"Diet? Orang badan kamu udah munggil gitu," ucap nenek Maria, memperhatikan tubuh Lisa.
"Antisipasi biar gak gendut, Nek! Makan malam kan, bikin cepet gemuk?" Lisa masih memberikan alasan, agar neneknya tidak curiga.
***
Seperti biasa, Lisa menggunakan transportasi umum, untuk menuju ke sekolah. Yang berbeda, Lisa tidak melihat lelaki yang kemarin satu bus bersama dirinya. Sekeras apapun Lisa mengedarkan pandangan ke seluruh dalam bus, tetap tidak ia temui dan ia lihat. Bahkan, Lisa sengaja berlama-lama di halte Istiqomah, hanya untuk melihat lelaki tersebut, yang mungkin menaiki bus yang ada di belakang bus bernomer 11.
Tapi tetap saja, Lisa tak melihat lelaki yang sempat membuat dirinya terhipnotis di dalam bus.
Tepat pukul tujuh lewat lima belas menit, Lisa memutuskan untuk melangkah meninggalkan halte Istiqomah. Akan menjadi pagi yang buruk, jika sampai Lisa terlambat masuk ke dalam kelas. Sekolah Lisa, memulai kegiatan belajar, dijam tujuh lewat tiga puluh menit. Maka, masih ada lima belas menit lagi untuk Lisa sampai ke dalam kelas.
Lisa melangkah dengan cepat, untuk mempersingkat waktu. Walau sebenarnya, jarak dari halte ke sekolah Lisa, bisa ditempuh sepuluh menit dalam berjalan. Tapi, Lisa ingin lebih cepat dari sepuluh menit. Saat Lisa ingin menaiki jembatan penyeberangan untuk mecapai sekolahnya, ada segerombolan siswa tengah berkumpul di dekat jembatan.
Melihat seragam yang mereka kenakan, gerombolan siswa tersebut berasal dari SMA Pelita Bangsa. Bukan asal sekolahnya yang membuat Lisa terkejut dan mengeluarkan keringat dingin. Tapi, segerombolan siswa tersebut adalah, orang-orang yang telah membully dirinya selama ini.
Lisa terpaku sejenak, hingga tak tahu harus melakukan apa. Seperti ada magnet di kedua kakinya, yang membuat dirinya tidak bisa bergerak cepat. Mengangkat satu kaki untuk melangkah pun, benar-benar terlihat sangat berat. Keterpakuan dan kediaman Lisa, membuat para siswa yang ada di belakangnya mencoba mendahului dirinya.
Entah mendahului untuk naik ke jembatan penyeberangan, atau mendahului untuk berjalan menuju SMA Pelita Bangsa, Lisa tidak begitu memperhatikan. Setelah ia sadar dan ingin bergegas menaiki anak tangga, sebuah seruan yang sangat keras dan familiar, Lisa dengar dengan sangat jelas.
"Hey, anak panti?" seru salah satu siswa, yang sukses membuat Lisa berhenti melangkah.
"Tuhan, buat Lisa menghilang saat ini juga, dong?!" gumamLisa.
Lisa memutuskan untuk terus melangkahkan kaki, menapaki anak tangga. Namun tiba-tiba, tas punggung yang ia kenakan, ditarik oleh seseorang dengan sangat keras. Hingga tubuh Lisa, memundur mengerikan. Untungnya, Lisa baru menapaki dua anak tangga. Ini akan berbeda, jika Lisa ditarik ke belakang, saat dirinya sudah ada di lebih tiga anak tangga.
"Oh, ternyata elu sekolah di seberang," ucap seorang siswi, sambil melihat badge school, atau bet sekolah yang Lisa kenakan di seragam putih abu-abunya. "Pantesan, gue gak ngeliat elu ada di sekolah ini," ucapnya lagi.
"Kenapa, pesan kita gak elu bales? Lu sengaja ngeremehin kita, hah?" bentak seorang siswi lagi, yang ternyata bernama Jully.
"Kita kasih pelajaran aja, Jul! biar dia bisa sadar diri," saran salah satu siswa, yang bernama Bobby.
Segerombolan siswa yang tengah merundung Lisa, ada lima orang. Dua diantaranya, adalah pelajar lelaki, bernama Bobby dan Rocky. Lalu tiga pelajar wanita yang lain adalah, Jully, Cindy, dan Sherly.
"Jul, gue udah telat masuk kelas. Please, gue harus pergi sekarang," ucap Lisa terbata dengan tatapan memohon. Mendengar kalimat yang diucapkan Lisa, kelima siswa tersebut malah tertawa dengan keras, hingga membuat beberapa siswa yang melintasi mereka, menoleh menatap keenam siswa yang tengah bergerombol. Tapi, mereka hanya sebatas menatap, tanpa ada niatan membantu Lisa.
"Heh, lu pikir, kita semua peduli?" ucap Jully dengan mendorong kepala Lisa menggunakan jari telunjuknya dengan sangat keras, hingga kepala Lisa mendonggak ke belakang.
"Mana HP lu?!" tanya Cindy dengan merogoh saku rok Lisa.
"Buat apa?" tanya Lisa, yang mencoba melindungi dirinya, dari rabaan Cindy.
"Lu pasti ganti nomer kan? Karena dari kemarin, kita gak bisa lagi ngubungin nomer lu," Rocky menambahkan.
Sebenarnya, Lisa tidak berganti nomer. Lebih tepatnya, dia berganti ponsel. Karena kemarin, ponsel yang ia lempar, telah hancur karena menghantam tembok dengan sangat keras. Dan pagi tadi, nenek Maria memberikan ponsel baru yang memang sudah disiapkan oleh nenek Maria. Ponsel tersebut sengaja dibeli, sebagai hadiah untuk Lisa, karena sudah memasuki sekolah SMA.
"Gue kan udah bilang, jangan pernah ganti nomer, atau mengabaikan pesan-pesan gue. Kalau elu berani ngelakuin itu, gue gak akan segan-segan buat nyebarin video keren lu itu," ancam Jully dengan memegang pergelangan tangan kanan Lisa, dan memutarnya ke belakang tubuh Lisa.
Lisa merintih menahan rasa sakitnya. Dan yang semakin membuat dirinya sakit adalah, tak ada siswa atau pun orang lain yang mencoba membantu dirinya, yang tengah dirundung di pinggir jalan yang ramai ini.
Cindy berhasil mendapatkan ponsel Lisa, dan respon Cindy pun, membuat siswa lainya semakin menjadi kejam terhadap Lisa. "Wah, dia punya HP terbaru, guys. Lihat nih!" ucap Cindy, dengan memperlihatkan HP Lisa di depan teman-temannya.
"Hooh, anak panti bisa beli HP bagus juga, ya?" ucap Jully, lalu melepaskan tangan Lisa, dan mulai mengambil HP Lisa yang dibawa Cindy.
"Gimana gak bisa, orang yang ngadopsi dia kan, nenek-nenek kaya raya, Jul!" ucap Sherly.
Jully langsung melakukan panggilan telfon menggunakan ponsel Lisa. Dan beberapa detik kemudian, dering ponsel milik Jully berbunyi. Nomer Lisa sudah masuk ke dalam ponsel Jully. Dan setelah itu, Jully memberikannya lagi ke Lisa.
"Awas aja, lu! kalau sampai ngediemin pesan dan telfon gue lagi," ancam Jully dengan mendorong tubuh Lisa dan meninggalkannya begitu saja.
"Inget itu, ya! anak panti," Bobby menambahkan.
Kelima siswa yang baru saja melakukan perundungan ke Lisa, langsung berjalan menuju gerbang SMA Pelita Bangsa, dengan tawa yang membuat Lisa mengeratkan sepuluh jari tangannya. Keadaan Lisa saat ini, benar-benar kacau. Baju seragam yang keluar dari dalam rok, dan rambut panjang gelombangnya yang sudah awut-awutan.
Lisa langsung tersadar, bahwa saat ini, ia sudah sangat terlambat. Lisa melihat pergelangan tangannya, tapi tak menemukan jam tangan yang selalu Lisa kenakan. "Hahh, kenapa musti gak pakai jam tangan, sih?" gerutu Lisa. Lalu, Lisa melihat ponsel yang Jully taruh di kantong baju Lisa. Dan benar saja, Lisa sudah sangat terlambat. Karena saat ini, jam digital di layar ponselnya menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh lima menit.
Lisa langsung menaiki anak tangga dengan sedikit lebih cepat. Dan menuruni anak tangga semakin cepat juga. Lisa hanya berharap, semoga ia tidak mendapat hukuman, akan keterlambatannya pagi ini.
Lisa berlari dengan kondisi yang belum ia rapikan. Semuanya masih sama, bahkan baju seragamnya, malah semakin berantakan karena Lisa berlari dengan cukup kencang. Peluh keringat menghiasi kening dan pelipis Lisa. Pagi ini, Lisa benar-benar terlihat tidak beruntung.