Chereads / THE SCANDALS / Chapter 3 - PERJANJIAN TAK BERTUAN

Chapter 3 - PERJANJIAN TAK BERTUAN

Andrea nampak bingung dengan ucapan pria itu. Ia terkejut bukan main melihat foto foto Felix berada di sebuah bar bersama kumpulan pria pria.

"Bruno? Rendy? Felix tidak bisa minum. Dia mudah mabuk," gumam Andrea.

"Kau bahkan tak tahu siapa kekasihmu?" ujar pria asing itu.

"Maaf, tapi untuk apa Anda menunjukkan semua ini pada saya. Apa alasan Anda? Anda siapa?" Andre bingung dengan apa yang terjadi.

"Kau tak perlu tahu siapa aku. Aku hanya ingin meminta kerja sama darimu," ujar pria itu.

"Kerja sama?" Kerja sama apa?"

Pria itu berpindah duduk ke sebelah Andrea. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Andrea.

"Bekerjalah untukku. Amati setiap gerak gerik Felix," bisik pria itu sangat intens di telinga Andrea.

"Apa maksud Anda? Untuk apa saya mengamati kekasih saya? Anda sudah gila?" pekik Andrea.

Pria itu tersenyum sinis ke arah Andrea. Tangannya mulai merangkul lembut tubuh Andrea. Berusaha menciptakan suasana melekat antara keduanya.

"Kalau kau tak mau menyesal. Turuti saja ucapanku. Kekasihmu itu hanyalah penipu."

"Kau kurang ajar sekali!" umpat Andrea kesal mendengar omong kosong pria itu.

Andre berusaha melepas rangkulan orang itu darinya. Namun tangan kekar lelaki itu tak mampu Andrea atasi.

"Lepaskan! Saya akan teriak!"

"Teriak saja! Mana ada yang dengar? Kau pikir, apartemen mewah seperti ini didesain bisa menciptakan keributan?"

Andrea berusaha bangun dari duduknya, namun pria itu menarik Andrea. Kali ini ia bahkan memeluk Andrea dan mengunci tubuhnya.

"Lepasakan! Dasar orang gila! Akan kulaporkan kau ke polisi!"

"Lakukan apapun sesukamu jika kau bisa keluar dari sini!" ancam pria itu.

Andrea mencoba menggigit lengan pria itu. Namun segera pria itu membalikkan tubuh Andrea ke sofa. Hingga posisi Andrea berada di bawahnya.

Pria itu menatap tajam ke arah Andrea. Dengan begitu intens. Wajahnya bebar benar rupawan. Namun dingin, sangat dingin.

"Tenanglah! Aku tak akan menyakitimu. Lakukan saja apa yang kuminta. Aku akan membayarmu!" ujar pria itu dengan nada mengancam.

"Aku tak mengenalmu! Untuk apa aku melakukan hal bodoh seperti itu. Lepaskan aku!"

Sejenak Andrea seperti terpikat oleh ketampanan pria itu. Namun seketika lenyap saat menyadari kondisinya bukan dalam posisi mengagumi ketampanan seorang pria.

TING! TONG!

Suara bel membuyarkan suasana. Pria itu segera berdiri dan membukakan pintu.

"Tuan Evans, kenapa Anda mengganti kode apartemen Anda?" tanya seorang pria muda memakai setelan jas lengkap serta memakai kacamata.

"Aku ada tamu penting," ujar pria itu yang tenyata bernama Evans.

"Tamu penting? Siapa? Kenapa saya tak tahu?" ujar pria itu mencecar Evans.

"Berhenti mengomel. Kuserahkan dia padamu," ujar Evan sambil melangkah masuk.

Tepat saat itu, Andrea berlari mencoba untuk kabur. Namun Evans dengan sigap langsung menangkapnya.

"Kenand, bantu aku!" perintah Evans.

"Tuan, apa yang kau lakukan? Dia wanita!" pria berjas yang bernama Kenand itu bingung melihat atasannya menahan seorang gadis.

"Cepat!" hardik Evans.

"Ba - baik!" ujar Kenand.

"Lepaskan aku! Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian melakukan ini padaku? Kalian akan tahu akibatnya jika melakukan kejahatan seperti ini! Aku akan lapor ke Perlindungan Wanita!

Andrea meracau saat kedua pria itu membawanya kembali masuk. Kali ini Andrea dibawa ke sebuah ruangan. Ia di dudukan di sana dan tangannya diborgol di atas peganga kursi.

"Hei, apa ini?" teriak Andrea.

"Tuan! Anda menculik wanita? Jika dunia tahu, apa yang akan Anda lakukan?" ujar Kenand panik.

"Maka dari itu tutup mulutmu! Cepat beritahu apa yang harus dia lakukan!"

"Saya? Saya tak tahu apa apa ... "

Tiba tiba saja Kenand tersadar akan sesuatu saat Evans menatapnya intens.

"Dia?" Kenand seakan tak percaya.

"Cepatlah!"

Evan lantas duduk di depan Andre yang sudah terkunci di atas kursi.

"Kalian kejam! Brengsek!" bentak Andrea.

"Simpan umpatanmu untuk kekasihmu. Sekarang kau harus percaya padaku!"

"Jangan harap!" pekik Andrea.

Evan hanya tersenyum kecut ke arah Andrea Kenand datang membawa berkas lalu menaruhnya di atas meja.

"Tanda tangani ini, kau akan kujamin semuanya. Harta, kemewahan, rumahmu yang disita bank itu. Kau bisa dapatkan semuanya."

Evans menyodorkan sebuah surat perjanjian untuk Andrea tanda tangani.

"Apa kepalamu terbentur sesuatu? Kau menyuruhku mengkhianati kekasihku? Apa salah dia padaku sampai kau menyuruhku mengkhianatinya?"

"Masa kau tak tahu? Kau bodoh atau apa? Bukankah kau bank berjalannya? Kau membiayai sekolahnya. Membayar semua tagihan hidupnya. Sampai rumahmu di sita bank."

"Kau menyelidiku?"

Kenand nampak tak mau terlalu lama berada di dalam ruangan itu. Ia tahu jika bosnya ini gila. Ia segera meninggalkan ruangan itu dan keluar rumah.

"Saat ini aku tak bisa memberitahumu. Tapi ada baiknya kau lepaskan dia. Demi dirimu sendiri."

"Persetan! Aku tak sudi mempercayai kata katamu."

Evans terdengar menghela napas dab memegangi pelipis kepalanya. Sepertimya ia tak bisa meyakinkan Andrea.

"Kuberi waktu kau sebulan. Jika kau tak menandatangi ini. Aku tak bisa membantumu lagi jika terjadi apa apa," ujar Evans seolah memprediksi sesuatu.

"Kupikir kau hanya orang gila yang sedang mencari cari kesalahan orang lain. Apa kau seorang politisi? Bukankh kau tadi menuduh kekasihku melakukan hal buruk? Atau kau pesaing bisnis dari perusahaan tempat kekasihku akan bekerja?"

"Kau tak perlu tahu siapa aku. Kau hanya perlu mengerjakan apa perintahku," ujar Evans sambil sesekali menyentuh dagunya yang berhias bulu bulu khas pria.

"Tak mau. Akun tak sudi!"

Evans melihat ke arah jam tangannnya. Ia lantas melepaskan borgol yang mengekang Andrea.

"Pergilah!" ujar Evans.

"Hah?"

"Kau bilang tak mau. Pergilah!" ujar Evans.

Andrea tak mengerti, baru semenit tadi pria ini menahannya sekan ingin menculiknya. Sekarang ia melepaskannya begitu saja.

"Apa dia benar benar gila?" gumam Andrea.

"Kau tak mau pergi?" tanya Evans.

"Ahh, iya. Aku akan pergi!"

Andrea bergegas bangkit dari kursi itu. Kemudian ia pergi tanpa berpamitan sama sekali. Ia khawatir jika ia tak bergegas. Maka pria ini akan menahannya lagi.

"Aaauuh!" Andrea mengerang kesakitan di bagian pangkalnya saat sudah berhasil keluar dari apartemen mewah itu.

"Haaahh, sebenarnya kenapa semua ini terjadi padaku Tuhan?" ujar Andrea sambil menahan sakitnya.

Sementara Evans duduk diam sambil memikirkan sesuatu.

"Tuan Evans," panggil Kenand, sekretarisnya.

"Pantau dia. Awasi gerak geriknya. Lihat apa dia bisa kita gunakan," ujar Evans.

"Baik, Tuan," jawab Kenand.

****

Felix sedang asyik minum di sebuah bar di pusat kota bersama Bruno dan Rendy.

"Felix, kau benar benar ingin mengakhiri hubunganmu dengan Andrea? Bukankah kau berhutang padanya?"

"Berhutang apa? Dia sukarela melakukannya untukku," ujar Felix.

"Kau kejam sekali. Kalau kau ingin bekerja di pemerintahan, kau harus menghindari skandal apapun. Terutama masalah wanita," ujar Bruno menambahi.

Felix meminum minuman keras pesanannya. Ia menenggaknya dalam sekali teguk.

"Makanya kutinggalkan dia. Dia akan menjadi batu sandungan jika aku terus bersamanya," ujar Felix dengan wajah licik.

Next ....