Chapter 4 - EMPAT

Elise menikmati minuman dinginnya dengan santai. Hari ini ia memilih pergi jalan-jalan sendirian meninggalkan ponselnya dan hanya membawa dompet. Alea ia tinggalkan tanpa pamit sedikitpun mungkin sahabatnya itu sedang mengamuk sekarang atau mengadu lagi dengan teman-temannya di kota X sana.

"Hei gadis manis! Kenapa sendirian.".

Mendengar suara yang sangat tidak ingin ia dengar, Elise memilih diam dan terus menyeruput minuman segarnya. Mengabaikan Arsen yang duduk didepannya lengkap dengan wajah tampan mempesonanya. Jujur saja Elise merasa nyaman berada didekat Arsen tapi ketika melihatnya dikelilingi oleh banyak gadis membuat hatinya jengkel dan marah.

"Sedang apa kau disini!".

Arsen tersenyum lebar "Mendekati calon kekasih masa depanku!".

"Siapa yang mau menjadi kekasih masa depanmu! Mimpi saja!".

Arsen semakin tersenyum dan berkata "Aku tidak menyebutnya kalau kekasih masa depanku itu harus kamu!".

Elise terdiam wajahnya semakin datar tatapan matanya tajam tapi bibirnya terkatup rapat menahan sumpah serapah yang akan ia lemparkan pada Arsen namun pada akhirnya ia hanya mampu berkata "Bukankah kau bilang aku calon pacar sehidup sematimu! Dasar munafik! Tidak berpendirian!".

Mendengar itu Arsen tertawa matanya berbinar cerah "Kau mengingatnya! Sepertinya kau sangat ingin menjadi pacarku!".

"Dasar bocah! Berhenti bermimpi dan cepatlah bangun!". Dengus Elise kesal. Entah kenapa ia tidak suka mendengar jawaban Arsen seakan ia hanya ingin mempermainkannya.

Namun Arsen masih tidak ingin berhenti menggoda Elise dan membuatnya marah. Wajah bayi Elise sangat imut dan menggemaskan "Tapi aku tidak sedang bermimpi! Saat ini aku duduk didepan gadis manis dan kebetulan orang itu adalah calon pacar masa depan sehidup sematiku!".

Elise dibuat terdiam sekali lagi oleh kata-kata Arsen. Tidak ingin melayani bocah yang berpikiran sempit Elise buru-buru menghabiskan minumannya dan langsung pergi mengabaikan teriakan Arsen yang meminta di tunggu.

Elise menoleh kebelakang sudut bibirnya terangkat lalu dengan reflek ia menjukurkan lidahnya.."Bwleeek.. Dasar bocah gila!".

Arsen yang melihat kelakuan Elise seperti anak kecil membuat hatinya semakin gatal untuk terus menggodanya tapi ia harus menahannya untuk sekarang dan membiarkan gadis itu lolos.

"Elise.. Tunggu saja! Kau akan menjadi milikku!".

****

Dua minggu berlalu Arsen tidak membuat kemajuan sedikitpun selain mengikuti kemanapun Elise pergi seperti budak. Bahkan saat dikelas ia selalu datang terlambat hanya untuk melihat wajah bayi Elise yang sedang merengut ketika tidak bisa mengucapkan beberapa kata dalam bahasa inggris. Bagi Arsen itu sesuatu yang sangat menyenangkan sekaligus menyedihkan.

"Elise! Kau sudah menghapal kosa kata yang diberikan minggu lalu?"Tanya Nesa.

Elise menggeleng "Tidak! Aku sangat sibuk!".

Nesa terkekeh "Kau itu sibuk apa? Kuliah sudah selesai, kerja juga belum apa lagi yang kau sibukkan!".

"Banyak!".

"Contohnya?"Nesa selalu bahagia jika bicara dengan Elise. Meskipun Elise lebih tua lima tahun darinya tapi Elise selalu memberinya kesan nyaman dan aman. Apalagi melihat Elise bicara, pipi tembemnya akan mengembung ketika ia kesal dan itu sangat lucu untuk dilihat. Bahkan ia mencuri beberapa foto ELise yang sedang tertidur dikelas wajah polos itu benar-benar tidak akan ada yang bisa menebaknya apa yang tersembunyi dibaliknya. Nesa sering mencuri foto Elise dan membanginya di obrolan pecinta wajah imut.

"Seperti membaca sinopsis film, terus nonton drama sampai larut malam, melihat orang lewat dari beranda kamar ada banyak sekali. Bukankah aku sangat sibuk!".

Nesa ternganga setelah mendengar ucapan Elise. Dalam hati ia berusaha mengingatkan diri berulang kali untuk tetap santai tapi tetap saja perasaan antara ingin tertawa dan menangis menjadi yang paling dominan. Kenapa orang yang ia banggakan memiliki karakter yang aneh. Apakah Alea juga memiliki hal yang sama?!. Nesa menggelengkan kepala dengan cepat menghapus segala kemungkinan menjadi nyata dari pikiran konyolnya.

"Elise.. Itu.. Ya, kau sangat sibuk.. Sangat.. Sangat sibuk!". Kata Nesa pasrah dengan senyum sedih. Tidak bisa membantah ketika melihat mata bulat Elise yang polos.

Sedangkan Arsen yang menguping dari kelas B terkikik menahan tawa mendengar obrolan Elise dan Nesa. Andy yang ikut menguping disamping Arsen juga berusaha menahan tawa "Kawan.. Kekasih masa depanmu itu sangat unik!". Setelah mengatakan itu Andy berlari keluar lalu tertawa terbahak-bahak.

"Oh. Sa.. Setelah ini apa kau sibuk? Jika tidak bagaimana kalau kita pergi membeli es pot!".

"Mau aja sih tapi aku harus pergi ke stasiun menjeput sepupuku". Balas Nesa.

Di kelas B Arsen hanya bisa menggeleng pasrah. Setelah puas menguping ia pergi mencari es pot yang dosebutkan oleh Elise. Tapi sebelum pergi ia harus bertanya pada Alea dulu dimana tempat es itu dijual. Karena dia tidak tahu tempatnya.

Alea yang sedang menghapal dibawah pohon mangga terganggu Karena kedatangan Arsen yang langsung merebut buku bacaannya.

"Arsen!!".

"Sebentar saja! Kau tahu dimana jual es pot!".

Alea mengerut kening "Kau suka makan es krim?".

Arsen menggeleng "Bukan aku tapi Elise!".

Alea tersenyum miring "Oh.. Belum jadi kekasih saja kau sudah memanjakannya apalagi sudah jadi kekasih!"Mendengar kata-kata itu Arsen hanya menunduk malu membuat Alea tertawa riang "Baiklah tapi kau harus membeli untukku juga! Sebenarnya kami ingin pergi berdua hari ini tapi aku ada kuis sampai sore. Sedangkan es potnya akan habis sebelum jam lima sore.!. Baiklah kau pergi saja kejalan utama belok kanan lalu tidak jauh dari ATM disanalah toko yang jualnya!. Arsen mengangguk semangat lalu pergi. Melihat itu Alea hanya bisa bergumam "Budak Cinta yang Bodoh!".

Tapi ia senang melihat Arsen memperlakukan Elise dengan baik.

***

Saat serius menghapal tiba-tiba Elise merasakan dingin di pipinya. Gadis itu menoleh ke samping keningnya berkerut.

"Apa ini.?!" tanyanya bingung.

"Es pot!" jawab Arsen dengan senyum lebarnya.

"Aku tidak minta!" kata Elise tidak suka.

"Tapi kau menginginkannya?" balas Arsen lagi.

"Apa kau pesuruhku?" tanya Elise lagi.

"Tidak!"

"Terus kenapa kau membelinya!"

"Aku ingin mengabulkan beberapa keinginanmu! menyenangkan hati calon pacar masa depanku!" kata Arsen ringan "Ambil, nanti es nya meleleh!"

Elise terdiam menatap kantong es pot tepat di depan wajahnya. "Apakah Alea yang memintamu untuk membelinya?" tanya Elise lagi karena masih tidak puas. Ia merasa tingkah laku Arsen kadang membuatnya takut. Bukan takut pada Arsennya tapi takut pada perasaannya sendiri pada bocah itu.

Tujuan Elise ke tempat itu hanya untuk pergi bersenang-senang bukan untuk pergi mengacaukan perasaannya tentang hubungan yang rumit. Elise juga tidak percaya pada cinta, pada janji, bahkan pada hubungan yang menurut orang lain sebuah komitmen itu adalah penguat sebuah hubungan tapi bagi Elise itu hanya sebuah ikatan rapuh, sewaktu-waktu bisa saja putus dan berakhir dengan luka.

Elise benci kecewa. Elise juga benci di khianati. Dan Elise benci cinta!

Cinta itu palsu! Tidak nyata, perasaan yang selalu membohongi jalan rasional otak.

Dan Elise tidak suka Arsen yang terlalu berusaha keras hanya untuk meminta perhatian-nya. Bagi Elise itu semua hanya sia-sia.

*****