Aku membuka mataku yang sudah lama tertutup, cukup lama sampai aku harus menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam mataku.
Aku tidak ingat sudah berapa lama aku menutup mataku. Terakhir kali yang aku tahu, aku sudah kehilangan seseorang yang paling berharga dalam hidupku.
Saat aku sudah menyesuaikan diri terutama pada mataku, aku melihat ke sekelilingku. Tidak ada apapun yang aku temukan di sini selain kupu-kupu yang beterbangan ke sana kemari sampai aku melihat sesosok manusia yang berdiri jauh di sana.
Aku memandangi orang itu begitu lama, sepertinya aku mengenali siapa yang sedang berdiri di depan sana. Wajahnya begitu familiar untukku. Aku melihatnya begitu lama sampai aku menyadari satu hal.
Orang itu, orang yang berada di sana adalah orang yang sama dengan orang yang selama ini aku cari. Orang yang telah hidup dalam kehidupanku.
Aku ingin memanggil namanya, namun suara ku tidak ingin keluar. Aku tidak bisa bersuara. Aku tidak bisa memanggil namanya. Aku terus berusaha untuk bisa mendapatkan suaraku kembali agar aku dapat memanggil namanya.
Aku terus berteriak seakan aku kehilangan suaraku yang nyatanya aku tidak kehilangan suaraku.
Aku terus berusaha memanggil namanya. Aku ingin dia mendengar suaraku, melihat ke arahku. Aku menginginkannya untuk mengetahui keberadaan ku.
Aku tidak menyerah untuk memanggil namanya sampai--
"VEDLY!"
--aku mendapatkan suaraku kembali dan berhasil terlihat dari orang yang ada di depan sana mengalihkan pandangannya saat mendengar suaraku.
Tapi ada yang aneh di sini, kenapa tiba-tiba cahayanya meredup. Aku bingung apa yang terjadi, kenapa cahayanya semakin lama semakin meredup? Sampai akhirnya tidak ada lagi cahaya yang menerangi ruang terbuka ini.
°LIU°
Gavin terbangun dari tidurnya yang tidak nyaman akibat mimpi yang baru saja ia alami.
Beberapa jam yang lalu Gavin memutuskan untuk pergi tidur ke kamar nya setelah ia mengetahui bagaimana wujud dari orang yang membuatnya hampir mati penasaran dan apa saja yang ia lakukan. Sampai pada akhirnya ia mengetahui orang itu masuk ke dalam kamarnya dan itu membuatnya untuk ikut masuk ke dalam kamarnya.
Untuk identitas orang itu, Gavin lebih memilih untuk diam sementara sampai pamannya itu mau menjelaskan apa yang selama ini terjadi serta apa yang sudah ia lewatkan tentang keluarga Fritz.
Biar aku kasih tahu kalau Gavin itu orangnya tidak sabaran, batas kesabarannya lumayan tipis. Oleh karena itu, ia memberikan waktu pada pamannya untuk menjelaskan segalanya. Ia sudah memutuskan apabila pamannya tidak memberitahu apa yang sedang terjadi selama beberapa minggu, ia akan nekat untuk mencari tahu sendiri informasi yang ia butuhkan selama ini tentang orang yang ada di dalam mansion pamannya itu.
Setidaknya ia sudah mengetahui bahwa ada orang lain yang tinggal di mansion pamannya itu selain keluarga pamannya dan para pekerja yang dipekerjakan pamannya itu.
Setidaknya ia sudah mengetahui bagaimana rupa dari sosok yang membuatnya penasaran selama bertahun-tahun itu.
Gavin melihat ke arah jam yang terletak di atas nakas yang berada di samping tempat tidurnya. Melihat angka yang tertera di sana yang ternyata masih terlalu dini untuk bangun.
Sial, ia tidak bisa tidur lagi kalau sudah begini. Berpikir sejenak apa yang harus ia lakukan di jam segini hingga pada akhirnya ia mendapatkan sebuah pencerahan tentang apa yang harus ia lakukan selagi menunggu matahari menampakkan wujudnya.
Gavin mulai beranjak dari tempatnya menuju ke arah pintu. Sepertinya ia akan melakukan kegiatan di luar kamar. Terlalu sempit apabila ia melakukan kegiatan yang ia inginkan di kamar, ia juga pasti merasa bosan kalau di dalam kamar terus. Kira-kira seperti itu lah yang ada di pikiran Gavin saat ini.
Ia meraih engsel pintu kamar nya dan memutar nya untuk membuka pintu itu. Melangkahkan kakinya menuju tempat yang ia inginkan sampai ia menemukan sebuah ruangan yang terbuat dari kaca. Namun setelah ia amati lebih lama lagi, Gavin menyadari bahwa itu tidak bisa disebut ruangan karena ukurannya yang cukup besar. Sampai pada akhirnya Gavin menyadari bahwa ruangan itu adalah rumah kaca.
Ia tidak ingat kalau di sekitar mansion pamannya itu ada rumah kaca yang tersembunyi selama beberapa tahun lamanya.
Saat ini ia sedang berada di luar mansion pamannya lebih tepatnya berada di halaman belakang di tengah-tengah jajaran pohon yang jumlahnya cukup banyak. Selama ini ia tidak pernah memeriksa halaman belakang pamannya itu yang di tutupi oleh jejeran pohon yang lumayan banyak itu. Gavin yang tadinya hanya keluar sebentar untuk menikmati angin malam yang tidak bisa disebut malam hari, lebih tepatnya dini hari malah berakhir menemukan rumah kaca yang tersembunyi. Iya, niat awalnya Gavin hanya ingin mencari angin sebentar lalu membuat minuman serta sarapan pagi untuk adik tersayangnya malah nyasar.
Gavin yang cuek itu tidak seperti apa yang kalian bayangkan. Ia sangat menyayangi adiknya walau tingkah laku adiknya masih kekanakan. Gavin juga sudah biasa memasak sejak kecil setiap kedua orang tua mereka mulai jarang singgah ke rumah karena pekerjaan mereka. Walau demikian, Gavin dan adiknya Yervant tidak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tua mereka.
Kemampuan memasaknya juga tidak main-main dan kebolehannya dalam memasak itu sangat bermanfaat seperti saat ini. Ia jadi bisa menggunakan kemampuan memasaknya itu di rumah pamannya mengingat pamannya yang satu itu selalu meliburkan para pekerjanya saat ia serta keluarganya pergi berlibur. Lebih tepatnya pamannya itu seakan mengajak seluruh para pekerjanya liburan bersama, namun nyatanya tidak. Mereka memang liburan, tapi dalam artian liburan masing-masing sampai waktu yang sudah di tentukan.
Gavin berpikir sejenak seraya mengamati rumah kaca tersebut. Berdiam diri sampai akhirnya ia memutuskan untuk melangkahkan kakinya ke arah rumah kaca itu. Melupakan niat awal nya yang ingin memasak sarapan untuk adiknya.
Gavin terus melangkahkan kakinya sampai pada akhirnya ia sudah berada di depan rumah kaca tersebut. Ia melihat ke depan tepatnya ke arah hiasan yang melekat pada pintu masuk rumah kaca tersebut. Begitu indah dan mengesankan. Bahkan Gavin sampai terkagum-kagum dengan dekorasinya. Ia melangkahkan kakinya ke depan dan menyentuh pintu itu. Mendorongnya agar pintu tersebut dapat terbuka.
Iya, pintu rumah kaca itu di desain main dorong layaknya pintu-pintu tempat perbelajaan yang main dorong maupun main tarik.
Lagi, Gavin lagi dan lagi dibuat takjub oleh apa yang ia lihat. Bagaimana tidak takjub? Setelah ia membuka pintu tersebut, ia dapat melihat banyak lukisan yang terpajang di sana. Di tambah tanaman-tanaman yang terawat dan tersusun begitu rapi membuatnya tampak begitu indah. Jangan lupakan lampu hias sebagai pelengkapnya.
Sesungguhnya estensitas Gavin seluruhnya tertuju pada lukisan-lukisan yang ada di sana. Bukan pada tanaman maupun lampu hias yang tertata rapi di sana walaupun pemandangan tersebut tidak kalah jauh indah dengan lukisan-lukisan yang ada di dana. Sungguh pemandangan yang luar biasa.
Sungguh luar biasa ciptaan manusia yang satu itu, pikirnya.