Pukul 8 pagi pesawatku sudah mendarat di Seoul, korea Selatan. Rasa rinduku terhadap saudara kembarku Khadijah yang berjuang untuk sebuah gelar S2, sedangkan aku tak ingin meneruskan pendidikanku, itu bedanya aku dengan Khadijah.
"Eh, Khadijah jadi jemput kita?"
"Aku juga nggak tahu dia bakalan jemput kita atau tidak, yang jelas bunda sudah memberi amanat untuk menjemput kita, Wan."
Dia adalah Ridwan yang sengaja datang untuk bekerja, rencana dia akan numpang dikediaman keluargaku. Ya, tinggal serumah dengan Khadijah, meskipun Khadijah agak nggak suka dengannya.
"Hasan!"
Aku menoleh dan melihat wajah cantik seorang gadis berjilbab ungu dengan baju gamis senada dengan warna jilbabnya.
"Dijah?"
Aku melambaikan tangan ke arahnya, ia pun menghampiri kami yang berdiri di area kedatangan.
"Acan, aku kangen?"
Khadijah memelukku, ia seakan merindu bak seabad tidak ketemu.
"Aku juga."
"Heh, siapa dia? terus mana si buntelan beras?"
"Heh, enak aja kamu bilang aku buntelan beras? lihat pipi kamu kayak bakpao!"
"Kamu itu asal nyahut aja, aku aja nggak kenal siapa kamu!"
Khadijah mulai naik pitam, dan aku hanya bisa tertawa melihat pertengkaran keduanya.
Ya, memang dua puluh tahun lalu, Ridwan memiliki ukuran tubuh bulet besar kayak beruang kutub dengan kaca mata super tebel. Tapi, sekarang dia sudah berubah drastis, memiliki tubuh atletis dan tidak berkacamata lagi.
"Can, ini orang siapa sich? kok nempel di kamu?"
Aku mencubit kedua pipi Khadijah sangking gemasnya, tapi ngangenin dengan omelannya yang kadang kayak sambal cobek.
"Eh, ini Ridwan."
"Nggak mungkin, Acan. Ridwan kan.." Khadijah pun mempraktekan dan mengilusikan bentuk Ridwan.
"Heh, nona sok manis, itu dulu. Ini sudah tahun berapa?"
"Ya ya ya, kamu berhasil menjadi sedikit keren, tapi tak menarik bagiku."
"Liat aja, kamu bakalan suka ama aku."
"In your dream!"
-
Pov Ridwan
Ku mendapati seorang gadis yang sudah lama aku nantikan. Kecantikannya bak bidadari yang jatuh dari surga. Siapa lagi kalau bukan Khadijah.
Matanya yang sangat indah, dan rasanya aku ingin mengatakan perasaanku.
"Hey, Wan."
Sejenak aku bangun dari lamunanku tentang gadis itu. Selain cantik, ia juga cerdas dalam segala hal. Tapi, apakah aku pantas bersanding dengannya?
"Eh, iya."
"Bengong mulu?! mikirin cewek kamu di Jawa?"
Aku sontak kaget dengan pertanyaan dari Khadijah.
"Mana ada, Dijah. Aku belum mikir ke sana."
Ku coba membantah apa yang Khadijah pikirkan.
"Wan, bukankah kamu dengan Kayla dekat?"
"Kayla?" ulangku.
"Iya sich, Kay. Dia kan selalu nempel sama kamu."
"Cuman temen, San. Nggak lebih juga."
"Okay, cuman temen tapi bakalan jadi demenkan?"
"Betul, banget kamu, Can. Awalnya temen eh jadi demen, emang Kayla seperti apa sich? cantik banget?"
Dalam hatiku hanyalah kau Khadijah gadis tercantikku, karenamu lah aku rela berubah seperti ini.
Hasan menunjukkan sebuah foto di instagram milik Kayla Anatasha.
-
Kayla Anatasha.
"Sesulit apapun hidupmu, janganlah kau memudarkan senyummu."
Ku lihat sebuah update an foto dan quotes yang ditampilkan di akun IG Kayla. Emang sich dia cantik, tapi tak bisa membuat cinta di hatiku.
"Gila, Wan. Cantik begini kamu biarkan berlalu" cetus Khadijah. "Masih untung ada yang menyukaimu ."
"Ya, mungkin Ridwan sukanya sama kamu, Dijah."
"Duh, Acan. Nggak dech. Dijah sudah menemukan calon imam idaman."
Dalam hatiku saat Khadijah berkata ia menemukan calon imam idamannya, seakan tembok hatiku runtuh seketika. Ada bom waktu siap meledakan hingga perasaan hancur dalam kepingan. Cinta tak pernah salah, tapi cinta sepihak itu sangatlah sakit. Padahal harapanku adalah ke sini agar bisa menemuinya, usaha apapun ku lakukan agar bisa dekat dengannya, sayangnya semua itu hanya sebatas harapan saja.
***
Pov Author
Mobil sport berwarna merah terparkir di area airport. Ya, mobil itu milik Khadijah.
"Eh, ayoo cepetan!" teriak Khadijah yang terlihat panik melihat jam di tangannya.
Kedua pemuda itu mengikutinya.
"Can, kamu bawa mobilnya ya."
"Terus kamu, Jah?"
"Ntar aku ikut kalian, turunin aku di halte bus."
"Kenapa nggak pakai mobil aja?"
"Nggak, ah. Ini hanya demi kalian aku pakai mobil, biasanya naik bus aja cukup."
"Dijah, kamu nggak berubah ya dengan kesederhanaanmu?"
"Ridwan, aku lebih suka naik transportasi umum, enak nggak cape, bisa ketemu orang baru."
"Mobilkan, enak dingin ada ac?"
"Can, enak naik bus. Karena lebih bisa menikmati jalanan kota Seoul."
"Baiklah, tapi mulai besok kita gantian anterin kamu."
"Bener aku setuju dengan pendapat kamu, San. Cakep."
"Enggak!" bantah Khadijah."
"Dijah, kamu kan cewek, bahaya naik bus kalau misalkan pulang malam."
"Siapa bilang aku sendirian? Allah itu selalu bersama ku."
"Yaudah dech, sikapmu nggak berubah tetep keras kepala banget."
"Siapa suruh berdebat denganku, kalian kan tahu, kalau aku tak ingin diatur."
"Terus sampai kapan kita berdiri dan berdebat di sini?"
"Eh, iya, aku lupa Ridwan."
Mereka pun memasuki mobil sport mewah. Dan, Hasanlah yang ambil kemudi mobil tersebut.
***
Pov Author
Pukul 10.00, Khadijah sampai di sebuah halte bus, sementara Hasan dan Ridwan ke Mansion tempat tinggal Khadijah.
Khadijah duduk menunggu bus datang menuju ke kampus. Ia sembari mendengarkan musik mp3 dari headset.
Lagu bigbang - If you, menjadi favoritnya selama ini. Semenjak ia bertemu dengan pria yang mengejukkan hatinya.
Aroma yang tidak asing memasuki kedua rongga hidungnya.
"Apa dia Adam ku?" batin Khadijah sembari sedikit melirik ke samping kirinya.
Ternyata benar dia adalah Adam yang selalu ia kagumi. Sebutan Adam karena ia belum tahu siapa nama pria itu sesungguhnya.
Sepuluh menit kemudian bus datang tujuan ke arah kampus, Khadijah naik duluan disusul oleh Rumi. Mereka hanya saling menatap dan diam dalam satu suasana, tanpa saling menyapa.
Rumi sesekali menundukkan pandangannya, dalam hatinya bertasbih. Ia melihat seorang bidadari cantik yang pernah ia lihat sebelumnya di sebuah acara amal.
"Dia sungguh luar biasa kecantikannya yang terpancarkan dari hatinya, mata seindah rembulan di malam hari, kulitnya seputih aliran susu, tatapannya membuatku tak kuasa dalam menundukkan pandanganku. Sungguh dia terlalu indah" Rumi membatin dalam hatinya.
"Bagaimana tidak aku bisa sedekat ini? dia memang sangat menarik daripada yang lain, aku jatuh cinta, karena suaranya menyejukkan hati. Oh, apa ini bidadara dari surga yang sengaja Allah kirimkan. Sungguh sejuk didekatnya."
Tiba-tiba bus berhenti di halte selanjutnya, ada sepasang kakek nenek. Namun, karena penuh keduanya harus berdiri.
Rumi dan Khadijah serempak tanpa janjian mempersilahkan keduanya duduk di tempat mereka.
"Nek, duduk sini biar saya berdiri."
"Kek, silahkan duduk di tempat saya."
Kata mereka bersamaan. Dan mereka saling menatap secara tak sengaja.
Bus segera berangkat, menuju ke beberapa rute. Mereka berdiri sambil berpegangan handle hand.
*