memperdulikan tatapan yang di ciptakan oleh Arseno.
Jingga pergi ke meja makan dan melihat jika mangkuk yang berisi daging semur miliknya kini sudah habis tak tersisa. Setelah makan malam, Jingga memang langsung ke kamarnya dan tidak keluar sama sekali.
Jingga langsung mengerutkan dahinya seolah mempertanyakan semur daging miliknya yang tiba-tiba menghilang.
'Dimana daging semurku? Apa kucing? Ah tidak, mana mungkin ada kucing,' batin Jingga.
Jingga langsung melihat ke arah Arseno, Arseno yang melihat Jingga menatap dirinya dengan lekat langsung mengalihkan pandangannya.
"Uhuk, sepertinya ada kucing di apartemen ini, buktinya 5 potong daging saya hilang. Tuan Arseno apa anda melihatnya? Soalnya tidak mungkin kan jika Tuan Arseno yang mengambilnya, bukankah Tuan Arseno takut dengan makanan yang saya buat," sindir Jingga.
'Sial, kenapa dia harus ke dapur malam-malam begini,' batin Arseno.
Arseno menghela nafasnya dengan perlahan. "Maaf, tadi saya lapar, buat lagi saja, beres kan?" ketus Arseno.
Jingga tersenyum kecil melihat ucapan Arseno yang seperti ketahuan telah memakan semur buatan Jingga.
"Saya mau mie instan, apa anda mau? Jangan sampai anda mengambil mie instan saya," tawar Jingga.
"Buatkan untuk saya!" jawab Arseno.
Jingga langsung membuatkan 2 bungkus mie instan, sementara Arseno menatap punggung Jingga yang sangat lincah di dalam urusan dapur.
Arseno memijit kepalanya yang terasa pusing.
'Aneh rasanya ada seorang wanita disini, dengan Selva saja saya tidak pernah berduaan sampai selarut ini. Tapi tidak bisa di pungkiri jika tubuh Jingga sangat seksi meskipun tidak menggoda seperti Selva. Bukankah saya bodoh sudah menyia-nyiakan tubuh istri saya? Ah, Arseno, kalian hanya menikah 1 tahun, lagi pula jika Jingga sampai hamil kemungkinan kamu tidak bisa lepas dari dia,' batin Arseno.
Tak menunggu lama, kini mie instan sudah siap. Jingga langsung membawa dua mangkok mie instan beserta topping sayur dan telur di atasnya ke meja makan.
"Tuan Arseno, ini mienya sudah masak, ayo makan," ajak Jingga.
Tanpa menjawab, Arseno pun berjalan menuju ke meja makan dan langsung menyantap mie instan yang masih hangat.
Tepat sekali, diluar hujan lebat hingga menyantap mie instan yang sangat panas adalah suatu hal yang sangat nikmat.
"Kenapa kamu belum tidur? Ini sudah jam 12 malam!" ujar Arseno.
"Saya habis desain baju, lagipula saya juga tidak bisa tidur."
"Kenapa?"
"Mungkin masih adaptasi dengan apartemen ini, Tuan Arseno. Selama ini saya hidup di panti dengan keramaian, dan disaat saya ke apartemen ini yang hanya di huni oleh kita berdua rasanya ada yang aneh."
"Kamu takut?" tanya Arseno tepat sasaran.
Jingga terdiam, seolah apa yang ditanyakan oleh Arseno adalah sebuah kebenaran. Namun, dirinya tidak bisa mengatakan semuanya, Jingga takut jadi bahan ejekan Arseno karena ketakutannya.
"Tidak." Jingga hanya menjawab dengan santai. Maksudnya, berpura-pura santai.
Namun Arseno bukan orang sembarangan, tentu Arseno bisa melihat seseorang yang sedang berkata berbohong atau tidak.
'Kau pikir kau seorang ahli? Menutupi sebuah kebohongan saja kamu tidak benar,' batin Arseno.
"Baguslah jika kamu tidak takut, karena apartemen ini sedikit aneh tepat jam 2 malam. Sering terdengar suara-suara yang membuat kita takut. Tapi, saya rasa kamu bukan wanita penakut jadi saya tidak perlu mengkhawatirkan kamu," ucap Arseno yang berbohong kepada Jingga.
Namun, Jingga tidak sehebat Arseno. Ucapan Arseno tentu saja langsung dipercayai Jingga dengan begitu saja.
"Benarkah? Oh, hm, tidak apa-apa, hm maksudnya saya tidak takut," jawab gugup Jingga.
Arseno tersenyum tipis seperti berhasil membuat Jingga sangat ketakutan.
"Baguslah," jawab Arseno.
'Suara aneh? Ya Tuhan bagaimana ini? Sepertinya besok aku harus ajak Adisty untuk tidur disini. Terserah jika Tuan Arseno akan marah atau tidak,' batin Jingga.
Bersambung...