Chereads / Love Is Universal / Chapter 3 - LIU | 02

Chapter 3 - LIU | 02

Saat ini keadaan rumah kosong, sang kepala keluarga dengan kejamnya meliburkan semua pekerjanya selama ia pergi dan parahnya ia tidak meninggalkan satu orangpun untuk menemani Gray yang tinggal sendirian di mansion itu.

Bunda dan kakaknya? Mereka sudah berangkat dari tadi, katanya sih mereka mau mampir ke suatu tempat untuk membeli sesuatu.

"AYAH! Hiks... Ayah jangan hiks... Gray tinggalkan! Ayah hiks... Takut sangat hiks... Ayah!" Racaunya

Ia terus menangis menjerit saat sang ayah hendak membuka pintu mansion itu yang akan membuat ayahnya benar-benar pergi dari sisinya.

"Se-sak hiks... Hah... Hah... A-ayah hah... Hah... Se... Se...  Sesak ayah hiks... Tolong Gray" katanya meremat dadanya menandakan bahwa ia benar-benar merasa sesak.

Sementara sang kepala keluarga hanya diam mematung di depan pintu mansion itu saat mendengar suara anak bungsunya yang sedang merasa sesak.

"Ayah hah... Hah... Tolong Gray hah... A-ayah, Gray hah... Hah... Sangat men-menyayangi ayah hah... Hah... Te-terimakasih ayah" sungguh ia tidak sanggup lagi dan berakhir dengannya yang pingsan saat itu yang ditemani oleh rasa sakit yang membuat nafasnya tidak beraturan.

Mendengar kalimat terakhir dari sang anak membuat sang kepala keluarga mengikuti apa kata hatinya untuk kali ini saja. Membalikkan tubuhnya dan betapa terkejutnya ia saat melihat sang anak sudah terkapar di depan sana.

"Gray!" Panggil sang ayah panik

Ia juga masih punya hati nurani

°LIU°

"Halo?"

"Halo?"

"Paman, aku sudah ada di depan mansion paman, tapi rumah paman terlihat sangat sepi tidak ada tanda-tanda kehidupan. Apa paman berniat menjadikan mansion paman ini menjadi tempat singgahnya makhluk tidak kasat mata huh?"

"Yak! Enak saja kau kalau bicara!"

"Ya habisnya aku tidak melihat seorangpun di sini."

"Lupakan soal itu. Sedang apa kau di depan mansion paman tengah malam? Mau belajar jadi gelandangan?"

"Hah?! Jangan membuat lelucon garing tengah malam seperti ini. Apa paman lupa kalau aku tiap tahunnya datang berlibur ke kediaman paman? Huh! Aku paham kalau paman sudah tua, tapi aku masih tidak percaya bahwa paman sudah jadi kakek-kakek yang sering melupakan segalanya."

"Yak! Pamanmu ini masih muda! Enak saja kau bilang pamanmu sudah tua! Dasar bocah!"

"Berhentilah menggoda pamanmu, Van."

"Siapa itu? Gavin?"

"Bukan. Tadi yang bicara itu tembok berjalan, bukan Gavin."

"Lais--"

"Kau juga Lais kalau kau lupa, Lais."

"Ck!"

"Sepertinya kacang sangat mahal di sini."

"Ah... Maafkan kami paman ku yang ganteng sayangnya sudah tua."

"Kau berniat meminta maaf atau meledek pamanmu ini bantet?"

"Astaga paman--"

"Halo paman, ini saya Gavin. Saya lihat rumah paman tidak ada orang. Lalu apa yang harus kami lakukan sekarang? Apakah kami harus kembali?" Tanya Gavin merampas telepon Yervant adiknya yang membuat adiknya itu tidak menyelesaikan perkataannya pada sang paman.

"Kau sama sekali tidak berubah. Sebentar, paman akan menyuruh paman Lee membukakan gerbangnya untuk kalian."

"Baik paman, terimakasih." Katanya menutup sambungan teleponnya sepihak membuat yang di sebrang sana menggelengkan kepalanya tidak percaya bahwa keponakannya itu tidak pernah berubah

"Aku bahkan belum selesai bicara, dasar menyebalkan!" Rajuknya

°LIU°

Saat ini kakak beradik itu sudah berada di dalam mansion pamannya dengan bantuan paman Lee yang diutus oleh pamannya untuk mempersilahkan mereka masuk.

Gavin dan Yervant, kakak beradik yang lahir dari rahim keluarga Fritz. Kenapa nama keluarga mereka berbeda? Itu karena keluarga Fritz yang dimaksud itu perempuan dan ia menikah dengan laki-laki yang nama keluarganya berbeda.

Ya jelas kalau sudah ada kata rahim pasti itu perempuan. Singkatnya itu ia anak perempuan dari keluarga Fritz yang menikah dengan orang lain yang tentu saja dari kalangan yang sama.

Kakak beradik yang terlahir dari rahim yang sama itu pastinya memiliki sifat yang berbeda juga. Sudah terlihat jelas dari bagaimana cara mereka menghubungi pamannya melalui telepon tadi.

Tentu saja mereka sangat dekat dengan keluarga Fritz makanya mereka bisa berbicara seperti itu layaknya teman terutama Yervant yang senang sekali menggoda pamannya itu.

Tapi hanya satu kesalahan fatal dari keluarga Fritz yang satu ini. Ia menyembunyikan keberadaan anak bungsunya dari keluarga lain. Selama pertemuan keluarga, pastilah anak bungsunya itu selalu diungsikan yang dimana hal itu membuat hati si bungsu begitu sakit. Telah banyak luka yang tergores di sana.

Jadi, tidak ada seorang pun yang tahu bahwa keluarga Fritz yang satu ini memiliki dua anak.

Sungguh kejam.

Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa penyebabnya. Hanya orang tua dan Tuhanlah yang tahu apa yang sedang terjadi sehingga mereka memperlakukan si bungsu dengan tidak adil seperti itu.

"Sungguh kejam pak tua itu! Kenapa setiap kita datang dia selalu pergi ke luar negeri, huh! Setidaknya dia mengajak kita pergi juga, aku kan ingin jalan-jalan juga." Gerutu yang lebih muda

"Berhentilah bicara sebelum aku melakban mulutmu itu bantet." Kata yang lebih tua mengurut pangkal hidungnya karna pusing mendengar ocehan adiknya yang sedari tadi tidak mau diam.

"Yak! Aku--"

PRANG!

"Kak~" katanya takut seketika merapat ke arah sang kakak saat mendengar suara barang jatuh tidak tahu darimana asal nya.

"Kak, jangan bilang rumah paman ini sudah jadi tempat singgahan--"

"Sudah aku katakan berhenti bicara, astaga!"

"T-tapi tadi a-ada--

"Makanya berhenti bicara! Lihat kan penghuninya jadi marah karna kau terlalu berisik." Kata yang lebih tua bukannya menenangkan adiknya melainkan malah menakutinya.

Saking kesalnya pada adiknya sendiri.

Mendengar perkataan dari sang kakak, sang adik langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tidak mau membuat penghuni rumah ini semakin marah karna mulutnya yang terlalu berisik.

"Kau tunggu di sini, aku--"

"Aku ikut!" Potongnya saat melihat sang kakak ingin beranjak dari tempatnya.

Gavin semakin jengah melihat tingkah laku sang adik yang kekanakan itu.

Sementara Yervant langsung berdiri dan menempelkan tubuhnya ke tubuh Gavin. Sungguh ia takut.

Walaupun dia sudah dewasa, tidak menutup kemungkinan kalau ia takut pada makhluk-makhluk seperti itu.

Gavin hanya bisa menarik napas lelah melihatnya. Membawa pergi tubuhnya dan Yervant ke arah sumber suara yang membuat keributan di tengah malam seperti ini.

"Nasi goreng?" Gavin bertanya-tanya saat melihat ada nasi goreng yang berserakan di lantai dekat meja makan.

Ya, mereka menemukan asal suara yang membuat keributan di tengah malam dan mereka menemukan nasi goreng yang berserakan di sana. Sepertinya nasi goreng itu baru saja masak dilihat dari dapur yang masih berserakan dengan alat serta bahan untuk memasak nasi goreng itu.

"Aku tidak ingat kalau paman bilang ada orang di rumahnya." Kata Yervant takut-takut melihat ke sekelilingnya.