"Iya."
Mata Dea melotot. Sangat kontras dengan sorot mata Abi yang tampak tenang. Keduanya bersitatap, seolah dengan itu kekesalan, kekaguman, dan kebencian bisa tersampaikan.
"Jadi cewek jangan sensian. Itu cuma merugikan diri sendiri," ujar Abi tampak kalem. Tapi tidak dengan Dea. Dia gusar dan merasa lelaki itu remehkan.
"Denger ya, gue bakal buktiin mata kuliah ini bakal mendapat nilai A+," ucap Dea tidak mau dianggap remeh.
"Oh ya? Ya sudah kalau begitu buktikan saja. Tapi, harus kamu ingat kehadiran di kelas juga mempengaruhi nilai. Jadi, sekali saja kamu absen, maka A+ kamu itu cuma mimpi." Abi menyeringai tipis. Sudut bibirnya naik ke atas. Perlahan tapi pasti dia melangkah mundur meninggalkan Dea yang lagi-lagi berhasil dia buat jengkel.
"Dasar cowok belagu," gerutu Dea lantas melanjutkan langkah menuju tempat parkir. Namun, ketika kakinya sudah menginjak halaman parkir, seseorang dari belakang memeluknya.