•note: hidup itu bukan siapa yang menjadi pemenang, tapi siapa yang telah berjuang dengan tulus dan ikhlas. Mungkin dia akan menjadi pemenang dalam hati mu, tapi dia tidak mengenal perjuangan yang seperti aku lakukan. Singkatnya begini, kamu menolak aku dengan keras dan menerima dia dengan lemah lembut.
"Mau apa lagi?" tanya Anka jengah melihat seorang gadis yang berdiri di hadapannya dengan cengiran khasnya.
*Ini, aku bawa bekel untuk kamu," sodornya memberikan bekal yang di buatnya dengan susah payah dan penuh cinta.
"Nggak!" tepis Anka menolak pemberian Caca untuknya, ini adalah kesekian kalinya Anka menolak apa yang di berikan Caca untuknya.
Gadis itu menghela nafas, "kamu kenapa sih nggak mau terima pemberian aku? Padahal aku ikhlas loh buatin kamu,"
Tidak ada jawaban dari Galaksi, laki-laki itu memalingkan wajahnya kemudian sibuk melihat seorang gadis yang lagi main bola basket di lapangan bersama teman-temannya dari dalam kelas.
"Aku emang nggak sekeren, Nabila, tapi aku nggak bakal ninggalin kamu kayak dia, An," ucap Caca pelan namun dapat di dengar oleh Anka dan membuat cowok itu juga menoleh cepat.
"Maksud Lo apa?!" ketusnya.
Caca menggeleng cepat, gadis itu memundurkan langkahnya selangkah. Anka berdiri membuat kursinya berdecit karena tergeser.
"Kalau bukan karena kepercayaan, mungkin gue dan dia nggak akan putus!" ucap Anka tanpa perasaan di depan wajah Caca langsung.
Caca menunduk takut, nyalinya ciut, ia tak berani menatap wajah Anka yang menyeramkan ketika marah.
"Sekarang Lo pergi dari kelas gue, atau Lo bakal gue lempar pakai kursi!" usir Anka mengancam. Jangan main-main jika laki-laki itu sedang marah, dia tidak akan pandang bulu, baik perempuan atau laki-laki, akan dia bantai jika perlu di bantai.
Gadis itu memeluk bekal yang dia bawa tadi lalu berlari keluar kelas dengan cepat. Biarlah bekal ini tidak di terima dan di makan lagi, asalkan nyawanya selamat.
Brugh!
"ADUH!" Caca terjatuh, gadis itu menabrak seseorang yang bertubuh tinggi dan besar di hadapannya sampai tersungkur dengan bokongnya yang mencium kubin, bahkan bekal yang dia bawa tadi hancur bertaburan.
"Mata di pake elah!" kata orang itu santai, tidak ada niat membantu, malahan melihat kedua tangannya di dada sambil melihat Caca yang masih terduduk di lantai koridor.
"DONI! LO RESEK BANGET SIH?!" pekik Caca lalu berdiri lalu mendorong dada laki-laki itu hingga sedikit mundur kebelakang, hanya sedikit, sebab tenaga Caca tidak sebanding dengannya.
"Dih nyalahin gue, lo yang salah nabrak gue,"jawabnya lagi kemudian menepis-nepis seragam di bagian dadanya karena tadi di dorong oleh gadis pendek di depannya itu.
"Lo yang ngalangin jalan gue! Jadi Lo yang salah!" balas Caca tidak mau kalah, enak aja si Doni ini. Masa nggak mau ngalah sama cewek dikit, laki apa laki?!
Doni berdecak, laki-laki tampan itu melewati Caca begitu saja tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Karena berbicara dan berdebat dengan Caca membuang-buang waktu baginya. Jadi tunggu gabut aja baru berdebat.
"DASAR DONI JELEK!" karena kesal, Caca berteriak kencang dan ternyata benar saja dugaannya. Langkah Doni terhenti dan kepalanya menoleh ke belakang.
"Lo yang jelek! Udah jelek dekil lagi! Ngaca! Mana mau Anka sama Lo yang kayak gitu!" balasnya mengejek Caca kemudian melanjutkan langkahnya pergi.
Caca terdiam, gadis itu melihat bekalnya yang sudah hancur di lantai, nasi bertaburan di mana-mana.
*Untuk kesekian kalinya, bekal aku di tolak dan terbuang sia-sia kayak gini," helanya nafas panjang dan pasrah lalu pergi meninggalkan bekalnya tanpa niat untuk membersihkannya.
Sepulang sekolah, Caca sediri duduk di tangga paling bawah. Siswa-siswi melewatinya begitu saja karena tangga yang ia duduki itu adalah tangga menuju parkiran.
"Ngapain Lo duduk, disini? Ngamen?" ejek seseorang dari belakang, dan saat Caca menoleh, dia mendapati Galih yang lagi tersenyum remeh menatapnya.
"Lo lagi, Lo lagi, kenapa sih selalu ada di sekitar gue?! Sana pulang! Ganggu banget!" decak Caca lalu menopang dagunya memperhatikan dari jauh Anka dan kedua temannya yang lagi asik bercanda di parkiran.
"Makanya cakep dikit! Biar di lirik sama Anka, Lo tahu seleranya aja Nabila, cewek tercakep dan Ter famous di SMA Rajawali. Mana pintar lagi," puji Doni yang entah kapan sudah duduk di sebelah Caca.
Gadis itu berdecak, "Lo pergi deh! " usirnya.
"galak amat, neng. Lo cantik sih, tapi sayang... Rata dan nggak berbodi! Cuma cowok bodoh dan picek matanya yang suka sama Lo," kekeh Doni semakin mengejek Caca.
Mata cowok itu melihat Caca dari samping, matanya bergerak melihat dari atas sampai bawah.
"Rambut ga tapi, baju kusut kebesaran, kaos kaki panjang sebelah, nggak wangi! Ih! Ilfill banget gue, ewww!!" Doni beranjak dari duduknya lalu menunjuk Caca dengan jari telunjuknya.
"Jelek! Dekil! Bau! Mending Lo sekolah aja gih di kolong jembatan!"
Perkataan Doni sangat menyakitkan hati Caca, gadis itu menunduk menatap sepatunya yang memang bermerek namun sedikit berdebu.
"Anak orang kaya kok penampilan nya begini eww..."
Dan banyak lagi ejekkan dari Doni. Hingga dari jauh, Galih dan Kelvin menoleh ke arah tangga koridor.
"Woe! Itu Doni kan? Dia apain Caca?!" tunjuk Galih membuat perhatian Anka ikut terarah pada seorang gadis dan seorang laki-laki tampan di sana.
"Wah... Udah masuk bullying ini! Ayo kita bantai Doni!" ajak Galih menarik tangan Kelvin namun langsung di tahan oleh laki-laki itu.
"Jangan ikut campur, siapa tau mereka cuma bercanda aja," kata Kelvin santai.
"Bercanda apaan sih?! Lo lihat sana! Caca nya udah nahan nangis gitu!" kehebohan Galih membuat siswa-siswi yang lain menoleh kearah pandangnya juga.
Anka berdecak, cowok itu hendak memakai helm untuk pulang langsung di cegah oleh Galih dan diseret paksa oleh sahabatnya itu.
"Jelek! Uuuu jelek!!" ejek Doni terus menerus menjulurkan lidahnya.
"WOE!" teriak Galih.
Mendengar teriakan seseorang, mata Caca dan Doni menoleh secara bersamaan ke arah sumber suara.
Bugh!
Galih mendorong Doni hingga membuat cowok itu mundur beberapa langkah kebelakang.
"Lo ngapain bully anak orang?! Mau gue laporin Lo?! Huh?!" ancam Galih.
Doni berdecih lalu pergi dari sana. Kini hanya tinggal Galih, Anka dan Caca yang masih setia duduk di tangga.
"Ca, Lo nggak papa?" tanya Galih.
Caca menggeleng, "nggak papa kok,"
Anka masih stay di tempat sejak tadi, cowok itu memasukan tangannya di saku celananya. Ia ingin melihat betapa hebatnya gadis yang sedang duduk itu men-drama.
"Kenapa nggak pulang aja sih, Ca?" decak Galih lalu mengambil sapu tangan dari sakunya dan memberikannya pada Caca dan di sambut oleh gadis itu.
"Nggak ada yang jemput, jadi aku tunggu sampai ada yang jemput aja," jawabnya melihat sapu tangan pemberian Galih dengan tatapan kosong.
"Lo kan bisa pulang bareng gue atau Anka,"
Lagi-lagi Caca menggeleng, "nggak, makasih,"
Jawaban dari Caca membuat Anka sedikit kaget, perasaan kemarin-kemarin kalau di tawar seperti itu pasti dia akan jingkrak-jingkrak kesenangan.
"Tumben? Nggak kayak biasanya?"
Caca tersenyum tipis lalu mendongak menatap Galih dan Anka bergantian.
"Kenapa, Ca? Ada sesuatu yang buat Lo kayak gini? Doni ngomong aja aja?"
"Nggak ngomong apa-apa kok, selain ngomong fakta yang sebenarnya, oh ya ini. Aku kembaliin aja sapu tangan kamu, makasih ya," sodor Caca mengembalikan sapu tangan yang diberikan Galih tadi untuknya.
"Ca, Lo kenapa sih?"
Galih masih bingung dengan sikap Caca yang sangat berbeda dari biasanya. Jika biasanya Caca banyak omong dan petakilan, saat ini dia berbeda, Caca lebih kalem dan terlihat dingin.
Bukan hanya Galih yang merasakan perbedaan itu, tapi Anka juga.