"Jadi, sekarang aku berperan jadi Nona Arseno Keane? Ah, rasanya aneh sekali, aku lebih suka tinggal di panti asuhan meskipun tidak sebesar ini namun disana sangat ramai oleh anak-anak," ucap Jingga.
"Sudahlah, aku rasa aku butuh menenangkan pikiranku." Jingga langsung berlalu masuk ke dalam apartemen yang baru beberapa jam menjadi miliknya.
Namun, saat berada di dalam apartemen, Jingga sangat kesulitan untuk mengetahui kamar yang akan di tempati. Seketika dirinya melihat sebuah pintu yang berada di dekat dapur, Jingga langung mendekati pintu dan membukanya secara perlahan.
"Apa ini kamarku?" batin Jingga saat melihat ruangan tersebut sangat lengkap ada kasur, meja dan lemari.
"Iya, apa lagi Jingga. Ini adalah kamar kamu, tidak mungkin pula kamu sekamar dengan Tuan Arseno. Kalian sudah punya kesepakatan bukan?" ucap Jingga menyadarkan dirinya sendiri.
"Oke. Aku akan beristirahat disini," Jingga langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur yang kini dia anggap menjadi miliknya.
***
Malam harinya, Jingga sama sekali tidak keluar dari kamarnya setelah masuk ke dalam kamar sedari tadi. Jingga juga tidak tahu apakah Arseno sudah pulang atau belum karena sampai jam 7 malam Arseno tidak juga mencari dirinya.
Jingga langsung pergi ke dapur, dirinya berniat memasak sesuatu untuk dimakan oleh dirinya. Namun saat Jingga keluar, Jingga tidak melihat siapapun ada disana, ketakutan kini mulai melanda dirinya.
"Bisa-bisanya Tuan Arseno tinggal sendirian disini," ucap Jingga.
"Ah tidak, Selva pasti sering kesini dan menemani malamnya Tuan Arseno," ucap Jingga lagi.
Jingga langsung mengambil alat tempur untuk memasak, beruntungnya di kulkas Arseno sangat lengkap dengan bahan makanan yang Jingga inginkan. Tak menunggu lama, 30 menit berlalu kini makanan sudah siap terhidang.
"Semur daging sudah jadi," ucapnya mengangkat sebuah mangkuk berukuran kecil.
Biasanya saat Jingga baru selesai masak dan mengangkat masakannya, semua anak panti asuhan pastinya mengelilingi dirinya dan seolah meminta bagian daging semur untuk mereka.
Sayangnya, itu hanya kenangan, karena malam ini tidak ada anak-anak panti yang mengelilingi dirinya, padahal menu semur daging adalah menu favorit di panti.
Jika awal bulan, Jingga selalu memasak daging agar anak-anak panti tidak kekurangan kandungan vitamin yang ada pada daging sapi walaupun Jingga tau harga daging sapi tidaklah murah namun dirinya selalu berusaha membeli daging dari uang pribadinya.
"Aku lupa, jika daging ini akan aku makan sendirian," ucap Jingga.
"Kau masak apa?" tanya seseorang yang berhasil mengejutkan Jingga.
Jingga langsung memutar tubuhnya dan melihat Arseno berdiri di dekatnya dengan berpakaian baju kaos biasa. Jingga bisa menebak jika Arseno baru selesai mandi, itu artinya dia sudah pulang sedari tadi.
"Semur daging, anda mau?" tanya Jingga.
"Tidak, saya sudah makan, lagipula saya tidak tahu apa yang kamu masak ini steril apa tidak, kau jelas tau jika perut saya sangat sensitif saat makan dari tangan orang seperti kamu," ucap Arseno yang langsung meninggalkan Jingga yang sedang berdiri kaku.
'Apa maksudnya steril atau tidak? Aku bahkan sering memasak makanan untuk puluhan anak-anak dan tidak pernah ada yang sakit perut karena tidak steril,' batin Jingga.
Jingga menghela nafasnya perlahan, seolah membiarkan semuanya berlalu.
'Sabar Jingga, hanya 1 tahun kok setelah itu kamu bisa bebas dari pria kasar ini,' batin Jingga.
Jingga menatap punggung Arseno yang merebahkan tubuhnya di sofa, dirinya kini sedang membuka televisi untuk melihat film action yang sepertinya sangat dia sukai.
Sementara Jingga tidak memperdulikan pria yang berstatus suaminya. Jingga kini tengah asyik menyantap semur daging yang dia buat. Kelezatannya pun tidak perlu diragukan lagi, sesekali Arseno menatap Jingga yang sedang asyik memakan semur daging tanpa memperlihatkan ketakutannya akan tubuhnya menjadi membesar. Berbeda sekali dengan Selva yang selalu menjaga tubuhnya.
30 menit Jingga makan hingga nasinya sudah habis, namun terlihat masih ada 5 potong daging semur yang tersisa. Dirinya benar-benar tidak mampu untuk menghabiskannya.
Jingga langsung mencuci piring bekas dirinya makan dan langsung kembali ke kamarnya tanpa menghiraukan Arseno.
Namun, Arseno menangkap jelas jika istrinya kini berjalan menuju kamar di dekat dapur yang tak lain itu adalah kamar pelayan mansion keluarga Keane yang sering datang ke apartemen Arseno untuk membersihkan apartemen.
"Jingga," panggil Arseno.
Langkah Jingga pun terhenti dan langsung menatap Arseno yang memanggilnya. Arseno berjalan mendekati dirinya, dan melihat ke dalam kamar pelayan.
"Kamu kenapa disini?" tanya Arseno.
"Kenapa? Ini kamar saya kan, Tuan? Tidak mungkin pula kita satu kamar," jawab Jingga.
Arseno menghela nafasnya dengan perlahan.
"Jingga siapa yang ingin kita satu kamar, lagi pula saya tidak berniat untuk menyentuh kamu. Tapi ini adalah kamar pelayan mansion yang sering datang kesini, kalau kamu disini dan Mama mengetahuinya, saya bisa dimarahi oleh Mama," ucap Arseno.
"Lalu saya harus tidur dimana Tuan?" tanya Jingga.
"Kau pikir apartemen saya serendah itu hanya memiliki 2 kamar?" ketus Arseno.
Jingga hanya terdiam. Jingga memang tidak sempat berkeliling di apartemen Arseno hingga dirinya benar-benar tidak tau ruangan yang ada disini.
"Maaf Tuan, saya tidak tahu," jawab Jingga.
"Kamu sudah besar, haruskah saya memberitahu ada berapa kamar disini? Kenapa kamu tidak mencari tahu sendiri?" ketus Arseno lagi.
"Maaf, Tuan. Tadi saya langsung ke kamar soalnya saya sangat lelah," jawab Jingga.
Arseno hanya menghela nafasnya dengan perlahan.
"Jingga cepat bereskan barang kamu dan pindah ke kamar itu!" Arseno menunjukkan sebuah kamar yang tertutup.
"B-baik Tuan Arseno," jawab gugup Jingga.
"Dan kamu harus tau kalau disini ada 1 kamar utama yang ada di atas, pastinya itu adalah kamar saya. Kamar yang akan di tempati kamu adalah kamar tamu, kamu bisa disana selama pernikahan kita, dan juga kamar kecil ini adalah kamar pelayan yang sesekali datang kesini. Mengerti!" jelas Arseno.
"Mengerti, Tuan Arseno. Saya akan mengambil pakaian saya dulu, permisi." Jingga langsung masuk ke kamar pelayan dan segera mengambil kopernya yang sedari tadi dia bawa.
Arseno hanya melihat Jingga yang sedang berjalan ke ruangan yang sudah di tunjuk oleh Arseno.
Arseno langsung membuka pintu kamar untuk Jingga, namun saat Arseno membuka kamar tersebut, Jingga kembali terkejut melihat isi kamar yang begitu mewah baginya.
"Kamu tenang saja, pakaian, sepatu, tas dan perlengkapan semuanya sudah tersedia disini. Mama membelikannya untuk kamu," ucap Arseno.
"Apa? Pakaian? Anda tahu kan saya punya butik bagaimana bisa saya memakai pakaian yang bukan dari butik saya," ucap Jingga.
"Tenanglah, sebagaian dari baju itu adalah baju dari butik kamu dan sebagian lagi dari merek terkenal, kamu pasti tau siapa identitas kamu sekarang, bukan? Seorang istri dari Arseno Keane, tidak mungkin kamu memakai pakaian yang mereknya tidak terkenal," sindir Arseno.
Bersambung...