Chereads / ALPHA. / Chapter 2 - Pertanyaan Aranka Demetria.

Chapter 2 - Pertanyaan Aranka Demetria.

KEDIAMAN ALPHA SHAQILLE ELVERN.

Dengan langkah lebarnya Alpha Shaqille memasuki kediamannya, melewati beberapa pelayan rumahnya yang selalu senantiasa menunggunya di depan pintu gerbang mansionnya hingga di pintu masuk kediamannya, begitu juga dengan sang istri yang dengan senyum manisnya ikut berdiri tepat di depan pintu untuk menyambut kedatangan suaminya.

"Selamat malam sayang," Sapa Aranka Demetria tersenyum manis, meski senyuman itu lagi-lagi di abaikan oleh Alpha Shaqille seperti hari-hari sebelumnya. Namun hal itu tidak membuat Aranka Demetria patah semangat, ia terus mengikuti langkah suaminya dari belakang hingga di depan pintu kamar suaminya.

Dengan cepat Aranka Demetria menghentikan langkanya saat melihat Alpha Shaqille yang tiba-tiba terdiam di depan kamarnya, pria itu berbalik sambil menatap wajah sang istri dengan tatapan elangnya yang jika di tatap langsung, bisa membuat manusia normal tidak berkutik, begitu pula dengan Aranka Demetria yang langsung membeku di hadapan Alpha Shaqille.

"Berhenti mengikuti ku." Perintah Alpha Shaqille.

"Maaf sayang.. Aku hanya ingin memastikan anda.... "

"Apa kau tuli?" Bentak Alpha Shaqille.

"Maafkan saya,"

"Apa lagi yang kau tunggu?"

"Saya sudah menyiapkan makan malam untuk anda,"

"Aku tidak lapar."

"Tapi sayang untuk kali ini saja saya mohon makanlah." Balas Aranka Demetria memohon dengan wajah yang memelas.

"Kau berani memerintahku sekarang?" Tanya Alpha Shaqille menatap tajam ke arah istrinya, tatapan sedingin es yang seketika langsung membuat tubuh istrinya membeku.

"Bukan maksud saya untuk memerintah Anda, saya hanya.... "

"Pergi dari hadapanku sekarang," Perintah Alpha Shaqille yang bahkan tidak memberi kesempatan kepada Aranka Demetria untuk melanjutkan kalimatnya.

"Sa.. Sayang.. "

"Apa kau lupa kalau aku sangat membenci panggilan itu? Jangan pernah memanggilku dengan sebutan menjijikkan seperti itu." Balas Alpha Shaqille seraya menarik gagang pintu untuk di bukanya sambil melangkah masuk kedalam kamarnya dan menutup pintu itu dengan sangat keras, hingga menimbulkan suara dentuman yang membuat Aranka Demetria tersentak.

Aranka Demetria terdiam sejenak untuk mengatur perasaannya sambil memegang pintu kamar yang sejak 5 tahun lalu tidak pernah di masuki olehnya. Dan selama 5 tahun itu juga Alpha Shaqille bahkan tidak pernah sedikitpun menyentuhnya. Dalam diam Aranka Demetria meremas ujung bajunya, menarik nafas dalam sambil menatap pintu kamar suaminya.

'Apalagi yang harus aku lakukan untukmu, apa kau begitu membenciku?'

Batin Aranka Demetria seraya mengusap air matanya, dengan perlahan ia berjalan menuruni anak tangga, menuju ke arah Pantry untuk membereskan beberapa piring yang masih lengkap dengan makanan yang masih utuh.

"Apa makanannya tidak di makan lagi?" Tanya Brenda Marlleta perlahan.

"Hm," Jawab Aranka Demetria mengangguk pelan sambil mengumpulkan beberapa piring yang berisi menu makanan yang bahkan masih utuh.

"Tidak apa-apa Nyonya, biar saya yang membereskannya."

"Terima kasih Bibi Brenda, besok saya akan mengganti menu yang baru, mungkin Tuan Alpha tidak suka dengan menu ini," Balas Aranka Demetria.

"Tapi Nyonya sudah melakukannya berulang kali, tapi tetap saja."

"Tidak masalah, saya akan terus memasak untuk Tuan Alpha, meskipun dia tidak pernah memakannya, ini sudah tugas saya sebagai seorang istri." Jawab Aranka Demetria tersenyum seperti kebiasaannya.

"Tapi Nyonya, mau sampai kapan? Bahkan Tuan muda tidak pernah menyentuh makanannya sedikitpun. Dan ini sudah berlangsung selama 5 tahun." Balas Brenda Marlleta yang terlihat khawatir.

"Mungkin dia hanya kelelahan dan tidak berselera makan."

"Iya Nyonya." Balas wanita itu mengangguk dengan wajah sendunya saat melihat Aranka Demetria yang masih tersenyum sambil menatap beberapa makanan yang masih tersusun rapi di atas meja makan.

* * * * *

Di dalam kamarnya, Aranka Demetria melangkah perlahan menuju jendela kamarnya, membuka tirainya dengan lebar untuk membiarkan angin malam masuk kedalam ruangan yang nampak terlihat sepi, hanya ada Aranka Demetria di sana, sembari menatap langit malam dengan mata yang mulai berkabut, membiarkan angin malam membelai wajah lembutnya yang sudah mulai basah.

'Ayah.. Apa ini kebahagiaan yang Ayah janjikan untukku? Apa yang harus aku lakukan Ayah, dia bahkan sangat membenciku.'

Batin Aranka Demetria sambil meremat tirai yang sedari tadi di pegangnya. Ia mulai terisak, tubuhnya kembali bergetar hingga dengan tiba-tiba ia merasa sudah tidak mampu lagi menopang berat badannya, tubuhnya merosot kebawah, dengan kedua lutut yang menempel di dadanya yang mulai terasa sesak. Dengan erat ia memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan wajahnya di antara sela lututnya untuk menyembunyikan air matanya. Hal yang selalu ia lakukan tiap malam hari, menagis, sendirian, dan akan kembali membaik pada keesokan harinya.

Sedang di tempat dan kamar terpisah, nampak sosok Alpha Shaqille yang tengah meringkuk di atas carpet berbulunya yang terletak di tengah-tengah kamarnya yang nampak remang, hanya pencahayaan lampu dari luar yang menerobos masuk lewat kaca jendela kamarnya. Dengan sangat erat Alpha Shaqille memeluk sebuah bingkai foto kedua orang tuanya dengan air mata yang terus menetes dari sudut matanya.

'Aku sangat merindukan kalian, Ayah Maafkan aku, yang sampai saat ini belum menemukan jasad Ayah, bahkan aku juga tidak tau, di mana jasad ibu berada.'

Batin Alpha Shaqille. Untuk sesaat ia terlihat nampak rapuh, pria yang kesehariannya terlihat begitu angkuh, dingin, dan kuat sebenarnya hanyalah sosok yang rapuh dengan bayangan masa lalu yang terus mengikutinya, hingga membuatnya selalu merasa ketakutan dan menangis sendirian. Sebab bayangan masa lalu yang sangat mengerikan itu selalu saja hadir di ingatannya setiap malam, hingga membuatnya selalu kesulitan untuk tidur. Dan meskipun ia bisa tertidur, ia akan selalu bermimpi buruk. Hal itu Seolah memaksanya untuk terus mengingat masa lalu yang semakin menimbulkan rasa marah dan kebencian yang besar bahkan sudah berakar di hatinya.

* * * **

"Selamat pagi Nyonya,"

Sapa Azio Devian membungkuk kecil untuk memberi hormat kepada istri Presdirnya yang tengah merapikan beberapa bunga mawar merah sebelum menatanya ke dalam vas kristal.

"Pagi Azio,"

Balas Aranka Demetria tersenyum ramah seperti kebiasaannya. Hingga tidak berselang lama nampak Alpha Shaqille terlihat keluar dari lift khususnya yang masih merapikan dasinya.

Dan melihat hal tersebut membuat Aranka Demetria menjadi peka dan langsung berlari kecil menghampiri suaminya, dengan niat untuk merapikan dasi sang suami. Namun belum sempat tangannya menyentuh kerah baju suaminya, dengan tiba-tiba tangannya di tepis dengan sangat kasar oleh Alpha Shaqille.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Alpha Shaqille mengernyit.

"Ma.. Maaf, saya hanya ingin membantu untuk merapikan dasi anda," Jawab Aranka Demetria sambil meremat jari-jari tangannya.

"Apa aku memintanya?" Tanya Alpha Shaqille dengan nada dingin yang membuat Aranka Demetria tertunduk.

"Maaf," Jawab Aranka Demetria perlahan.

"Jangan pernah menyentuhku." Balas Alpha Shaqille dingin.

"Tapi sayang, saya istri anda jadi saya berhak.. "

"Istri? Jadi selama ini kamu merasa berhak untuk menyentuhku? dan juga berharap aku menyentuhmu, karena kau adalah istriku? Atau kau juga berharap agar aku mau menidurimu?"

"TUAN.. "

"KAU BERANI BERTERIAK DI HADAPANKU?" Bentak Alpha Shaqille yang tanpa aba-aba langsung mencengkram pipi istrinya dengan sangat keras, hingga membuat wanita itu meringis menahan sakit. Wajah Alpha Shaqille berubah gelap dan sangat menakutkan, dengan tatapan matanya yang sangat tajam, bahkan terdengar jelas suara gemeretak dari grahamnya yang saling beradu di dalam sana.

"Dengar baik-baik, jangan pernah berbicara keras di hadapanku. Atau aku akan merobek mulutmu, APA KAU MENGERTI?" Ucap Alpha Shaqille dengan nada yang masih meninggi, dan langsung melepas cengkraman tangannya dengan mendorong tubuh istrinya hingga terhuyung ke belakang dan menghantam sebuah sofa.

"Kenapa.... Kenapa Anda selalu bersikap kasar kepada saya, kenapa?" Tanya Aranka Demetria dengan suara yang nampak terdengar bergetar.

"Kenapa? Kau bertanya padaku? KENAPA KAU TIDAK TANYAKAN SAJA PADA AYAHMU?" Jawab Alpha Shaqille dengan suara lantang yang langsung memenuhi ruangan tersebut.

"Tapi saya ingin mendengarnya langsung dari mulut Anda," Balas Aranka Demetria dengan sikap keras kepalanya.

"Apa kau yakin? Bahkan setelah kau mengetahui semuanya kau akan membenci dirimu sendiri, dan sayangnya belum saatnya untuk kau mengetahui semuanya." Ucap Alpha Shaqille dengan senyum smirknya.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Anda begitu membenci saya? Juga membenci Ayah saya yang... "

"AAARRRGGGGG.... "

Teriak Alpha Shaqille dengan amarahnya yang bahkan langsung meraih vas bunga yang bertengger di atas meja dan dengan refleks melemparkannya ke lantai keramik tepat di samping Aranka Demetria berdiri saat ini. hingga beberapa pecahan kaca tersebut melukai kaki Aranka Demetria yang hanya bisa terdiam di tempatnya dengan tubuh bergetar menahan tangis, yang dengan pasrah menerima amukan suaminya yang seprti orang kerasukan mahluk halus.

Tubuh Alpha Shaqille nampak bergetar menahan amarah, hingga membuat nafasnya naik turun dengan tangannya yang masih terkepal sempurna, hingga terlihat buku-buku jarinya yang nampak memutih.

Sedang Azio Devian yang sedari tadi terdiam tidak bersuara sepatah katapun hanya bisa menarik nafas dalam sambil melangkah menghampiri Aranka Demetria yang masih dengan tubuh bergetar, perlahan ia membungkuk untuk membereskan beberapa pecahan kaca yang berserakan di atas lantai keramik tersebut, hingga sesaat netranya tertuju pada luka yang menganga di betis Aranka Demetria yang mulai mengeluarkan banyak darah.

'Lagi-lagi kau bersikap kasar padaku, aku sangat membenci pria kasar, tapi aku sendiri yang selalu membuat situasi menjadi panas hingga membuatmu kembali bersikap kasar, sampai kapan kita akan berada di dalam situasi seperti ini Alpha?' Batin Aranka Demetria.

"Sebenarnya apa yang tidak aku ketahui?"

Tanya Aranka Demetria terisak seraya menatap wajah suaminya yang bahkan sedari tadi sudah menatapnya tajam dengan senyum smirk di bibirnya.

"Aku rasa Ayahmu punya banyak jawaban atas semua pertanyaanmu," Balas Alpha Shaqille yang langsung beranjak pergi meninggalkan Istrinya yang masih mematung di sana, yang langsung di susul oleh Azio Devian yang sebenarnya masih tidak tega melihat keadaan Nyonya besarnya sekarang. Hingga dalam hitungan menit saja, mobil Alphard hitam milik Alpha Shaqille sudah meninggalkan kediamannya, meninggalkan Aranka Demetria yang masih mematung dengan air mata yang terus mengalir deras dari pelupuk matanya.

"Nyonya.. Astaga apa yang terjadi dengan kaki anda?" Tanya beberapa pelayan yang langsung berlarian saat sudah memastikan jika Tuan besar mereka sudah pergi, dengan ekspresi panik masing-masing, mereka menghampiri Aranka Demetria yang dengan cepat mengusap air matanya.

"Saya tidak apa apa," Jawabnya tersenyum sambil memunguti sisa pecahan kaca yang masih berserakan di atas lantai keramiknya.

Hal ini sudah sangat sering terjadi. Jika Alpha Shaqille sedang marah, semua pelayan yang berada di sana bahkan hanya akan terdiam, mereka semua hanya bisa mematung, dan tidak punya keberanian untuk mengeluarkan satu katapun, apalagi untuk menghampiri Tuan besar mereka jika sedang dalam kondisi mood yang buruk. Sebab akibatnya akan sangat fatal bagi mereka sendiri.

"Duduklah, saya akan mengobati luka anda," Ucap Brenda Marlleta dengan mata berkacanya sambil meletakkan kotak p3k di atas meja. Dengan lembut wanita paru baya itu meraih pergelangan kaki Aranka Demetria dan meletakkan di atas pangkuannya, dengar air mata yang mulai menetes, perlahan Brenda Marlleta membersihkan dan mengobati luka gores di betis Aranka Demetria, dan dengan telaten mulai membalutinya dengan perban.

'Mau sampai kapan anda akan bertahan Nyonya, bahkan luka di hati dan juga di tubuh anda sudah sangat parah.'

Batin Brenda Marlleta yang sedang berusaha menahan isakkannya. Hal yang selalu di lakukan jika Nyonya besarnya terluka usai berdebat dengan Alpha Shaqille, sebab perdebatan mereka akan berakhir dengan barang-barang yang hancur. Dan itu sudah menjadi kebiasaan Alpha Shaqille jika sedang meluapkan kemarahannya. Bahkan Aranka Demetria akan selalu menolak jika Brenda Marlleta meminta untuk menelfon Dokter pribadi keluarga mereka, dengan alasan jika ia tidak ingin Ayahnya mengetahui tentang keadaannya selama ini, sebab Dokter pribadi mereka pasti akan melaporkan setiap masalah kesehatannya pada Ayahnya yang saat ini sedang berada di Kanada untuk menemui adiknya laki-lakinya.

"Masalah apa lagi yang membuat Tuan besar bisa semarah ini?" Tanya Brenda Marlleta perlahan sambil membereskan perban dan beberapa obat untuk di masukkannya kembali ke dalam kotak p3k.

"Bukan masalah besar Bibi Brenda,"

'Tentu saja, anda akan terus menutupinya.' Batin Brenda Marlleta menarik nafas dalam.

"Tapi Nyonya, saya sempat mendengar Tuan besar menyebutkan nama Ayah anda, apa anda yakin jika itu bukan masalah besar?" Tanya Brenda Marlleta yang membuat Aranka Demetria terdiam untuk sesaat. "Maaf.. Saya tidak akan bertanya lagi,"

"Bibi Reta.. "

"Iya Nyonya, ada apa?"

"Kenapa Tuan Alpha mau menerima perjodohan itu?" Pertanyaan Aranka Demetria yang membuat Brenda Marlleta seketika berada di dalam mode bungkam.

"Ma-maaf Nyonya, saya juga tidak mempunyai jawaban atas pertanyaan Anda."

"Jika dia tidak menginginkan perjodohan ini, dia bisa saja menolaknya dari awal, tapi kenapa dia malah menerimanya?" Tanya Aranka Demetria dengan kekalutan hatinya.

"Nyonya.. Hanya Tuan besar yang tau jawabannya," Jawab Brenda Marlleta memilih untuk tidak tidak banyak berkomentar.

"Dia tidak akan pernah memberikan jawabannya Bi, saya pernah sekali menanyakan hal itu, tapi... " Kalimat Aranka Demetria kembali terhenti.

Iya Nyonya, saya tau.

"Dan bagaimana dengan Nyonya sendiri?" Tanya Brenda Marlleta perlahan.

"Saya sudah mencintainya sejak lama Bi, sejak Ayah memperkenalkan Tuan Alpha sebagai anak sahabat Ayah, sejak saat itu saya sudah merasa jatuh cinta padanya." Jawab Aranka Demetria dengan senyum yang terulas di bibir tipisnya. Sedang Brenda Marlleta sendiri hanya bisa menarik nafas dalam, sambil menatap wajah bahagia Aranka Demetria yang saat ini sedang mengingat bagaimana ia pertama kali melihat dan bertemu Alpha Shaqille yang langsung membuatnya tertarik bahkan langsung jatuh hati pada pria dingin yang sekarang telah menjadi suaminya.

* * * * *

PERUSAHAAN ASEA CORPORATION.

"Tuan muda, apa anda tidak keterlaluan kepada Nyonya muda, dia... "

"Apa kau merasa iba dengannya?" Sela Alpha Shaqille yang membuat Azio Devian menghentikan kalimatnya.

"Iya Tuan, biar bagaimanapun Nyonya muda adalah istri anda,"

"Istri? Hahahaha.... Aku tidak pernah penganggapnya sebagai seorang istri, dia hanya anak dari seorang pembunuh keji, dan itulah kenyataannya." Balas Alpha Shaqille.

"Saya mengerti Tuan, tapi dalam hal ini Nyonya tidak tahu menahu soal..... "

BRAAAAKKK

Terdengar suara keras meja yang beradu dengan telapak tangan Alpha Shaqille, gebrakan yang membuat barang-barang yang terletak di atas meja kerjanya sedikit berantakan. Wajah Alpha Shaqille tiba-tiba memerah, dan sangat terlihat jelas jika saat ini ia sedang menahan amarah, tatapannya tajam menatap Asistennya yang hanya terdiam.

"SEMUA YANG BERHUBUNGAN DENGAN MANUSIA BIADAB ITU ADALAH MUSUHKU, SIAPAPUN ITU, APA KAU MENGERTI?"

"Saya mengerti Tuan, maafkan saya,"

'Sekarang kau masih bisa menaruh iba pada wanita itu, tunggu saja sampai kau mengetahui kedua orang tuamu meninggal karena ulah manusia biadab itu.'

Batin Alpha Shaqille seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi putarnya sambil memijat tengkuk lehernya yang mulai menegang.

"Bukankah sebentar lagi bajingan itu pulang?" Tanya Alpha Shaqille saat emosinya sudah mulai mereda.

"Iya Tuan muda,"

"Apa semua sudah beres?" Tanya Alpha Shaqille lagi.

"Iya Tuan, setengah saham dari perusahaan Tuan Acheron sudah jatuh di tangan kita." Jelas Azio Devian.

"Bagus... Tinggal menunggu sedikit lagi untuk membuatnya melarat."

Seringaian yang terlihat menakutkan nampak menghiasi wajah Alpha Shaqille, dengan tatapan mata yang terlihat dingin dan penuh dengan kebencian.

* * * * *

Bersambung...