Chereads / THE SCANDALS / Chapter 4 - DIA LAGI?

Chapter 4 - DIA LAGI?

Hari ini adalah hari ulang tahun Felix, Andre pergi ke toko cake lalu memilih beberapa cake untuk ia merayakan ulang tahun kekasihnya itu.

Sejak beberapa hari, Felix tak berkomunikasi dengan Andrea. Hanya pesan dari Felix yang mengatakan kalau ia diterima kerja, jadi akan jarang menemui Andrea.

"Permisi, saya mau cake yang itu," ujar Andrea seraya menunjuk cake putih dengan hiasan strowberry di atasnya.

"Sebentar, Kak," ujar penjaga toko sambil mengambilkan cake yang dimaksud Andrea.

KLING! KLING!

Sebuah pesan masuk ke ponsel Andrea. Andreapun segera membuka ponselnya.

"Ah, aku lupa!" desah Andrea.

Ternyata itu pesan dari pihak kampus Felix yang meminta tunggakan bayaran kuliah Felix.

"Ini Kak, cakenya," ujar penjaga toko pada Andrea.

"Oh iya, berapa?" tanya Andrea.

"Seratus tiga puluh ribu rupiah," ujar penjaga toko.

"Iya, sebentar." Andrea mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan sejumlah uang kepada penjaga toko.

"Terimakasih, Kak," ujar penjaga toko.

"Iya," sahut Andre sambil senyumnya mengembang manis.

Andrea membawa box berisi cake itu dan menentengnya. Ia akan membawanya ke rumah Felix nanti malam setelah pulang dari salon tempatnya bekerja.

Andrea melangkah santai menuju salonnya yang letaknya tak jauh dari salon tempat kerjanya.

"Andrea!" panggil Silvy salah satu rekan kerja Andrea di salon.

"Iya, apa?" tanya Andrea.

"Kau dari mana saja? Ada pelanggan mencarimu," ujar Silvy panik.

"Kenapa kau panik begitu?" tanya Andrea seraya berlari masuk ke dalam salon.

"Dia meminta salon ditutup dan hanya mau melakukan treatment jika kau yang menanganinya," ujar Silvy yang ikut berlari bersama Andrea.

Andrea sempat bingung. Selama ini tak ada pelanggannya yang seperti itu.

Namun tiba tiba langkahnya terhenti saat melihat siapa pelanggan yang dimaksud.

"Hai," sapa Kenand yang asyik duduk di kursi pelanggan sambil membaca majalah.

"Kau?" pekik Andrea.

Kenand menunjuk ke arah kursi tempat treatmen di depan kaca. Evans sudah duduk di sana sambil membaca koran menunggu kedatangan Andrea.

"Astaga! Apa yang kalian lakukan di tempat kerjaku?" pekik Andrea.

"Kau tak tahu siapa bosku. Kalau dia sudah menentukan target, jangan harap bisa lepas. Kecuali dia sendiri yang melepasnya," jelas Kenand.

"Tapi ini tempat kerjaku! Aku bisa dipecat bosku gara gara kalian!"

"Hei kau!" panggil Evans.

Andrea melirik Evans dengan sinis. Oa lantas menghampiri Evans. Tak ada seorangpun karyawan salon kecuali Andrea di dalam.

"Dimana rekan rekanku?" tanya Andrea.

"Mungkin sedang makan siang," jawab Evans santai.

"Pergi dari sini. Apalagi yang kau mau?"

"Aku mau menata rambutku," jawab Evans santai.

"Kau bisa menata rambutmu di salon lain!"

"Aku suka tempat ini," jawab Evans.

Andrea menghela napas mendengar ucapan Evans. Ia meletakkan box berisi kue itu di atas meja di depan cermin.

"Kau psychopat!" umpat Andrea.

"Em, ya begitulah."

Kenand melanjutkan acaranya membaca majalah, sementara Evans masih duduk dengan elegan di depan cermin.

Dengan kesal Andrea menyiapkan peralatan untuk melayani Evans.

"Kau ingin aku bagaimana?" tanya Andrea.

"Terserah kau," jawab Evans.

Andrea mencoba bersabar dengan jawaban Evans.

"Tuan yang aneh, Anda ingin saya melakukan apa pada rambut Anda?" tanya Andrea dengan nada lembut.

"Eumm, aku ingin menipiskan bagian samping," jawab Evans.

Dengan kesal Andrea menuruti apa permintaan Evans. Pria ini benar benar membuatnya kesal.

Pertama tama Andrea membuat rambut Evans lembab dengan spray. Lalu mempersiapkan sisir kecil dan gunting.

"Kekasihmu hari ini ulang tahun, makanya kau membeli cake?" Evans mencoba membuka percakapan.

"Bukan urusanmu," sahut Andrea.

"Lebih baik kau jangan menemuinya. Itu akan lebih baik untukmu," ujar Evans.

"Kenapa kau suka sekali ikut campur urusan orang lain? Biarkan aku melakukan apapun yang kumau," pekik Andrea sambil memangkas rambut Evans.

"Perhatikkan tangannmu! Kau bisa memangkas kepalaku!" hardik Evans.

Andrea hanya memanyunkan bibirnya sambil menyelesaikan pekerjaannya pada Evans.

****

Felix tengah melakukan rapat bersama walikota dan beberapa jajarannya. Karena ia karyawan baru ia hanya mendengarkan saja apa yang dibicarakan dalam rapat.

"Felix," panggil wakil walikota Satrio.

"Iya Pak!" Jawab Felix.

"Kau pernah bilang padaku kau mengenal beberapa kaum sosilita muda. Bisakah kau mempertemukan walikota dengan salah satunya?" tanya Satrio.

"Ah, itu.. saya tak bisa mengatakan iya. Mereka teman kuliah saya dan sepertinya tak tertarik dengan proyek pemerintah," ujar Felix.

Walikota Karlina memperhatikan Felix dengan seksama.

"Kau tak bisa melobi mereka? Kalau tak bisa akan kuserahkan tim lain. Warga sudah banyak yang memprotes karena jalan di area daerah selatan banyak berlubang dan juga terlalu sempit. Pemerintah pusat juga terus mendesak agar segera dilakukan perbaikan," ujar Karlina sang walikota.

"Masalahnya area itu bukan milik pemerintah. Bukan juga milik warga biasa. Kita tahu Kencana Group adalah pemilik lahan di area itu," ujar Satrio wakil walikota.

Felix nampak berpikir sejenak. Memang benar lahan di sekitar daerah selatan adalah milik keluarga Rendy.

Tapi melihat bagaimana angkuhnya Rendy, kemungkinan melobinya adalah mustahil.

"Kalau kau bisa meyakinkan pemilik lahan, itu akan bagus untuk karirmu," ujar Satrio.

Beberapa jajaran juga mengangguk. Bukan rahasia umum lagi, Felix masuk ke balaikota bukan karena ia mendaftar seleksi karyawan. Namun ada orang dibelakangnya yang membantunya.

Makanya orang orang di balai kota mempertimbangkan pendapat Felix untuk proyek ini.

"Apa yang saya dapat jika berhasil?" tanya Felix.

"Tunjukan dulu kinerjamu. Baru kau boleh meminta apa yang kau mau. Tapi ingat, aku tak ikut andil jika kau pakai cara belakang. Aku ingin semua sistem kerja yang kau lakukan transparan," ujar Karlina.

"Baik akan saya kerjakan. Tapi saya minta waktunya satu bulan," ujar Felix.

"Okey," jawab Karlina.

***

Felix berada di dalam kamar sambil minum minuman beralkohol bersama seorang wanita.

Felix mencumbu wanita itu dengan penuh gelora. Wanita cantik dan sexy itu hanya bisa pasrah dalam dekapan Felix.

Tak butuh waktu lama bagi Felix untuk melepas semua kain ang menempel pada tubuh gadis itu.

Felix menikmati malam yang penuh gelora dengan wanita yang bukan kekasihnya itu.

Di depan rumahnya Andrea turun dari taksi dan langsung masuk begitu saja ke rumah Felix.

"Kenapa sepi? Dimana ibu dan adik adiknya?" gumam Andrea yang mendapati rumah Felix gelap.

Andrea melangkah santai menuju ke dalam rumah Felix. Rumah sederhana ini tak terkunci sehingga Andrea bisa dengan mudahnya masuk.

"Kenapa dia tak menyalakan lampunya?" gumam Andrea seraya mencari tombol saklar.

Andrea menyalakan lampu di ruang tamu, lalu membuka kotak cak yang ia persiapkan untuk Felix.

Dikeluarkannya kue ittu dan ia menunggu di ruang tamu. Namun samar samar Andrea mendengar seperti suara lenguhan wanita.

"Aneh sekali, apa aku mengantuk, ya? Sepertinya aku mendengar suara aneh," gumam Andrea.

Namun semakin lama suara itu semakin jelas. Karena Andrea penasaran ia mencari dari mana arah suara itu berasal.

Namun, Andrea ragu karena suara itu mengarah ke kamar Felix. Ada wanita di kamar Felix?

Andrea lantas memberanikan diri membuka kamar Felix.

Next ...