Chereads / Dear Adam (Indonesia) / Chapter 47 - Kemarin

Chapter 47 - Kemarin

"Ku memilih kamu semua, karena petunjuk Allah."

๐Ÿ’•๐Ÿ’•๐Ÿ’•๐Ÿ’•

Seperti hal mengharapkan seseorang yang pada akhirnya memilih atas restu dan petunjuk Allah. Dia memang yang terbaik buat ku, tapi bukan dia yang ku butuhkan.

Banyak doa ku sebut namanya pada akhirnya, nama lain yang datang dalam kehidupanku.

"Khadijah!"

"Iya, Mom."

Mommy sudah datang dari Seoul, mungkin akan sampai selamanya menemaniku di Istanbul, sedangkan daddy dan Hasan tidak datang, karena kesibukan mereka.

"Khadijah, apa benar, kalau bos kamu ingin menikahimu?"

Saat itu aku hanya diam, bahkan tersendak salivaku sendiri.

"Mom, Aku tidak tahu, bahkan aku belum mengiyakan permintaannya, karena aku mencintai lelaki lain sejak dulu," ucapku.

"Bukankah, Sam itu anak yang baik?" sela ayah sambil menatapku yang sedang dalam kegalauan tingkat dewa.

"Ayah, tapi Khadijah belum pas di hati," ujar ku sambil mengelengkan kepalaku, karena aku masih belum bisa menerima dia, apalagi belum menyegerakan isthikarahku.

"Nak, Samuel itu baik, apalagi keluarganya. Dia juga mapan,"ujar mommy sambil mengendong Husein.

"Aku ngerasa belum ada rasa sama dia, bagaimana kalau menikah tanpa cinta," dengusku menatap kedua orang tuaku. "Aku sungguh lebih menyukai Mas Rumi yang lebih sederhana."

"Mommy tahu kamu mencintainya, tapi cinta itu bisa dipupuk,"imbuh Haqi.

"Tapi, aku nggak mau kalau tanpa cinta, karena aku hanyalah ingin menikah dengan cinta, karena aku ingin seperti kalian."

Ku lihat mommy hanya diam kala itu, ia seolah tahu apa yang ku rasakan saat ini.

Berulang kali aku meminta, bahkan menginginkan Allah lebih mengikat cinta dalam doaku untuk kekasih impianku, tapi mungkinkah lelaki impianku bukanlah pilihan terbaik.

Kadang aku berpikir kenapa cinta datang diwaktu yang salah, kenapa juga aku merasakan cintaku hanya sebatas ambisiku atas perasaanku.

"Nak, kita tahu kamu mencintai lelaki lain, tapi setidaknya kamu beri kesempatan nak Samuel buat dekat dengan kamu."

Aku hanya diam bahkan, aku memilih tidak menjawab, karena aku masih dilema akan perasaanku.

"Mommy tidak akan memaksamu, karena mommy yakin kamu bisa menentukan pilihan kamu sendiri," ucap Rania.

Aku hanya diam kala itu, hatiku benar-benar mengalami rasa dilema begitu dalam sejak acara makan malam dengan keluarga Samuel, serta khitbah dadakan dari dia untuk meminangku. Sedangkan, aku hanya dalam hati yang mencintai pria lain.

"Dijah?!"

Lamunanku buyar, setelah tepukan pundak dari ayahku.

"Kamu sebaiknya sholat isthikarah untuk memantapkan sebuah pilihan terbaikmu dalam menentukan calon imam keluargamu. Pilihan dan kebahagiaanmu adalah kebahagian kita juga. Kita berdua hanya sebatas orang tua yang menginginkan terbaik untukmu,"tutur Haqi.

Aku hanya tersenyum, bahkan aku merasa ayah selalu mengerti yang ku mau, meskipun dia hanya ayah tiriku. Tapi, dia adalah sosok ayah yang terbaik selalu menanamkan kebaikan.

Kadang aku tak banyak berharap dengan sosok pria yang tampan atau mempunyai banyak materi dibanggakan, karena aku tidak mencari semua itu, hanya iman dan ketaqwaan yang mampu meluluhkan hatiku. Seperti dia yang ku cinta dalam sepertiga malamku, tapi kenapa ada hati lain yang menyapaku.

Gelisah dan dilema yang ku rasakan saat ini. Bagaimana bisa pria lainlah yang menawarkanku untuk menjadi pendamping hidupnya. Tapi, kenapa aku belum bisa dan masih berharap dengan pria yang masih belum jelas mempunyai rasa cinta yang sama atau tidak. Baiklah, mungkin saran ayah adalah yang terbaik, jika memang dia yang terbaik bagi Allah aku akan menerimanya dan mengikhlaskan perasaanku kepada pria yang selalu ku rapalkan namanya dalam setiap sujudku.

"Dijah, apa kau baik-baik saja?" tanya Haqi.

"Iya, ayah aku baik-baik saja."

Beberapa menit ku termenung mengingat kemarin malam, ketika Samuel mengajak keluarganya datang ke rumahku berniat untuk mempersuntingku.

Bukannya aku bodoh tidak melihat dia yang memang tampan dan mapan, tapi satu hal aku masih berharap cinta lain, tapi masih samar-samar.

Kemarin malam,

Pukul 19.00 terdengar suara bel dari mansion milik keluargaku, lalu aku pun membuka pintu. Karena kebetulan di mansion tanpa pembantu.

Perlahan ku langkahkan kakiku menuju pintu utama, dari layar cctv di dekat pintu terlihat seorang pria bersama beberapa orang.

Cklek...

Pintu utama mansion berhasil ku buka menampakan sebuah pemandangan sebuah keluarga.

"Pak Bos?"

Ku lihat bos pluto bersama keluarganya, padahal aku tidak mengundangnya sama sekali. Aku terkejut dengan kehadirannya.

Seorang pria seumuran ayahku tersenyum menatapku, lalu aku pun bersalaman dengan mencium telapak tangan kanannya.

Keluargaku selalu mengajarkanku untuk menghormati orang yang lebih tua.

"Assalamualaikum," salam keluarga Samuel.

"Walaikumsalam, silahkan masuk,"ucapku mempersilahkan mereka masuk ke dalam mansion keluargaku.

Mereka pun mulai masuk.

"Oh, ada tamu?" ujar mommy sambil mengendong adikku.

Mereka tersenyum.

"Mom, ini bos Khadijah."

"Selamat malam," ucap mommy.

"Ada tamu?" ujar Ayas terlihat usai melaksanakan sholat isya.

Aku dan keluargaku menyambut mereka, lalu mengajak mereka juga ikut dalam makan malam. Kebetulan juga kalau mommy memasak lumayan banyak, dan tadi sore aku ikut membantu di dapur.

Mommy memasak makanan indonesia, lalu keluarga Samuel pun belum pernah memakan makanan klasik indonesia terutama masakan jawa. Mereka hanya pernah makan nasi padang ikan rendang dengan sayur nangka. Selain itu, mereka belum mencoba.

"Wow amazing, ini makanan baru saya melihatnya,"cetus Samuel, ketika melihat makanan khas jawa.

"Pasti ini lezat," puji Umar.

"Silahkan dicicipin hidangannya,"ucap Mommy.

Bokap manusia pluto terlihat celingukan.

"Loh, Daddy kamu ke mana?" cetus Umar.

"Daddy?" ulangku.

"Iya, Nak. Ke mana daddy kamu, karena om pengen ngobrol sama daddy kamu," ujar Umar.

Helaan napasku, karena sudah ku duga kalau bokap manusia pluto akan menanyakan soal daddy.

"Maaf, Pak. Daddy saya masih di Seoul, mereka juga orang tua saya. Karena daddy sudah lama bercerai dengan mommy."

"Oh, Saya kira dokter Ayass juga ada di sini?" ujar Umar.

Aku mengelengkan kepala,"Daddy hanya tinggal bersama saudara kembarku, sedangkan aku dengan ayah tiriku beserta mommy dan adikku akan menetap di Istanbul. Ayah Haqi juga dokter, Pak."

"Oh, begitu ceritanya. Saya soalnya udah lama tidak bertemu dengan dokter Ayass," ucap Umar.

Khadijah tersenyum,"Karena takdirlah, Pak. Yang membuat keadaan berubah."

"Heeem, sebaiknya ngobrolnya dilanjut nanti saja, karena di meja makan lebih baik makan dulu," ujar Rania.

Husein kebetulan tidur, jadi mommy lebih tenang menyambut mereka.

Setelah makan malam, kami berpindah ke ruang tengah untuk mengobrol.

Sebenarnya aku merasa hatiku tidak tenang, karena aku merasa cemas, galau dan perasaan bak nano-nano, karena mereka datang tanpa ada kabar, mereka langsung nonggol begitu saja.

"Selamat malam, Om dan Tante," Samuel terlihat begitu gugup hingga aku melihat wajahnya seperti orang deg-degkan.

"Selamat malam juga," ucap Ayahku.

"Saya ingin membicarakan sesuatu serius," ucap Samuel.

"Sesuatu? serius? apa?" pikirku berasa seperti gado-gado, hati terasa bak es campur.

Pandangan manusia pluto menatapku tajam, lalu aku membuang muka, karena aku ngerasa nggak beres.

"Om, Tante, saya ingin meminang putri anda Khadijah sebagai calon istri saya secepatnya,"ujar Samuel. "Apa saya diperbolehkan?"

Hatiku berasa makin seperti sayur urap-urap. Rasanya aku nggak menyangka kalau pembicaraan menuju ke sebuah pinangan. Sedangkan, aku aja tidak pernah berpikir untuk mendapatkan lamaran dari manusia pluto. Ku telan salivaku sendiri, rasanya merinding saat pinangan dari manusia pluto.

Aku hanya diam tidak menjawab, karena aku tidak pernah berpikir seperti ini. Mendapatkan serangan pinangan dari pria sok arogant dan sombongnya bikin males.

"Saya terserah putri saya, karena saya sebagai orang tua hanya berharap terbaik dan merestuinya," ucap Ayahku.

Samuel terdiam saja melirik ke arahku, dia penasaran dengan apa yang akan aku jawab.

"Maaf, saya belum bisa memutuskan, karena ini adalah sebuah keputusan yang harus saya pikirkan terlebih dahulu," ucapku.

"Baiklah, aku segera menunggu jawaban dari kamu Khadijah," balas Samuel.

Setelah dua jam mengobrol, mereka pamit pulang. Dan, aku dalam perasaan cemas memikirkan jawaban atas pertanyaan itu.

Ku bangun dari lamunan soal kemarin malam, sungguh semua itu di luar dugaanku.

Pukul sepertiga malam, ku putuskan untuk sholat isthikarah untuk mencari petunjuk.

---***-----