Setelah mendapat suntikan dari dokter, Alana merasa sedikit lebih baik. Ken yang masih tetap setia di samping Alana menyuruh pelayan untuk membawakan makanan ke kamar.
Ken menyuapi Alana untuk pertama kalinya dan itu membuat hati Alana melonjak kegirangan, meski ia tidak tahu hal ini akan berlangsung lama atau tidak, tapi dia sangat menikmatinya sekarang.
Dalam hati Alana berharap, Ken akan memegang teguh perkatannya untuk pelan-pelan belajar mencintainya dan meninggalkan Viola.
"Kamu juga harus makan, aku tadi yang memasaknya."
"Benarkah?"
Alana mengangguk dengan senyum manis yang terulas di wajahnya.
"Baiklah, setelah ini aku akan turun dan makan semuanya."
Alana terkekeh, ia kemudian menyuruh Ken untuk berhenti menyuapinya karena tiba-tiba mual.
"Aku gendong kamu ke kamar mandi."
"Tidak perlu, aku masih bisa sendiri Ken."
Ken terlihat pasrah, Alana kemudian turun dari tempat tidur dibantu oleh Ken dan berlari ke kamar mandi, makan malamnya terbuang sia-sia.
Dia mendengus kesal setelahnya, namun ia kemudian berubah tersenyum di depan kaca sambil mengelus lembut perutnya.
"Apa kamu tidak ingin makan lagi? Aku bisa menyuapimu sekali lagi."
"Tidak Ken, aku masih sangat mual."
"Baiklah, kalau begitu aku turun sebentar untuk makan malam, istirahatlah!"
Alana mengangguk dengan senyum simpul di wajahnya, melihat Ken sudah benar-benar keluar dari Kamar, Alana tersenyum kegirangan, kalau ia tidak sadar sedang hamil pastilah ia akan melompat-lompat di atas tempat tidur karena terlalu senang.
Tak hentinya ia berterimakasih kepada Tuhan karena telah memberikan anak dalam rahimnya, ia kemudian mengelus kembali perutnya dengan penuh kasih sayang.
***
Ken menghela nafas lega saat ia keluar dari kamar, jujur ia ketakutan karena bingung harus berbuat apa sekarang, ia tidak mau ada orang tahu tentang kehamilan Alana, mungkin akan pengecualian terhadap Jordi.
Apalagi Alana baru saja menjadi manajernya, sepertinya ia harus memutar otak untuk tidak lagi memperkerjakan Alana, Alana harus di rumah dan menjaga kandungannya.
Di tengah lamunannya, Jordi menepuk pundaknya.
"Ah Jord, kamu membuatku kaget."
"Sorry, boleh aku makan bersamamu? Ada hal yang perlu aku bicarakan."
Ken hanya mengangguk dan mempersilahkan.
"Aku tadi melihat Dokter Yola ke sini, apa Alana separah itu?"
"Dia demam tinggi dan sangat pucat, aku yang memanggil Dokter Yola."
"Lalu bagaimana dia sekarang?"
Ken tak langsung menjawab, ia terlebih dulu melihat keadaan sekitar, dirasa tidak ada pelayan atau siapapun di ruang makan, Ken langsung menarik baju Jordi agar lebih dekat padanya.
"Alana hamil," bisik Ken.
Pupil Jordi seketika membesar.
"Kamu serius?"
Ken mengangguk frutasi.
"Aku bingung harus bagaimana Jord, aku masih sangat mencintai Viola, aku bahkan kemarin baru saja berjanji padanya akan segera menceraikan Alana dan kembali padanya."
Entah kenapa Jordi juga merasakan kegilaan yang sama terhadap Ken, tapi bagaimanapun dia akan tetap membuat Ken berpihak pada Alana.
"Bagaimanapun kamu harus bertanggung jawab pada kehamilan Alana, Ken."
"Aku tahu Jord, lalu Viola?"
"Dia hanya masa lalumu."
Ken mendengus kesal, nafsu makannya tiba-tiba hilang dan ia menyudahinya.
"Aku juga berpikir seperti itu, tapi itu akan sangat sulit buatku, you know me Jord, aku sangat mencintainya."
"Ya, aku tahu kamu sangat mencintai Viola dan kupikir kamu tidak akan pernah melakukan itu pada Alana."
"Alana setiap hari semakin cantik, Kyle dan Beni benar-benar merubahnya seperti seseorang yang sangat berbeda, siapa yang tidak tergoda?"
Jordi tertawa dengan sedikit mengejek.
"Lalu bagaimana dengan pekerjaan baru Alana? Dia tidak mungkin menjadi manajermu sekarang, media dan lainnya akan dengan mudah mencium bau kehamilannya dan akan segera mencari tahu siapa dia sebenarnya, aku yakin kamu tidak ingin itu terjadi."
"Ya Jord, sudah kuputuskan kamu saja yang menggantikannya, siapa lagi yang kupercaya selain kamu?"
"What? Aku?"
"Ya, jangan banyak membantah...."
"Itu perintah," sela Jordi dengan cepat karena terlalu hafal dengan kalimat andalan Ken.
"Good, karena kamu sudah tahu keadaan Alana, pergi ke minimarket sekarang juga dan belikan susu ibu hamil yang paling bagus."
"Baiklah," jawab Jordi pasrah.
Tak langsung ke kamar, Ken menenangkan diri di ruang tengah, rasanya kepalanya hendak pecah, apalagi dari tadi Viola menghubunginya namun ia mengabaikannya.
Sambil menunggu Jordi kembali, ia memejamkan matanya sebentar sambil memijat keningnya, banyak yang harus dilakukan setelah ini untuk ganti manajer lagi dan lainnya, sepertinya ia juga akan jumpa pers untuk mengumumkan siapa Alana baginya dan mengganti Jordi sebagai manajer barunya, tentu saja ia tetap akan menyembunyikan identitas Alana.
Setelahnya Ken terlelap, ia kelelahan sepanjang hari ini. Padahal Jordi baru saja kembali karena jarak rumah dan minimarket sangatlah dekat.
"Ken, bangun!"
Ken tergeragap karena ia belum sepenuhnya nyenyak, ia kemudian mengambil barang pesanannya dari Jordi dan membawanya ke kamar.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Sangat lemas."
"Mual lagi?"
"Aku bahkan baru saja muntah lagi."
Mendengar itu, Ken menjadi sangat tidak tega, meski dirinya sangat ngantuk dan lelah, ia kembali turun ke bawah untuk membuatkan susu untuk Alana.
"Ini minumlah, aku membelikan susu ibu hamil untukmu," ujarnya saat ia kembali lagi ke kamar.
"Terimakasih Ken."
Alana mengambil segelas susu dari tangan Ken dengan tatapan tidak percaya.
"Alana, maaf kalau aku harus memecatmu menjadi manajerku, aku tidak mau kamu kecapean dan akan berakibat buruk pada janinmu."
"Aku tidak masalah, aku justru takut kalau kamu memaksakan aku tetap bekerja denganmu, orang lain akan segera tahu siapa aku sebenarnya."
"Baiklah kalau tidak ada masalah, mulai besok Jordi yang akan menggantikanmu."
Alana pasrah. Setelah menghabiskan susunya, ia pun pergi tidur, begitu juga dengan Ken.
Keesokan paginya, Alana seperti biasa bangun lebih awal namun kali ini ia tidak bisa langsung pergi ke dapur setelah mandi, ia justru kembali lagi ke kamar mandi karena merasakan mual yang begitu hebat.
Ken segera bangun setelah mendengar suara Alana yang sedang muntah di wastafel kamar mandi, tanpa ada rasa malas seperti biasanya, Ken langsung bangkit dan berlari menyusul Alana.
Alana yang sudah kehabisan tenaga, menunduk pucat sambil memegangi perutnya, kepalanya tiba-tiba pusing dan tanpa sadar mencoba mengulurkan tangannya untuk memegang sesuatu untuk pegangan, tetapi kakinya tiba-tiba goyah dan dia tersungkur ke depan. Kepalanya terasa ringan dan secara naluriah ia menutup matanya.
Untung saja Ken segera datang dan dia terkesiap begitu melihat Alana dalam kondisi seperti itu, lengan ramping nan kuat segera terulur ke arahnya.
Ken seketika panik dan ia kemudian menggendong Alana kembali ke tempat tidur, lalu kembali menghubungi Dokter Yola.
Namun Alana segera sadar, Ken langsung menghela nafas lega.
"Kamu membuatku sangat panik, lain kali bangunkan aku jika terjadi sesuatu padamu, kamu harus ingat bahwa dia juga anakku," ujar Ken dengan suaranya yang dingin dan berat.