Chereads / True Love : Senior! I Love U / Chapter 33 - TIGA PULUH TIGA

Chapter 33 - TIGA PULUH TIGA

Elise hanya bisa mendengar suara Nala yang berteriak memanggil namanya, namun dia terus menginjak gas mobilnya dan menekan klakson mobilnya. Lima belas menit kemudian Elise sampai di depan pintu rumahnya, dia hendak mengetuk pintu tapi pintu sudah terbuka dari dalam oleh pelayan yang bekerja di rumahnya. Ketika dia masuk, dia tidak melihat bayangan kakaknya. Pasti kakaknya pergi berkencan lagi, atau sudah terbang ke tempat Arista di bali sana.

Elise merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur sambil mendnegarkan lagu-lagu yang mengalun lembut dari earphone yang sudah terpasang di kedua telingannya. Elise terdiam menatap lurus ke langit-langit kamarnya. Tatapannya menerawang, dia ingin memejamkan mata tapi entah kenapa matanya susah sekali untuk terpejamkan. Padahal dia sendiri sudah merasakan kalau matanya sudah sangat mengantuk. Dia menghela napas panjang, memutar kepalanya ke arah meja kecil di samping tempat tidurnya dia terpaku sejenak menatap benda kecil berwarna putih. Dompet. Dia lalu meraih dompet itu, membukanya dan mengeluarkan selembar foto darid alamnya.

Elise menatap miris pada foto itu gambar seorang laki-laki tampan berbaju putih polos yang tersenyum manis yang menjadi objek foto itu sekarang sudah kembali berdiri di hadapannya, pertemuan yang menurutnya sangat aneh, kenapa Arsen harus mengenalkan dirinya dengan nama samaran, apakah dia ingin mengujinya? Apakah laki-laki itu sedang ingin membalas dendam padanya, sehingga dia melakukan semua itu padanya.

Dulu Elise selalu merasa bersalah karena telah meninggalkan Arsen begitu saja, di samping perbedaan usia yang membuat Elise ragu. Dia juga tidak yakin saat itu karena mereka masih sangat muda. Pikiran mereka masih terbatas dan tidak luas. Elise tersenyum, sebutir air mata jatuh dari sudut matanya dan bergulir ke pipi kanannya. Entah kenapa kalau teringat kenangan masa itu selalu membuatnya ingin menangis, dia selalu tidak bisa menahan diri untuk menumpahkan semua kesedihannya, air mata itu kian tumpah yang semakin membawa pikirannya ke masa lalu, saat-saat dia meninggalkan Arsen begitu saja, mengakhiri hubungan mereka secara sepihak tanpa memikirkan perasaan Arsen.

Saat itu Elise bersama Alea menatap kepergian Arsen "Apa kau yakin ini yang kau inginkan?" tanya Alea.

Elise menunduk, dia tidak menjawab.

"Aku tahu kau baru saja membuka hatimu padanya, dan aku juga tahu kau mencintainya dengan tulus begitu pula dengannya, apakah kau akan melakukan ini padanya, meninggalkannya tanpa mengatakan sepatah kata pun" kata Alea lagi.

Elise mengangkat wajahnya, menatap Arsen yang berdiri terpaku di bandara sambil menatap tiket pesawat di tangannya, laki-laki itu seperti masih mencari-cari seseorang, tapi tidak menemukannya. Elise berusaha membuka mulutnya meskipun suaranya terdengar aneh dan terbata-bata "Aku tidak ingin menjadi penghalangnya untuk menjadi orang besar, dia masih muda masa depannya masih panjang, berbeda denganku, usiaku saja masih tidak pasti apakah masih bisa bertahan sampai esok?" Elise terisak dia menundukkan kepalanya sejenak, lalu kembali melanjutkan "Aku harus melakukannya.."

"Aku tahu mungkin cintaku padanya terdengar aneh dan sangat menjijikkan, aku sudah mencintai orang yang tidak sepantasnya aku cintai, tapi,, aku juga tidak peduli dengan semua itu, aku memang sangat mencintainya dan begitulah kenyataannya. Tapi meskipun begitu aku juga harus melepaskannya.."

Alea tidak menjawab dia mengerti perasaan Elise. Mencintai laki-laki yang usianya terpaut jauh lebih muda darinya itu tidaklah mudah. Alea menatap Elise yang menangis tanpa suara masih menatap Arsen yang terlihat lingling ke arah jalan kedatangan mobil-mobil yang mengantar penumpang ke bandara, mungkin laki-laki muda itu berharap Elise datang mengantarkannya pergi

"Dia boleh membenciku, dia juga boleh menganggapku sebagai seorang pengkianat, tapi aku tidak akan pernah melupakannya. Tidak akan pernah.." kata Elise dengan nada miris.

"Kenapa kau begitu mencintainya, bagaimana jika dia melupakanmu, apakah itu tidak masalah untukmu. Aku tahu perbedaan usia tidak menjadi penghalang untukmu.. tapi kau juga berhak memilih untuk bahagia dari pada harus menunggu dan mencintainya dalam kesendirian.."

Elise mendesah "Karena aku sudah memilih, dia… sangat berarti untukku.. tapi aku harus melepaskannya, lagi pula seperti yang aku katakan sebelumnya, dia masih memiliki masa depan yang panjang, dia masih sangat muda, aku tidak akan marah jika suatu hari nanti dia melupakanku dan memilih hidup bersama orang lain, karena aku juga sadar, dengan penyakit yang aku derita saat ini, tidak yakin apakah aku masih bernafas hingga esok.."

Alea menatap Elise "Jangan katakan hal yang buruk! Semuanya akan baik-baik saja.."

Elise menunduk mencoba tersenyum meskipun pada kenyataannya dia harus menelan gumpalan pahit yang mengganjal di ternggorokannya.

"Kalau itu memang sudah keputusanmu, ayo sekarang giliran kita yang pergi, dia sudah pergi.." kata Alea. Elise mengangguk sebelum melangkah dia menoleh sekali lagi ke arah tempat Arsen berdiri sebelumnya. Laki-laki itu sudah tidak ada di sana.

Elise terkejut ketika ponselnya berbunyi nyaring. Cepat dia meraih ponselnya dan menatap tulisan yang muncul di layar.

Arsen.

Elise menyeka air matanya sebelum akhirnya menjawab telepon itu.

"Halo, Arsen ada apa?"

"Aku hanya ingin memberi tahu kalau malam ini mungkin aku akan sedikt terlambat menjemputmu.." suara di ujung sana terdengar lembut.

"Tidak apa-apa.."Sahut Elise singkat.

"Oh ya, bagaimana besok kau bisa ikut denganku?" tanya Arsen di ujung telepon sana.

Elise menghela napas dalam mendengar suara laki-laki ini bisa membuatnya merasa lebih nyaman, dan itu masih sama dengan perasaannya bertahun-tahun lalu. Elise lalu mengangguk meskipun sadar kalau Arsen di ujung sana tidak akan bisa melihatnya "Aku sudah memutuskan.." jawabnya menggantung.

"Apa?" tanya Arsen gugup.

"Kalau aku akan ikut denganmu.." lanjutnya tersenyum dan seketika itu juga dia bisa mendengar helaan napas lega di ujung telepon.

"Lalu apakah kita bisa membawa beberapa makanan sebagai cemilan.." kata Arsen lagi di ujung telepon.

"Tentu saja.."

"Bagus! Kalau begitu apakah kau bisa menemaniku ke supermarket untuk berbelanja. Persediaan makanan di rumah kakekku sudah menipis, pembantu yang biasanya pergi berbelanja sedang libur karena sakit. Jadi aku harus menggantikannya untuk sementara pergi berbelanja."

"Ah, kebetulan sekali aku juga akan pergi ke supermarket, apa kau tinggal di rumah kakekmu.. aku pikir kau tinggal di hotel?"

"Tidak, setelah aku tahu tempat tinggalmu aku jadi selalu ingin berada didekatmu, dan beruntungnya lagi, villa kakeku berada dekat dengan Villa milikmu.. bagaimana apa kita bisa pergi sekarang? Kau sudah pulang dari kantor bukan?" tanya Arsen lagi memastikan kalau dia tidak membuat Elise terburu-buru.

"Tentu saja, aku akan menunggumu di rumah.." angguk Elise sekali lagi, kenapa hatinya terasa nyaman mendengar kata-kata laki-laki ini, padahal mereka hanya mengobrol biasa saja.

"Kalau begitu aku tutup dulu ya?" kata Arsen lagi