Chereads / Watches Of Love / Chapter 4 - Apa Itu?

Chapter 4 - Apa Itu?

Jika diminta untuk mengajukan sebuah permohonan pada Tuhan, sudah pasti, aku akan meminta hal ini. Sesuatu hal yang sangat aku inginkan sejak masa SMP. Aku ingin menghilang dari kelima manusia, yang sangat membuat aku tersiksa dan terhina. Tulis Lisa, disebuah kertas kecil, yang ada dihadapannya. Tanpa Lisa sadari, seorang pria dewasa telah berdiri tegak di samping dirinya.

"Bagus kamu, ya? sudah datang terlambat, sekarang malah ngalamun" ucap pria dewasa, yang membuat Lisa tersadar dari lamunannya.

"Ouh, mati gue!" lirih Lisa, yang sepertinya terdengar oleh pria dewasa tersebut.

"Kamu ini, niat sekolah atau tidak?" tanya pria dewasa tersebut, yang tak lain, bernama Randy Arta, guru matematika, sekaligus wali kelas Lisa.

"Niat pak," jawab Lisa, menanggapi pertanyaan pak Randy.

"Kalau memang kamu niat, mengapa sejak tadi, kamu tidak fokus dengan mata pelajaran saya?" tanya pak Randy lagi. Sedangkan murid yang lainnya, fokus menatap meja Lisa.

"Gimana saya mau fokus pak, kalau sudah bertemu lima monster yang jahat." Batin Lisa.

"Lisa?" panggil pak Randy.

"Oh, iya Pak!" jawab Lisa yang kembali tersadar.

"Nanti jam istirahat, temui saya di ruangan saya!" pinta pak Randy, dengan intonasi yang sudah sangat kesal dengan sikap Lisa. Setelah itu, pak Randy langsung menutup jam mata pelajaran, dengan memberikan PR di halaman sebelas.

Lisa mengangguk perlahan, dan semakin menundukkan diri. Jenny yang ada di samping, menepuk pundak Lisa berusaha memberikan support, agar Lisa tidak terlihat menyedihkan.

"Lu kenapa, Sa?" tanya Jenny, setelah semua murid sudah tidak fokus dengan Lisa.

"Badmood, Jen." Jawab Lisa masih dengan menundukkan kepalanya.

"Badmood kenapa?"

"Tadi pagi, gue ketemu monster."

"Monster? Monster apaan? Emang, ada ya?" tanya Jenny dengan polosnya.

"Ya gak ada, lah. Gue becanda Jen, serius amat sih lo?" ucap Lisa, yang merasa belum saatnya, menceritakan tentang kelima monster yang dia temui pagi tadi.

"Elu ini ya, gue kirain beneran tahu?" Jenny sedikit merasa kesal.

"Hahaha, enggaklah. Makan yuk? Guru masih lama kan?" ajak Lisa.

"Gak tahu sih, gue coba cek dulu, ya?"

"Oke, jangan lama-lama, ya!?" pinta Lisa.

"Okey," jawab Jenny dengan memberikan tanda oke, ke Lisa.

***

Jenny datang dengan membawa kabar baik. Kabar baik yang menyatakan, bahwa guru yang akan mengisi mata pelajaran seusai matematika, tidak hadir hari ini. Semua murid, hanya diberikan tugas, untuk mencatat sebuah materi. Sedangkan Lisa dan Jenny, langsung meluncur menuju kantin sekolah, setelah mengetahui hal tersebut.

Sudah bukan rahasia umum, jika tidak ada guru, para murid akan merasa berpesta. Biasanya, mereka bergantian saat ke kantin. Jika beberapa orang telah kembali dari kantin, maka murid yang lainnya, akan menuju kantin. Setidaknya, mereka tidak pergi secara bergerombolan.

"Sa? Tadi gue ngeliat ada anak depan, ngebully seseorang." Ucap Jenny, saat Lisa tengah asik makan soto ayamnya. Mendengar kalimat yang diucapkan Jenny, membuat Lisa tersedak.

"Uhukk, uhukk."

"Lu, kenapa Sa? Ini minum!" Jenny memberikan segelas jus jeruk miliknya. Lisa langsung menyeruput minuman tersebut, dan berusaha mengatur pernapasannya.

"Thank you, Jen." Lisa memberikan jus jeruk yang diberikan Jenny.

"Makan sotonya, gak usah buru-buru, Sa! Gak ada guru ini kok" ucap Jenny penuh kekhawatiran.

"Maksud perkataan lu tadi, gimana?" tanya Lisa, yang sudah tampak lebih baik.

"Iya, tadi pagi, pas gue dianterin sama sopir gue. Gue ngeliat ada segerombolan anak depan. Lu tahu kan, maksudnya anak depan?" tanya Jenny.

"Tahu kok, anak SMA Pelita Bangsa kan?"

"Yups, bener banget."

"Terus, gimana?" tanya Lisa lagi.

"Gimana apanya?" Jenny yang malah kelihatan bingung sendiri.

"Kelanjutan cerita lu, Jen? Haduhh, temen gue LOLA (LOading Lama) banget, sih?" ucap Lisa mengehela napas panjang.

"Hehehe, sorry sorry. Jadi gini Sa, gue ngeliat beberapa anak, ngebully seseorang. Gue gak tahu pasti muka anak yang dibully. Tapi, dilihat dari seragam yang dia pake, kayaknya dia satu sekolah sama kita."

"Lu beneran gak tahu siapa yang dibully?" tanya Lisa, dengan membuka lebar kedua matanya.

"Gak tahu, Sa." Jawab Jenny dengan wajah sedih.

"Kenapa wajah lu begitu?" Lisa merasa aneh dengan ekspresi yang ditampakkan Jenny.

"Kasihan gue, Sa."

"Kasihan sama siapa?"

"Sama yang membully dan dibully," jawab Jenny dengan santai.

"Kenapa?" tanya Lisa, yang semakin penasaran dengan jawaban Jenny.

"Dua-duanya, sama-sama terlihat menyedihkan." Jawab Jenny, yang sukses membungkam mulut Lisa untuk mengeluarkan kata-kata lagi.

Lisa seolah tengah memikirkan kalimat yang diucapkan oleh teman dekatnya tersebut. Dibawah meja kantin, kedua tangan Lisa, mengepal dengan sangat erat dan kuat. Sampai kuku-kuku jarinya, membentuk sebuah cetakan di telapak tangannya.

***

Jam belajar telah usai. Semua murid SMA Tunas Harapan keluar dari gerbang sekolah. Bahkan, ada beberapa guru yang juga ikut membubarkan diri bersama para murid. Jenny telah keluar sekolah lebih awal, karena sang sopir telah berada di depan sekolahan. Untuk Lisa, ia tetap tidak ingin dijemput oleh sopir. Biarpun nenek Maria memaksa, Lisa tetap kekeh tidak ingin dijemput oleh sopir.

Siang ini, Lisa ingin memasuki sebuah rental buku novel dan komik. Rental tersebut, berada di dekat halte Istiqomah. Sejak awal, Lisa sudah dibuat penasaran oleh bangunan yang diperuntukkan untuk membaca dan menyewa sebuah buku atau komik tersebut.

Bangunannya tidak terlalu besar, tapi terlihat sangat nyaman. Terlihat asri dari luar, tapi untuk interiornya, masih membuat penasaran. Lisa berjalan menuju jembatan penyeberangan, untuk melewati gang kecil yang akan mengarahkannya ke halte Istiqomah. Lisa berjalan dengan melihat keadaan depan SMA Pelita Bangsa. Lisa berharap, ia tidak bertemu dengan kelima monster yang selalu menyiksanya itu.

Beruntungnya, Lisa keluar dari lingkungan sekolah, saat para murid sudah hampir pulang semuanya. Mungkin, hanya ada beberapa siswa yang mengikuti kegiatan extra kurikuler. Dan untuk SMA Pelita Bangsa, lingkungan sekolahnya juga sudah cukup sepi. Sepertinya, sudah banyak yang telah keluar dari lingkungan sekolah tersebut.

Lisa bernapas lega, dan semakin santai dan nyaman melangkahkan kaki. Terkadang, ia melihat beberapa mobil yang hilir mudik melalui jembatan penyebarangan. Tak lupa, Lisa juga memotret sesuatu, yang menurutnya indah dan ingin ia simpan.

Lisa memotret dengan kamera yang diberikan oleh nenek Maria, sebagai hadiah ulang tahun Lisa yang ke-15. Setelah puas mengabadikan moment yang menurut Lisa indah. Lisa langsung mempercepat langkahnya, menuju gang kecil. Gang kecil yang akan mengantarkan Lisa, ke halte Istiqomah.

Gang tersebut terlihat sepi, tak ada lalu lalang seorang pun. Hanya ada Lisa seorang diri. Lisa merasa aneh, mengapa gang yang biasanya ramai, bisa sesepi ini. Lisa pun beranggapan, mungkin karena jam sekolah sudah usai. Sehingga, tak ada murid-murid yang melewati gang tersebut.

Disaat Lisa telah mencapai setengah jalan di gang kecil tersebut. Ada seorang pria berjaket hoodie, berjalan berlawanan dengan Lisa. Lisa tak mampu melihat wajahnya dengan jelas, padahal, keduanya sangat dekat. Karena bisa berjalan bersampingan walau berlawan arah.

"Wah, wangi banget" batin Lisa, saat seseorang berjaket hoddie, telah melewatinya.