Begitu Kaylee memainkan kunci pertama lagunya, Declan merasa dia dibawa ke masa lalu yang tidak pernah dia ceritakan kepada orang lain.
Delapan tahun lalu, Declan meninggalkan New York dan pergi ke Spanyol untuk mengurangi stres dan tekanan dari mata yang ingin melihat kejatuhannya.
Tapi bukannya menenangkan diri, dia malah lebih tertekan. Pada akhirnya, dia mengalami kecelakaan, dan itu adalah mukjizat bahwa dia masih bisa bernapas dan hidup.
Saat dia sadar kembali, satu-satunya hal yang bisa dia lihat adalah hitam pekat. Declan tidak bisa membuka kelopak matanya, dia juga tidak bisa menggerakkan otot saraf tubuhnya.
Dia merasa seolah-olah tidak ada indranya yang berfungsi. Declan tahu bahwa dia tidak bisa melihat, tidak bisa mencium, dan kulitnya terasa mati rasa.
Satu-satunya hal yang masih berfungsi adalah telinganya yang mendengar suara-suara. Suara-suara itu merupakan orang yang dia duga adalah dokter atau siapa pun yang telah menyelamatkannya dengan menggunakan bahasa asing yang bukan bahasa Inggris.
Dia berbicara sedikit bahasa Spanyol, tetapi itu tidak berarti dia ingin repot mengartikan percakapan mereka dan memilih untuk tidak mencoba bangun lagi. Akan lebih baik jika dia ada di sini dan dibiarkan mati tanpa ada anggota keluarganya yang tahu di mana dia berada.
Hingga suatu hari, telinganya menangkap bisikan.
"Pst, apa yang kamu lakukan di sini?"
"Siapa dia?"
"Entahlah. Seorang supir truk tidak sengaja menabrak mobilnya, dan dia langsung dibawa ke sini. Untung saja majikan supir itu mau bertanggung jawab dan membayar biaya perawatannya. Tapi kita sama sekali tidak tahu identitas orang itu. Dia tidak membawa dompet atau ponsel sama sekali. Kami tidak menemukan kartu identitasnya."
Tentu saja, mereka tidak akan menemukannya karena dia meninggalkan dompet serta ponselnya di vila sewaannya. Itu sebabnya tidak ada yang menghubungi keluarganya, jadi dia sangat yakin Tuan dan Nyonya Black masih belum tahu kondisinya saat ini.
"Apakah dia akan bangun?"
"Yah, aku meragukan itu. Tidak ada yang berbicara dengannya, dan dia tidak punya keluarga di sini untuk mendoakan kesembuhannya. Bagaimana kalau kau berbicara dengannya?"
"Aku?"
"Daripada kau berkeliaran di tempat ini dan tersesat, lebih baik kau berbicara dengannya."
"Tersesat? Memangnya aku ini masih anak-anak?"
"Memang iya, kan?"
"…"
"Aku masih punya pekerjaan yang harus diselesaikan. Jangan pergi kemana-mana dan tetap di sini, oke?"
Setelah itu, Declan tidak mendengar suara itu lagi. Selama ini, dia mendengarkan suara seseorang yang berbicara dalam bahasa Spanyol, dan ini adalah pertama kalinya dia mendengar percakapan bahasa Inggris.
Apakah orang yang baru saja tiba itu seorang turis?
Declan tidak tahu, dia juga tidak peduli. Yang penting tidak ada lagi bisikan, dan sekarang dia bisa tidur nyenyak ... atau begitulah pikirnya.
Entah bagaimana dia merasa seseorang berjalan ke tempat tidurnya dan… menyentuh rambutnya??
Aneh. Mengapa dia bisa merasakan orang itu dan merasakan rambutnya bergerak dengan lembut?
"Rambutmu hitam sekali." gumam suara yang sama yang dia dengar sebelumnya. "Rambutmu sama seperti rambutku. Hitam pekat."
Tidak. Rambut aslinya tidak hitam. Declan sengaja mengecat rambutnya hingga hitam pekat sebelum berangkat ke Eropa karena menurutnya suasana hatinya sangat cocok dengan warna hitam.
"Lihat, hari ini bulan purnama."
Bulan purnama? Artinya sekarang sudah malam. Declan berpikir sendiri seakan dia tidak memperdulikan pemilik suara disebelahnya.
"Black Moon. Menurutku nama itu cocok untukmu. Aku akan memanggilmu Black Moon mulai sekarang."
Jika seandainya Declan bisa membuka kedua kelopak matanya, dia pasti akan memandang pemilik suara ini dengan sinis. Nama keluarganya memang adalah Black, tetapi namanya bukanlah Moon!
"Hei, apa kamu suka mendengarkan musik? Aku bisa memainkan piano untukmu. Kebetulan sekali ada piano di kamar sebelah. Tapi… aku tidak tahu kamu bisa mendengarnya atau tidak. Tidak masalah, lagipula lagu yang akan kumainkan sangat buruk."
Seandainya Declan tidak koma, dia akan memutar matanya dengan malas. Jika anak ini tahu lagu yang akan dia mainkan sangat buruk, mengapa anak itu bersikeras memainkannya?
Declan masih koma dan tidak menunjukkan tanda-tanda menanggapi anak yang memintanya berbicara tanpa menyerah. Setelah itu, anak itu keluar, dan suara piano mulai terdengar sayup-sayup.
Pantas saja sang anak menyebut lagu yang akan ia mainkan itu mengerikan karena akord pertama yang dimainkan adalah akord minor.
Anehnya, semakin lama Declan mendengarkan permainan anak itu, semakin dia merasa ada sesuatu yang asing merayap ke dalam hatinya. Tanpa disadari, air mata menetes dari sudut matanya. Hal ini menarik perhatian salah satu perawat yang kebetulan masuk ke ruang perawatannya untuk mengecek kondisinya.
Dan sekarang, delapan tahun kemudian, Declan tidak pernah sekalipun melupakan musik dan akord yang dimainkan bocah itu. Setiap lagu bagian pertama dan kesan yang dia rasakan ketika mendengar anak bermain itu masih terasa segar dalam ingatannya seolah-olah pertemuannya dengan anak itu baru saja terjadi kemarin.
Declan merasa dia tidak bisa bernapas begitu Nicholas Larson menekan kunci pertama dan mulai menggerakkan jari-jarinya di atas tuts piano.
Akord yang sama… pola melodi yang sama… bahkan perasaan yang dia alami saat ini juga sama. Permainan anak itu mampu menggugah jiwanya dan membuatnya menemukan tujuan hidup yang sebenarnya.
Mungkin orang pada umumnya tidak suka mendengar lagu sedih seperti ini, tetapi Declan menemukan makna hidup yang sebenarnya melalui lagu kelas dua ini. Dia merasa hatinya dipenuhi penyesalan memikirkan menyerah dan bunuh diri.
Anak inilah yang menyelamatkan jiwanya. Anak ini membawanya keluar dari keputusasaannya dan membuatnya berjuang untuk terus hidup.
Akhirnya… setelah bertahun-tahun mencari keberadaan anak ini, Declan berhasil menemukannya.
Apakah Nick mengingatnya? Apakah anak itu menyadari bahwa dia menggunakan nama Black Moon yang ia sematkan untuknya?
Dia tidak pernah bermimpi menjadi seorang musisi. Dia bahkan tidak pernah berencana untuk merilis album. Namun demi menemukan anak ini, Declan rela meluangkan waktunya untuk menggubah lagu demi lagu dan menggunakan nama Black Moon untuk dijadikan nama samarannya.
Ia bahkan rela berjuang mati-matian untuk menjadi dosen di kampus ini, mengingat betapa sang anak ingin sekali kuliah di tempat ini.
Sekarang, bocah itu berhasil memasuki kampus ini, dan Declan berhasil menemukannya.
Tapi…
'Aku ingin belajar di Universitas M dan menjadi pianis profesional.'
Dia ingat betul anak itu bercita-cita menjadi pianis professional. Lalu mengapa anak ini memilih kelas gitar?
Itu masih menjadi misteri yang belum dipecahkannya.