Chereads / Billionaire Looking for Wife / Chapter 23 - Andika cemburu pada saingan bisnis

Chapter 23 - Andika cemburu pada saingan bisnis

Andika berbalik secepat kilat. Ia menyusul Ve karena gadis itu terlalu lama. Kedatangannya yang tidak tepat membuat insiden itu pun terjadi.

"Ma … maaf, Ve."

"Kenapa kamu masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu?" Ve tampak marah. Resleting gaun itu sangat rendah, semua bagian punggungnya terbuka lebar. Tentu saja Ve marah, karena hal itu sangat memalukan baginya.

"Acaranya sudah dimulai. Aku pikir kamu mengalami kesulitan, jadi aku menyusul," kilah Andika membela diri. Ia pikir gadis itu sudah selesai mengganti bajunya. 

"Aku memaafkan kamu kali ini, karena aku juga salah. Kalau aku mengunci pintunya, serigala juga tidak akan menerobos masuk," kata Ve menyindir.

"Ck! Katanya dimaafkan, tapi disindir. Dasar gadis bar-bar pendendam," balas Andika sambil tersenyum tipis.

Setelah Ve merapikan gaunnya, mereka pergi ke tempat pesta barbeque. Acara yang cukup meriah, tapi Ve tidak nyaman berada di antara para lelaki yang mulai mabuk. Hal yang paling dibenci Ve adalah acara yang ditemani miras.

Hanya ada lima wanita di sana, sementara laki-laki lima kali lipat jumlahnya dibanding wanita. Ve berbisik pada kekasihnya. "Kita pulang sekarang saja, yuk! Aku tidak suka bau alkohol."

"Baiklah. Kamu turun lebih dulu, aku akan berpamitan pada mereka."

Ve mengangguk setuju. Ia berjalan santai menuju parkiran setelah keluar dari lift. Langit malam tampak sangat indah. Dihiasi ribuan atau bahkan jutaan bintang yang memantulkan cahaya berkelap-kelip.

"Indah sekali," ucap Ve takjub.

"Benar-benar indah. Apalagi di malam indah seperti ini, aku bisa bertemu makhluk Tuhan yang paling indah sepertimu," rayu laki-laki berjas merah yang baru keluar dari mobil.

Dilihat dari pakaian yang dikenakannya, ia bukan berasal dari kalangan biasa. Di ujung kerah jas terdapat simbol seperti mahkota raja atau pangeran. Di kota itu, hanya ada satu keluarga yang memiliki simbol raja.

'Dari simbol di kerah jas itu, sepertinya aku tahu siapa laki-laki ini. Mall King's. Laki-laki ini pasti presiden direktur mall itu, Rexy Mandala.'

"Apa kau sudah terpesona oleh ketampananku?" tanya Rexy percaya diri.

Laki-laki lajang yang terkenal sangat suka bermain perempuan. Ia hanya akan memakai seorang wanita satu kali, membayarnya, dan melupakannya begitu saja. Tidak terhitung berapa banyak wanita yang menjadi korbannya.

Ve mengetahui jejak perjalanan cinta laki-laki itu lewat cerita beberapa staf di mall. Mereka sering membicarakan pemilik mall saingan Mall Ozla milik Andika. Riwayat hidup yang cukup buruk, membuat gadis itu berjalan menjauhinya.

"Hei, Cantik! Siapa namamu?" tanya Rexy dengan suara lantang. Namun, gadis yang diincarnya itu masuk ke mobil, menutup, lalu mengunci pintunya. Rexy menghampiri mobil Andika, tapi pemilik mobil datang, dan menyuruhnya pergi.

"Apa dia istrimu?" Rexy masih penasaran dengan sosok Ve.

"Dia kekasihku. Jangan berani mengganggunya," ancam Dika sambil membuka pintu dan melaju pergi secepatnya. "Apa dia berbuat sesuatu padamu?"

"Tidak."

"Syukurlah. Jangan dekat-dekat dengannya," ucap Andika memperingatkan.

Ve sibuk membalas pesan dari Bella. Gadis itu terus bertanya kapan Ve tiba. Ia tidak bisa keluar terus terang, karena ibunya akan merasa khawatir. 

Andika melirik gadis itu. Mencoba mengintip isi pesan yang membuat Ve terus tersenyum sampai mengabaikan dirinya. Andika menjadi kesal sendiri karena tidak tahu apa isi pesan itu.

"Pesan dari siapa?"

"Teman," jawab Ve singkat.

"Laki-laki atau perempuan?"

Ve mematikan ponselnya, menaruhnya di dalam tas, lalu mengubah posisi duduknya. Ia menatap lurus kepada Andika. Laki-laki di hadapannya itu terlalu pencemburu.

Andika berpura-pura tidak menyadari sedang diperhatikan oleh kekasihnya. Menurutnya wajar jika ia memiliki rasa cemburu. Karena wanitanya itu sangat cantik, bahkan saat tidak memakai make-up.

Sampai mereka tiba di rumah, Andika tidak mau menoleh ke arah Ve. Hingga gadis itu menegurnya lebih dulu. Mereka diam beberapa saat di dalam mobil untuk bicara.

"Apa kau cemburu?"

"Ya. Aku sangat cemburu. Jadi, jangan membuatku lebih cemburu lagi," jawab Andika sambil menggerutu di belakang Ve.

Cup!

Ve mendaratkan kecupan di pipi laki-laki itu. Rayuan yang cukup ampuh. Karena Andika berhenti merajuk setelah menerima hadiah kecupan dari kekasihnya.

"Apa masih marah sekarang?" tanya Ve sambil menggeser duduknya. Ia menangkup kedua pipi Andika dan berkata, "Aku akan menjaga hatiku, untukmu seorang."

Andika menarik pinggang gadis itu. Jarak di antara mereka sangat tipis. Mereka dapat merasakan embusan napas masing-masing.

Jemari Andika menjelajah wajah Ve. Hingga ibu jari Andika berhenti di bibir tipis yang dioles lipstik berwarna nude. Jantung keduanya berpacu cepat, dengan napas yang semakin berat.

Perlahan, jarak di antara mereka semakin tipis. Semakin tipis, lalu bibir itu saling bertemu, berpagut lembut. Ve melingkarkan tangannya di leher sang kekasih.

Drrtt!

Ve melepaskan tautan bibir Andika. Hampir tiga puluh menit mereka berada di dalam mobil, para penghuni rumah mungkin merasa curiga. Panggilan telepon itu membuat mereka tegang.

"Aku keluar lebih dulu," ucap Ve.

"Hem. Tapi, rapikan dulu lipstikmu," ucap Andika perhatian. Sebenarnya ia tidak suka dengan pacaran diam-diam seperti ini, tapi mau bagaimana lagi. 

Ve keluar setelah merapikan lipstik di bibirnya. Ia masuk ke rumah dan bersikap seolah tidak ada apa-apa. Lagipula, kaca mobil Andika membuat orang lain tidak bisa melihat mereka dari luar.

"Dari mana, Ve? Kenapa malam sekali?" tanya Astari yang baru keluar dari kamar. Ia baru saja menelepon Andika karena melihat mereka tidak kunjung keluar setelah mobil terparkir cukup lama.

"Ada acara makan malam, Kak. Ve harus menemani Dika menjamu para pemegang saham."

"Hanya itu?" Selidik Astari. Ia melihat gadis itu dari atas sampai ke bawah. Tidak terlihat seperti mereka baru saja melakukan sesuatu di dalam mobil. 

"Iya, Kak," jawab Ve dengan tenang.

"Oh. Dika mana?"

"Di depan. Ve ke kamar dulu," pamitnya kepada Astari.

Andika masuk lima menit kemudian. Ia bertemu Astari yang menunggunya di ruang keluarga. Laki-laki itu masih kesal karena panggilan telepon siang tadi.

"Baru pulang, Dik?"

"Iya, Kak. Kakak belum tidur?" tanya Andika sambil menghenyakkan tubuhnya di sofa panjang.

"Kakak tidak bisa tidur. Kakak masih merasa bersalah karena mengganggu pekerjaanmu siang tadi. Kakak tidak tahu kalau kamu sedang menuju tempat rapat," ucap Astari sambil memasang wajah bersalah. Ia tidak merasa salah, hanya menggunakan alasan itu untuk berbicara dengan Andika.

"Kakak tidak perlu minta maaf. Dika tahu, Kakak cuma peduli pada Dika, makanya menelepon. Tidak usah merasa bersalah. Malam sudah larut, biar Dika antar Kakak ke kamar," ujar Andika sambil melepas jasnya dan menyampirkannya di lengan sofa.

Andika mendorong kursi roda Astari dan membantunya berbaring. Tanpa merasa canggung, Andika menggendong gadis itu. Lalu membaringkannya di tengah tempat tidur. Setelah menyelimutinya, Dika keluar dari kamar.

Ia masuk ke kamarnya yang berada di antara kamar Astari dan Ve. Andika ingin mengucapkan selamat malam, tapi tidak bisa. Ia takut dilihat orang lain. 

*BERSAMBUNG*