Chereads / Dear Adam (Indonesia) / Chapter 31 - Ruang dan Waktu

Chapter 31 - Ruang dan Waktu

Ruang dan waktu tercipta untuk kita. Kamu senjaku yang tak mungkin redup."

-Haqi-

*

Rumi kini tinggal di rumah kontrakan milik Adnan, ayah kandungnya. Dia sudah mengemasi beberapa barang-barangnya yang ada di kontrakan. Dia merasa bahagia sekali bisa bertemu dengan ayahnya.

Rumi sudah selesai membersihkan kontrakannya. Dia sudah memasukkan beberapa barang-barangnya ke dalam koper dan kardus. Dia merasa jika kepergiannya ke Seoul bisa berbuah hasil yang sepadan.

"Bagaimana perasaanmu sekarang ketika bertemu dengan ayahmu?" Rain bertanya kepada Rumi yang sudah berkemas-kemas. Dia juga membantu untuk membersihkan barang dari kontrakan Rumi.

" Aku tidak tahu harus berkata apalagi ketika aku bisa bertemu dengan ayah kandung ku. Aku sangat berterima kasih sama kamu. Karena kamu adalah sahabat terbaikku saat ini. "Kata Rumi sambil menatap Rain sahabatnya.

Kemudian Rain mengantarkan Rumi dengan menggunakan mobilnya menuju ke kontrakan Adnan.

Rain mulai menyalakan mesin mobilnya sementara Rumi sedang memasang sabuk pengamannya. Kemudian mobil melaju dengan sangat cepat sekali dari rumah kontrakan Rumi menuju ke rumah kontrakan milik Adnan.

*

Di rumah kontrakan Adnan terlihat sangat mondar-mandir tidak jelas. Kepergiannya dia ke Seoul sebenarnya untuk membawa Rania ke Jakarta. Tapi rencananya gagal karena dia tidak bisa untuk membawa Rania pergi.

"Semua ini gara-gara pria itu! "Adnan sangat kesal sekali dengan Ayass. Karena dia gagal untuk menculik Rania. Namun dia sekarang tidak bisa berkutik sama sekali ketika pihak kepolisian mencarinya.

*

Naina membaca berita di koran. Dia melihat jika Adnan menjadi buronan di kota Seoul karena sebuah kasus penculikan seorang perempuan bernama Rania.

Dahlia melihat ekspresi Naina ketika membaca sebuah berita di koran. Kemudian Naina segera untuk menyembunyikan koran tersebut dari Dahlia.

" Ibu kenapa terlihat sangat tegang sekali?" kedua mata Dahlia terlihat menurut ke arah Naina, ibunya. Dia yakin jika ada sesuatu yang telah disembunyikan oleh Naina saat ini. Namun dia tidak bisa menembak sesuatu itu.

"Bukan apa-apa sayang." Kata Naina sambil menatap wajah putrinya. Dia merasa tidak ingin melihat putrinya terganggu konsentrasinya saat mengikuti pameran besok. Dia ingin menyembunyikan semua tentang Adnan dari Dahlia. "Kamu harus semangat Apalagi kamu akan menghadapi beberapa orang yang ada di Galeri pameran. Ibu hanya kepikiran ketika kamu mengikuti pameran tersebut. Apalagi besok adalah acara puncak dari pameran itu. Ibu yakin jika kamu bisa melewati semua itu dengan baik. " katanya mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin jika dari yang merasa sangat sedih sekali apalagi berita mengenai ayah kandungnya yang tidak pernah bisa menerima dia sebagai anak. Dia merasa jika Naina berhak untuk bahagia walaupun tidak bersama dengan ayah kandungnya.

"Selamat pagi!" Seru Sera menyapa mereka semua yang sedang berbincang secara serius. Dia baru saja bangun pagi karena kemarin malam dia kelelahan mengerjakan beberapa tugas.

" Selamat Pagi Sera! " balas dari Dahlia sambil tersenyum menatap Sera yang baru saja terbangun di pagi hari.

Sera masih menguap beberapa kali. Dia merasa sangat lapar sekali perutnya. Karena kemarin malam cukup menguras tenaga dan otaknya dalam mengerjakan beberapa tugas dari kampus.

*

Khadijah masih berada di sebuah rumah sakit karena kemarin dia jatuh pingsan. Beruntungnya Rumi membawa dia menuju ke rumah sakit. Namun kondisi Khadijah baik-baik saja. Dia hanya mengalami kelelahan seperti yang dikatakan oleh dokter.

Pagi ini Rumi kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Khadijah Setelah dia bersih-bersih rumah kontrakan dan pindah ke rumah Adnan.

"Mom...Mom..." gumam Khadijah, lalu Rumi mendengarnya saat terjaga di sampingnya.

Sepuluh menit lalu, mereka semua meninggalkan Khadijah, tapi Rumi tetap setia menjaganya.

"Khadijah, kamu sudah sadarkan diri?" ujar Rumi, lalu ia melihat Khadijah perlahan-lahan membuka kelopak matanya. "Haus?"

Khadijah hanya mengangguk, lalu Rumi mengambilkan segelas air mineral. Ia membantu Khadijah untuk minum.

"Kamu isthirahat dulu, jangan banyak bicara dan gerak dulu. Tunggu aku akan memanggilkan dokter, agar segera memeriksamu,"ujar Rumi.

Khadijah menganggukkan kepala, "Subhanallah, apa ini jawaban dari doa-doaku yang selama ini ku terbangkan dengan merapal namanya?" batin Khadijah, ia tersenyum bahagia bisa ditemani oleh kekasih impiannya.

Rumi pamit pergi untuk memanggil dokter jaga, kala itu Haqi ternyata ada operasi dadakan, jadi ia secara sukarelawan menjaga Khadijah.

Beberapa menit kemudian dokter jaga dan suster datang untuk mengecek kondisi Khadijah, lalu hasil analisa dokter kalau Khadijah masih perlu dirawat dalam kurun waktu dua sampai tiga hari, karena ada gejala penyempitan pada ususnya.

Setelah itu, dokter pergi. Rumi mengambil wudhu untuk sholat isya, lalu Khadijah ingin ikut serta, meskipun masih dalam keadaan lemah di atas ranjang rumah sakit.

Rumi menjadi imam dalam sholat isya di dalam kamar rawat inap Khadijah, sedangkan Khadijah sholat di atas ranjang sebagai makmum satu-satunya.

"Ya, Allah semoga aku bisa menjadi calon makmum dari lelaki idaman yang ada di hadapan hambamu Ya Allah. Hanya dia yang mampu mengetuk pintu hati hambamu ini," batin Khadijah disela sholat isya.

Setelah itu, Khadijah mendengarkan lantunan ayat suci surah AL-Mulk yang begitu merdu dan syahdu. Ia merasakan hatinya begitu bergetar.

"Ya Allah aku sungguh ingin kau jodohkan hambamu ini dengan lelaki yang ada di hadapan hambamu ini,"batin Khadijah sambil meneteskan air matanya disela doa-doanya.

Ayat demi ayat telah Khadijah dengarkan hingga merasakan kesejukkan bak aroma surga.

"Ya Allah semoga dia adalah adamku lelaki impianku selama ini, sungguh teduh hambamu ini bila di dekatnya,"batin Khadijah.

*

Di rumah kediaman keluarga Khadijah terlihat Rania dalam kondisi yang sangat lemah sekali bahkan Dia hanya bisa duduk disebuah kursi roda. Hal itu memicu kaki merasa sangat kesal sekali. Dia hanya ingin sebuah keadilan agar pelakunya segera untuk ditangkap. Dia tidak ingin jika pelakunya masih berkeliaran di kota Seoul.

Rania mulai menghela nafas yang sangat berat sekali. "Ternyata bosan sekali untuk di rumah saja." Dia menggumam dalam hati kecilnya sambil menatap kosong sekeliling ruang tengah.

Rania merasa perutnya sangat lapar sekali. Karena kebetulan tadi pagi asisten rumah tangganya sedang izin untuk pulang kampung. Sementara dia hanya sendirian di rumah.

Kemudian Rania memutuskan menuju ke dapur. Dia berusaha untuk mencari makanan yang ada di lemari es. Dia merasa perutnya terasa sangat lapar sekali karena semenjak tadi pagi dia belum sarapan pagi. Karena dia tidak nafsu makan sama sekali.

Mendadak terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat dari arah dapur. Hati Rania terasa begitu sangat cemas sekali. Dia sangat takut jika pelaku itu masih berkeliaran dan mengincarnya. Dia mulai mengedarkan pandangannya dari lingkungan sekitarnya.

Rania terlihat begitu gusar, ia sangat takut sekali. Keringat dingin bercucuran, ia pun berdoa semoga bukan penjahat itu.

"Happy Birthday!" teriak Ayass memberi suprise ke Rania.

Rania kaget bercampur bahagia, karena mantan suaminya masih mengingatnya.

"Ya Allah, mas. Kamu bikin aku kaget aja, dan makasih, mas. Kamu udah ingat ulang tahunku," ucap Rania, lalu menaikan lekuk senyuman di bibir mungilnya.

Ayass membawakan cheese cake kesukaan Rania dari dulu.

"Wah, kamu masih mengingat, kalau aku sangat menyukai cheese cake," ucap Rania.

Kini usia Rania bertambah menjadi empat puluh lima tahun.

"Ayass, aku ngerasa udah tua banget," kata Rania.

"Ya, meskipun umur kamu bertambah, tapi kamu tetap awet muda," puji Ayass. "Kalau begitu tiuplah lilin ini."

Rania meniupkan lilinnya, lalu ia masih mengingat beberapa tahun lalu saat masih bersama dengan mantan suaminya. Setiap tahun selalu merayakan dengan liburan, tapi kini sudah berbeda.

Ayass selalu memiliki banyak kejutan, dibandingkan dengan Haqi. Ia sudah tahu kalau suaminya adalah pria pribadi introvert, sedangkan mantan suaminya ekstrovert.

"Sebelum kamu tiup buatlah permintaan dulu, Rania," ucap Ayass.

Rania menatap Ayass, lalu Husein pun menangis. Ia pun merasa bingung dengan tangisan bayi laki-lakinya. Baginya, tidak mudah mempunyai seorang bayi diusia yang menginjak empat puluh lima tahun.

"Tenanglah, biar aku yang ambil Husein," ujar Ayass.

Beberapa saat kemudian Hasan, Haqi dan Ridwan datang tanpa Khadijah yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

"Ayah, kita sudah siap buat kasih kejutan buat ibu,"kata Hasan.

"Iya, Om. Kita udah siap kasih kejutan buat tante Rania, meskipun kita kurang lengkap tanpa Khadijah," sahut Ridwan.

"Iya," balas Haqi, lalu tersenyum.

Mereka melangkah menuju kamar Rania, namun tidak ditemukan wanita itu. Mereka pun mencari dari semua sudut, lalu menemukan Rania bersama Ayass dan Husein di dekat arena kolam renang.

"Yah, ternyata kejutan kita selangkah lebih maju dari ayah," ucap Hasan, lalu menatap Haqi.

"Yah, tidak apa-apa. Kita udah usaha buat kasih kejutan buat ibu kamu," balas Haqi dengan tersenyum.

"Heran banget sama om Haqi, dia lelaki yang bijak, meskipun istrinya bersama mantan suaminya. Sungguh om Haqi begitu baik," batin Ridwan, ia mengamati lelaki paruh baya itu.

"Ridwan, kenapa kamu melihat saya seperti itu?"

"Oh, nggak apa-apa, om. Cuman lagi kagum sama sikap om yang bijak sekali."

"Saya tahu apa yang ada di otak kamu, nak. Pasti kamu bertanya, kenapa saya tidak marah kalau istri saya bersama mantan suaminya?"

Ridwan menyengir," Iya, om."

"Karena saya percaya dengan istri saya, dia bisa menjaga perasaan saya sebagai suaminya. Dan, hubungan baik antara istri saya dengan mantan suaminya hanya untuk kedua anaknya."

Hasan sudah menghampiri Rania sambil membawa bunga, sedangkan Ridwan dan Haqi masih berbincang-bincang.

Lambaian tangan Hasan mempercepat langkah keduanya.

"Haqi," sapa Ayass. "Maaf, saya...-"

Haqi memegang pundak Ayass," Tidak masalah, terima kasih sudah ingat dengan ulang tahun Rania."

Ayass celingukan mencari putrinya.

"Om, mau cari Khadijah?"

Ayas mengangguk,"Ke mana dia?"

"Khadijah tadi di kampus pingsan, terus temannya bernama Rumi membawanya....-"

"Apa Khadijah sakit? terus dimana putriku?" potong Rania dengan beberapa pertanyaan yang melesat dalam beberapa detik, lalu raut wajahnya berubah cemas dan panik.

Haqi menghampiri Rania, lalu ia memegang kedua tangan Rani,"Tenanglah sayang. Putri kita akan baik-baik saja, tadi aku sudah menanganinya.

"Haqi, bawa aku menemui putriku," pinta Rania.

"Haqi, kenapa kamu tidak mengabariku?" ujar Ayass.

"Maaf, aku tadi lagi padat jadwal operasi, terus belum sempat_"

Kalimat itu terputus setelah ponsel Haqi berbunyi dari rumah sakit. Setelah itu, Haqi buru- buru pergi.

*

Dua jam kemudian,

Haqi seakan hilang, ia tidak ada kabar sama sekali. Lalu, Rania cemas dan panik, sedangkan baby Husein tiba-tiba demam tinggi.

Ayass langsung membantu Rania untuk mengecek kondisi baby Husein. Lalu terlihat kejang-kejang. Kepanikan malam itu, lalu Ayass membantu membawa baby Husein ke Rumah sakit. Ia meminta Rania tetap di rumah saja, meskipun sempat awalnya menolak.

*