Chereads / Billionaire Looking for Wife / Chapter 10 - Gagal sarapan bersama

Chapter 10 - Gagal sarapan bersama

Andika memasuki ruangan dengan semangat yang tinggi. Menunggu kekasihnya mengantarkan bekal sarapan buatan tangannya sendiri. Jay sedang membacakan jadwal laki-laki itu hari ini, tapi tidak ada satu pun yang masuk ke otak bosnya.

"Hah? Apa saja tadi?"

Jay menutup buku agendanya. Ia berdiri dengan kedua tangan bersedekap. Percuma saja ia membacakan isi agenda itu sejak tadi, kalau presiden direkturnya itu tidak mendengarkan dengan baik.

"Hei, turunkan tanganmu. Dan, apa itu? Kamu menatapku seperti kakakku saja," gerutu Andika yang tidak nyaman melihat Jay yang dingin itu membeku di depannya. "Bacakan lagi! Kali ini, aku janji akan mendengarkannya." Andika memasang senyum yang terkesan dipaksakan.

Sang asisten kembali membacakan agenda itu. Hanya beberapa tugas yang tidak terlalu mendesak, membuat Andika memiliki ide untuk melarikan diri dari tugasnya. Seperti anak kecil yang ingin pergi bermain secara diam-diam.

"Sebaiknya singkirkan semua ide nakal Anda, Tuan Presdir. Walaupun tidak mendesak, tapi alangkah baiknya kalau segera dikerjakan. Anda tahu, para saingan bisnis mall ini sangat banyak. Jika Anda terlalu sering menyepelekan hal-hal kecil, maka akan jadi masalah besar di kemudian hari."

Jay mulai dengan ceramahnya yang selalu membuat Andika mati kutu. Selain sebagai asisten pribadi, sahabat, dia juga adalah penasehat. Semua kendala yang terjadi, bisa diselesaikan oleh ide-ide yang keluar dari pikirannya. Tentu saja, bukan berarti Andika bodoh, tapi dia terlalu meremehkan masalah kecil.

"Oke! Cukup. Aku mengerti. Kau itu selalu bertampang dingin setiap hari. Cobalah sedikit tersenyum," ujar Andika.

"Anda-lah yang sudah mulai berubah. Wajah Anda, dulu juga selalu serius. Sepertinya, ada badai api asmara yang membakar hati dingin Anda, Tuan."

Bahkan saat mengatakan soal cinta, Jay tetap saja bertampang dingin. Ia pernah tersenyum, saat Ve baru bekerja dan masuk ke kantor untuk menantang Andika.

"Ngomong-ngomong, apa Ve sudah datang?"

"Sudah. Dia menitipkan kotak bekal untuk Anda. Itu, saya menaruhnya di atas meja," jawab Jay sambil menunjuk meja panjang di depan sofa. Di sana, ia biasa menerima tamu.

"Kenapa dia tidak memberikannya padaku sendiri?" Andika merasa kecewa. Ia sudah menantikan momen sarapan bersama sang kekasih, tapi angannya buyar.

"Nona Ve pergi ke gudang. Dia terlihat sangat terburu-buru," jawab Jay seperlunya. Ia mengatakan sesuai apa yang dilihatnya.

"Ke gudang? Apa yang dia cari di sana?" tanya Andika.

Jay hanya menggelengkan kepala. 

Andika penasaran dan pergi menyusul Ve ke gudang. Ruang gudang ada di ruang bawah tanah gedung mall itu. Biasanya, hanya staf toko tertentu yang diperbolehkan masuk ke sana. Kenapa Ve harus pergi kesana?

Di gudang bawah tanah, Ve merasakan hawa dingin yang menusuk. Mungkin, karena pengaruh AC dan ruangan bawah tanah memang lembab. Langkahnya terhenti saat laki-laki yang meminta tolong padanya itu berbalik.

"Sebenarnya, Mas, mau mengambil barang apa, sampai harus meminta bantuan saya?" tanya Ve dengan waspada. Ia harus mempersiapkan diri untuk berlari.

Tap!

Laki-laki itu membalikkan badan. Ve berbalik pergi, berlari menuju lift di ujung lorong gudang. Lift yang menuju ke arah gudang berbeda dengan lift pengunjung. Hanya karyawan mall yang boleh menggunakannya.

Grep!

Ve tertangkap karena masih kesulitan berlari menggunakan sepatu hak tinggi. Maklum saja, sejak dulu ia adalah gadis tomboy. Jika berjalan santai, ia sudah mulai terbiasa, tapi saat berlari, ia terjatuh. Akhirnya, ia tertangkap oleh laki-laki aneh.

Tubuhnya berada di bawah kungkungan, membuat ia memberontak ketakutan. Apa yang diinginkan laki-laki itu? Ve sungguh tidak menyadari bahaya yang akan terjadi.

"Sejak kamu pertama kali bekerja di sini, aku selalu memperhatikanmu. Tubuhmu ini, aku ingin mencicipinya sedikit," ucap laki-laki itu sambil membelai wajah Ve.

'Kurang ajar! Jadi, dia hanya menjebakku? Kau belum tahu siapa aku.' Ve bersiap melakukan perlawanan dengan sedikit ilmu beladiri yang dikuasai. Namun, ia beruntung. Seseorang keluar dari lift dan memergoki kelakuan laki-laki bejat itu.

"Brengsek! Beraninya berbuat kurang ajar di tempatku!"

Bug!

Andika menendang laki-laki itu agar melepaskan Ve dari kungkungannya. Gadis itu segera bangun saat terlepas darinya. Ia berdiri di belakang sang presdir.

"Ck! Mengganggu saja. Majulah! Aku tidak akan mundur. Toh, sudah ketahuan. Atau, kau mau menikmati tubuh gadis itu bersamaku?"

Laki-laki itu tidak tahu siapa yang sedang berdiri di hadapannya. Sebagai atasan dan juga kekasihnya, ia sangat marah dengan ucapan laki-laki itu. Ia saja belum pernah memimpikan untuk menyentuh tubuh gadis itu. Sementara laki-laki itu, dia bahkan mengajaknya bermain bertiga.

"Sialan! Toko mana yang mempekerjakan laki-laki bejat seperti ini? Heh! Aku rasa, kau harus diajari lagi. Bagaimana caranya menghormati seorang wanita."

Andika melepas jas dan melemparkan ke lantai. Menggulung lengan kemeja dan bersiap untuk berkelahi dengan laki-laki yang berani menyentuh kekasihnya. Dari postur tubuhnya, terlihat kalau dia memiliki sedikit keterampilan berkelahi.

Ve merogoh ponselnya, lalu memanggil Jay untuk membawa bantuan ke sana. Jujur, gadis itu sangat takut Andika kalah. Apalagi, laki-laki itu mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya.

"Dika! Awas!"

Sret!

Tangan Andika tergores saat menghindar dari ayunan pisau laki-laki itu. Andika memperhatikan name tag yang terpasang di dekat saku seragam. Saat melihat ada peluang untuk melarikan diri, laki-laki itu pun berlari menuju lift. Sayangnya, ia tidak bisa melarikan diri dengan mudah.

Jay keluar dari lift bersama dua orang pengawal pribadi Andika. Dia ditangkap dengan mudah oleh dua pengawal pribadi dan ditelikung tangannya ke belakang. "Apa yang harus kami lakukan, Tuan?" tanya Jay.

"Bawa dia ke kantor polisi. Aku melaporkannya karena berniat melecehkan sekretarisku dan juga telah melakukan penyerangan."

"Baik." Jay memerintahkan dua pengawal itu untuk pergi ke kantor polisi bersamanya, sedangkan Andika kembali ke ruangannya bersama Ve.

"Aku ambilkan obat dulu," ucap Ve dengan wajah panik. Suaranya bergetar saat berbicara. Ve sangat takut dengan darah sejak kecil. Meski tidak separah saat kecil, tapi ia tetap gemetar melihat darah di pergelangan tangan Andika.

Ia bahkan tidak peduli dengan kakinya yang kesakitan karena terjatuh di gudang tadi. Namun, saat gadis itu berjalan pincang, Andika pun segera bangun dan menggendong gadis itu.

"Dika! Turunin aku! Tanganmu sedang terluka," ucapnya.

"Ini hanya luka goresan kecil, tapi kamu … hah. Apa kau mau kakimu patah? Sudah pincang begitu, masih dipakai untuk berjalan," ucap Andika sambil menurunkan Ve di sofa.

"Lukamu …." Ve menepuk sisi sofa yang kosong. 

Andika duduk dan memberikan kotak obat kepada gadis itu. Ve mengobati luka di tangan kekasihnya, lalu membalutnya dengan kasa. Beruntung, ia tidak sampai pingsan saat melihat darah. Waktu ia kecil, ia akan langsung pingsan kalau melihat darah meski hanya sedikit.

*BERSAMBUNG*