Tak terasa sudah sebulan gue tinggal di rumah baru gue. Yep ... seminggu setelah pembagian harta warisan, Kakek Suryo menghilang tanpa jejak tanpa ada yang mengetahui kemana, bahkan asistennya Samuel yang tahu apapun termasuk pak pengacara tidak ada yang tahu kemana dia. Gue bingung sebenarnya kenapa dan ada apa dengan Kakek Suryo. Pertama ia mengatakan sakit sehingga dia mengatakan tak akan lama lagi akan pergi. Pergi kemana ? meninggalkah atau beneran pergi tak kembali ? dan itu sampai sekarang masih gue pikirkan.
Gue pun memberi tahu mba Adirana tentang semua yang terjadi termasuk juga warisan yang gue peroleh.
"And, lo tuh beruntung! jadi mamfaatkan semua warisan itu dengan baik! mba senang pada akhirnya lo punya modal untuk berusaha dan itu adalah masa depan lo sendiri! mba tidak meminta apapun dari lo, karena apa yang mba dapat, sudah cukup bagi mba! mba punya suami yang baik, anak-anak yang sehat dan pintar !" nasehat mba Adriana. Walau begitu gue ingin memberikan sedikit terima kasih atas semua yang dilakukan mba Adriana dan bang Johan.
"Mba gue tahu, semua kebaikan mba dan bang Johan dengan merawat gue dan menyekolahkan sampai lulus kuliah, bahkan bela-belain kerja sambilan untuk menjaga hidup kita setelah ayah dan ibu tidak ada termasuk berat! ini memang tidak banyak hanya sekedar buat jajan saja, karena kalau dihitung semua pengorbanan kalian berdua buat gue lebih dari sekedar materi serta tidak dinilai dengan uang! mungkin ini buat keponakan om saja ya !" ucap gue sambil memberikan uang sebesar 100 juta kepada mba dan keluarganya.
"Baiklah, mba terima semuanya ya !" jawab mba Adriana tersenyum, sambil mengambil uang 100 juta.
"Kalau ada apa-apa mba dan ada masalah tinggal bilang ya ?" ujar gue.
"Sip, tuan besar !" ucap mba Adriana tertawa dan semua pun ikut tertawa.
Tentu saja, gue berhenti dari Cafe tempat gue bekerja selama ini dan ternyata gosip pembicaraan dengan kakek Suryo tempo hari terdengar dan menjadi viral. Mereka menyindir dan sebagainya.
"Udah dong, kalian iri ya ?" ujar Dewi sahabat gue yang selalu membela kapan pun terjadi masalah.
"Dih, cuman bercanda kali !" ujar yang lain.
"Rezeki orang itu tak ada yang tahu, itu rahasia yang di atas !" jawab Dewi bijak, makin love aja sama dia.
"Dew, terima kasih ya atas semua bantuan lo sama gue selama ini! gue tak akan lupa sama lo sampai kapan pun !" ucap gue sama dia.
"Udah deh, kita berteman dan bersahabat bukan baru kali ini juga kali tapi sejak kuliah !" jawabnya, ya betul karena dia, gue bisa bekerja di Cafe.
"Oh iya, gue udah trsnsfer ke rekening lo hutang gue selama ini !" ujar gue.
"Yaelah And, hutang tak seberapa aja lo perhitungin !" katanya.
"Ya walau sedikit atau banyak, hutang adalah hutang dew !" ujar gue.
"Ya sudah terserah lo deh !" jawabnya. Tentu saja gue juga bayar hutang kepada orang lain.
------------------
Beberapa waktu kemudian Dewi menelpon gue, dia terkejut dengan apa yang ditemukan di dalam tabungannya.
"And, lo apa-apan sih! ini maksudnya apa? hutang lo tak sebanyak ini ?" tanyanya.
"Gue tahu, tapi lo pernah cerita ke gue pengen usaha dan membuat rencana naik haji ortu lo kan !" jawab gue.
"Tapi ini terlalu banyak, bagaimana gue bisa membayarnya !" ucapnya.
"Astaga Dew, itu bukan pinjaman atau hutang! tapi memang gue ingin memberi lo itu secara iklas !" jawab gue.
"Terima kasih banget Andrian lo emang baik !" ucapnya.
"Sama-sama Dew lo juga, semoga manfaat buat lo !" ujar gue.
"iya lo juga ya !" terdengar isakan tangis bahagia dari Dewi.
Setelah itu gue terbang ke Surabaya menemui bang Johan, dia terkejut tapi menolak uang dari gue. Bang Johan hanya memberikan nasehat saja.
"Jadi kamu dapet hotel dan rumah saja ?" tanya bang Johan.
"Engga sih bang, saham dan harta benda juga !" jawab gue.
"Syukurlah, lo jangan buat foya-foya duit itu !" nasehatnya sama dengan mba Andriana.
"Lalu hotelnya berapa biji ?" tanya bang Johan.
"Cuman satu bang Hotel The Luna di Bali !" jawab gue.
"Hotel The Luna ?" ujar bang Johan dan istrinya saling pandang.
"Emang, kenapa bang ?" gue terkejut,
"Andrian, kamu belum tahu ya? Hotel The Luna itu proyek mangkrak selama lebih 10 tahun !" jawab istri bang Johan, gua tertegun.
"Betul, banyak yang tertarik untuk membeli dan menyelesaikannya tapi tidak pernah ada yang berani atau mampu !" jelas bang Johan.
"Kok kamu mau menerima warisan itu sih ?" tanya bang Johan.
"Kan Andrian engga tahu mas !" jawab istrinya.
"Iya bang, pantes aja yang lain lega aku dapet warisan itu !" ujar gue kini mengerti.
"Tapi bang, gue sudah janji sama kakek akan menerima apapun itu !" jawab gue.
"Ya sudah, pake uang itu buat membangun kembali Hotel The Luna !" ujar bang Johan.
"Itu ... eh iya bang !" gue tidak jadi memberitahu bang Johan tentang gudang harta di sana.
------------------
Pagi itu gue bangun, dan sempat terdiam di tempat tidur karena belum terbiasa dengan segalanya disini, kamar gue disini dan di rumah mba gue sama sih yang membedakan hanya luasnya dan ini rumah gue sendiri bukan rumah orang lain. Gue bangun dan menuju kamar mandi yang sama luasnya. Ada Shower yang cukup lega, bathtube bukan lagi lonjong tapi kotak yang tersedia buat jacuzi serta air terjun kecil di pinggirnya.
Semua peralatan mandi khusus dibuat sendiri untuk rumah ini, seperti di hotel mewah saja. Perlengkapan mikeup gue juga bawa toh tinggal sedikit lagi. Handuk pun sangat lembut sekali, lengkap dengan kimononya. Selesai mandi gue ke lemari pakaian yang berjejer sebanyak 6 pintu dan laci. Ada khusus buat kemeja kerja, biasa, pakaian formal, baju kaos, kaos dalam, celana dalam, celana jeans dsb. Gue menatap cermin, dalam waktu singkat ada perubahan besar dalam diri gue.
Gue pun turun ke bawah untuk sarapan, sebenarnya bisa di pesan seperti di hotel apa pun keinginan gue, tapi sudah terbiasa makan pagi di meja makan. Gue memakai lift ternyata ada lima lantai disini ! serius, lantai dasar menuju garasi, lantai satu, lantai dua kamar, lantai 3 pusat hiburan ada bioskop, perpustakaan dan bar kecil, lantai 4 ada fitness pribadi, lengkap dengan kolam renang indoor yang bisa digunakan kapanpun, berbeda dengan di bawah disini suhunya bisa diatur sesuka kita. Dan yang terakhir rooftop tempat santai buat panggangan atau party. Memang tidak terlihat di luar padahal besar, tinggi dan luas.
"Pagi tuan muda !" sapa Samuel yang kemudian mengambil koper milik gue dan diserahkan ke sopir untuk disimpan di bagasi mobil.
"Pagi Samuel, oh ya sudah ada kabar ?" tanya gue, yang sudah mulai terbiasa dengan kehidupan baru.
"Belum tuan !" ucapnya singkat. Dia menarik kursi untuk gue dan gue pun duduk, ia membereskan peralatan makan dan memberikannya ke pelayan wanita.
"Mau Teh, kopi ?" tanya Samuel menawarkan minuman.
"Orange jus saja !" jawab gue diluar pertanyaan Samuel, ia mengangguk dan memberi tanda kepada pelayan. Tak lama makanan tiba, ternyata itu nasi goreng yang membedakan di rumah mba disini disajikan persis di hotel. Sendok, garpu dan pisau lengkap tersaji di meja. Air putih dan orange jus gue datang.
"Selamat makan tuan muda !" ucapnya.
"Terima kasih, Samuel !" ia mengangguk dan pergi.
Bersambung ....