•note: cukup tau tanam dalam diri, gak usah ku ganggu kamu lagi... Ku tak mau lagi, tak mau lagi bersama mu kasih~~
Semenjak kejadian di lapangan yang sempat viral sehari itu, Doni dan Caca sudah mengibarkan bendera perang. Keduanya bermusuhan dengan alasan konyol itu.
Kekanak-kanakan memang tapi ini lah masa SMA, kapan lagi bisa merasakan hal itu selain di masa sekolah? Kan supaya ada bekal untuk diceritakan pada anak cucu nantinya.
"Lo kenapa sih Ca? Dari tadi sinis mulu lihat meja pojok," tegur Wendy yang jengah pada Caca yang nggak bisa santai, dikit-dikit menoleh sinis kebelakang, dikit-dikit mencibir dan dikit-dikit nanti bisa Wendy jewer telinga Caca!
"Kamu nggak lihat mereka? Apalagi si Doni itu? Dih laki kok baperan!"
Huft! Wendy menghela nafas, "dia nggak bakal baperan kalau Lo nggak berlebihan kayak gini Ca,"
Berlebihan Caca berlebihan? Oh enggak lah! Doni nya aja yang baperan!
"Aku nggak berlebihan! Dia_"
"Diem! Malas gue sama Lo Ca, dari pergi sekolah sampai istirahat pun masih celoteh nggak ada manfaatnya Lo tentang Doni, awas nanti suka!"
"Ih sorry! Tipe gue bukan cowok kayak gitu, Anka is only in my heart,"
Wendy memutar bola matanya malas, percuma ya buang-buang tenaga aja nasehatin Caca. Nggak bakal di denger!
"Terserah Lo lah Ca, gue malas!"
Berbeda dengan tiga laki-laki yang baru keluar dari kelas setelah bergulat dengan tugas yang hanya diberikan guru untuk mereka bertiga saja.
Kenapa? Karena mereka sering bolos dan tidak pernah mengerjakan pr dari guru tersebut.
"Anjay! Keram tangan gue," Galih menatap telapak tangannya lalu membunyikan satu persatu jari tangannya.
"Gilak ya, kita di kasih tugas sebanyak itu dan untungnya udah kelar!" ujarnya lagi.
Sedangkan Kelvin dan Anka berjalan dengan cool seraya memasukan kedua tangannya di kocek celana abu-abu mereka. Tidak ada keluhan sama sekali seperti yang dilakukan Galih.
Saat ingin ke kantin belakang, Anka melihat seorang gadis yang selalu dari dulu mengisi hatinya. Dia di koridor seberang tengah berbicara dengan seorang laki-laki yang beralmeter OSIS.
Galih yang peka langsung melihat arah pandang temannya yang satu ini. Bibirnya melengkung ke atas sedikit.
"Sakit ya, lihat orang yang kita cintai nyaman sama yang lain," sindirnya.
Disindir, Anka menatap Galih tajam, tidak bisa kah curut ini diam saja? Selalu heboh sendiri.
Kelvin ikut tersenyum tipis, "sakit lah, apalagi perjuangan seseorang yang selalu kita tolak, pasti hatinya lebih teriris,"
Muak? Jengah? Malas? Kesal? Geram? Bosan? Anka melangkah cepat meninggalkan kedua teman bangsatnya itu. Kenapa sih selalu membela Caca yang berisik itu? Apa istimewanya dia? Pikir Anka.
Galih dan Kelvin ber tos ria, "mantap bro! Kayaknya kita emang harus sindir dia terus,"
"Ca, nanti pulang sekolah gue nggak bisa anterin Lo balik ya, soalnya gue harus kumpul ekskul cheers," ujar Wendy memberitahu agar tidak membuat Caca menunggu lama nanti.
Caca mengangguk, gadis itu baru selesai makan baksonya yang ke empat mangkuk. Hebat bukan?
"Nggak papa, nanti aku coba minta Anka anter, siapa tau dia mau,"
"Yakin Ca? Dia kan nggak suka sama Lo,"
Caca menatap Wendy malas, tidak bisakah temannya itu mendoakan yang terbaik untuknya?
"Bener kan? Emang pernah Lo diantar atau di jemput Anka? Enggak kan?"
Benar sih yang dikatakan Wendy, mana pernah Anka mau jemput dan antar Caca pulang atau pergi sekolah.
"Iya sih, tapi doain aja supaya dia mau,"
"Amin..."
Sepulang sekolah, seluruh ekskul di minta untuk berkumpul di ruangan ekskul masing-masing, tidak terkecuali untuk ekskul batminton yang tidak ada mengadakan pertemuan sama sekali dengan pelatihnya dikarenakan pelatihnya tidak sempat untuk hadir.
Caca duduk sendiri di tangga menuju parkiran, gadis itu menyesal tidak pernah mau belajar motor ataupun mobil. Kenapa? Karena saking takutnya itu loh.
"Semua siswa pada belum pulang, mau naik angkot nanti nggak tahu turunnya dimana nanti,"
Mari kita tertawakan Caca bareng-bareng.
"Minta jemput papa sama mama mana sempat, mereka sibuk banget, minta supir? Kuota hape habis tadi,"
Miris, tidak ada yang bisa Caca lakukan selain menopang dagunya di tangga itu sambil menggerutu kebingungan pulang dengan siapa nanti. Jalan kaki? Jauh banget ya ampun, mana sore hari banyak polusi, hadeh...
Menunggu Wendy? Jangan deh! Tuh cewek pasti pulangnya malam apalagi tak lama lagi akan ada pertandingan basket antar sekolah dan sebagai anak cheers pasti akan berlatih untuk opening dan penutupan pertandingan basket itu.
Anka? Memikirkannya saja mustahil jika laki-laki itu mau, Galih? Kelvin? Ya nggak mau lah! Kan mereka temannya Anka, ya kali.
Tapi kalau Caca mau sih oke-oke aja kedua cowok itu, tapi dikarenakan Caca nya selalu berpikiran 'ingin menjaga hati Anka ' jadinya nggak mau.
"Mau pulang sama siapa ya? Aku bingung!" decaknya kesal.
Karena mengingat hari sudah mulai malam dan tidak ada tanda-tanda para siswa-siswi yang kumpul ekskul belum bubar, Caca memilih pulang berjalan kaki saja, persetan jika besok dia nggak bisa bangun disebabkan kakinya keram.
Disepanjang trotoar jalan, gadis tersebut bersenandung pelan menyanyikan sebuah lagu melow yang begitu enak di nyanyikan apalagi ditambah suasana sore hari yang cerah.
"Bukan tak percaya diri, tapi aku tahu diri~~ biarkan ku memeluk mu tanpa memeluk mu, mengagumimu dari jauh~~"
Brum! Brum! Brum! Brum!
Beberapa motor besar melewati Caca begitu saja di jalan raya, mereka adalah anak-anak SMA Rajawali yang mungkin baru saja selesai dengan pertemuan mereka.
Selain anak Basket yang terkenal di SMA Rajawali, anak Futsal juga tak kalah hits apalagi di dalamnya ada tiga the most wanted.
Ya, yang melewati Caca tadi itu anak-anak Futsal. Gadis itu hanya bisa cemberut karena tidak bisa memanggil Anka dan teman-temannya yang melewatinya begitu saja.
"Bener kata Wendy, mana mau Anka pulang bareng aku," lirihnya pelan.
Langkahnya begitu kecil, entah sampai kapan Caca tiba di rumahnya. Hari sudah mulai gelap.
"Mudah-mudahan ingat jalan pulang," gumamnya lagi. Caca itu nggak bodoh, cuma pelupa aja.
Lain halnya dengan Anka, Galih dan Kelvin yang baru saja sampai di markas geng mereka.
Ketiganya masuk dan bertemu sang ketua gengnya.
"Bang!" sapa mereka.
"Oi! Kalian kok lambat?" tanya laki-laki itu.
"Ada kumpul ekskul tadi, nggak bisa tinggal," jawab Galih lalu duduk di sofa dan di susul oleh Anka dan Kelvin.
"Gue aja nggak kumpul elah!"
"Lo sih bang legend! Udah kelas 12 juga," sahut Kelvin mendengus.
"Haha... Iya sih,"
Putra, ketua geng PASJI ( Pasukan Rajawali ). Dia adalah ketua yang ke 8. PASJI berdiri sudah delapan tahun lamanya dan setiap pergantian ketua itu saat sang ketua yang lama sudah lulus dari SMA.
Mereka berjumlah 80 orang, tapi dari banyaknya anggota yang aktif ngumpul dan balapan cuma ada 50 orang saja, sisanya numpang nama doang.