Declan mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya saat dia bangun. Kepalanya terasa berputar, dan dia hampir melihat semuanya menjadi ganda
Sial! Dia benar-benar mabuk, ya?
Declan sungguh-sungguh berharap bisa melupakan senyuman manis dan mata berbinar Nicholas Larson dengan cara memabukkan dirinya sendiri hingga otaknya tak bisa berpikir. Tapi… hasilnya justru sebaliknya. Dia bahkan ingin melihat senyum itu sekali lagi.
Hhhh… Declan menghela nafas panjang menyadari bahwa dia tidak bisa mundur dari perasaaannya lagi.
Apakah benar-benar tidak ada obat untuk perubahan preferensi absurdnya? Apakah dia sekarang resmi menjadi gay?
Lalu bagaimana dengan Kaylee?
Declan ingat dia juga tertarik pada gadis itu dan tidak keberatan jika ibunya memutuskan untuk menikahkannya dengannya.
Declan mengingat kembali momen-momennya ketika dia bersama Roe, dan tidak ada yang bisa menandingi detak jantungnya ketika dia membandingkannya dengan senyuman yang dimiliki Nick.
Ia memijat pelipisnya dengan kedua tangan karena merasa pusing. Declan tidak tahu apakah dia merasa pusing karena mabuk atau pusing memikirkan kemungkinan bahwa dia gay.
Setelah menenangkan diri, Declan bangkit dari tempat tidur dan menyadari bahwa dia sudah berada di kamarnya. Sejak kapan dia pulang? Mungkinkah Harry yang membawanya pulang?
Untungnya dia menghubungi pria itu tepat sebelum dia kehilangan akal sehatnya. Jika ada seseorang yang bisa dia andalkan dan menaruh semua kepercayaannya, Harry McKenzie yang selalu menjadi orang pertama yang akan dia hubungi.
Declan berjalan keluar kamar untuk mengambil air minum karena merasa tenggorokannya terasa kering. Dia yakin Harry sudah pulang dan sekarang dia sendirian di apartemen penthousenya.
Tapi saat dia menyesap minumannya, suara yang dikenalnya terdengar dari tepi pintu apartemennya.
"Oh, kau sudah bangun?"
Declan sama sekali tidak terkejut bagaimana Harry bisa memasuki apartemennya tanpa memberitahunya. Pria itu sudah mengetahui kode pasword untuk pintu apartemennya, dan sudah menjadi kebiasaan Harry untuk keluar masuk rumahnya tanpa pemberitahuan.
"Terima kasih telah mengantarku pulang."
"Apa saja untuk kekasihku." jawaban Axel membuat Declan mengerutkan kening dengan jijik.
"Kau bilang aoa?"
"Apa kau tidak ingat apa yang terjadi beberapa jam yang lalu?"
Declan mencoba menggali ingatannya ketika dia sedang mabuk, dan serangkaian gambar di kepalanya bermunculan seolah-olah dia sedang menonton video yang diputar. Untuk sesaat, Declan membeku di tempatnya dan tidak bergeming. Tapi beberapa detik kemudian, dia tertawa terbahak-bahak, membuat Harry merasa bingung.
"Maaf, sepertinya aku telah menjadi brengsek."
"Kau tidak tahu apa yang sudah kau perbuat padaku. Ngomong-ngomong, apa kau benar-benar jatuh cinta dengan sesama jenis?"
"Entahlah. Aku juga tidak tahu."
"Apa yang terjadi?"
"Ada anak laki-laki ini. Dia mahasiswa baru di kampus M."
"Lalu? Apa yang dia lakukan membuatmu jatuh cinta padanya?"
Apa yang Nick lakukan untuk membuatnya berdebar-debar? Jawabannya tidak ada. Pemuda itu tidak merayunya ataupun mendekatinya. Tapi yang dilakukan Nick hanyalah tersenyum dan mengungkapkan isi hatinya dengan tulus sehingga bisa menyentuh hatinya yang paling tersembunyi.
"Tidak. Aku tidak mencintainya. Hanya perasaan sesaat, aku yakin perasaan itu akan memudar seiring waktu." Declan mengatakannya dengan penuh keyakinan. "Apakah kau kenal dengan keluarga Larsons?"
"Larson? Apa maksudmu pemilik ratusan restoran di negeri ini dan putri sulung Larson yang merupakan penulis lagu di kota ini? Ya, aku kenal mereka. Memangnya ada apa dengan mereka?"
"Menurutmu apakah ada kemungkinan mereka pernah mengalami kemiskinan atau semacamnya sebelum usaha mereka menjadi sukses?"
Harry terlihat berpikir sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. "Keluarga Larson adalah orang kaya lama. Tuan Larson adalah generasi ketiga senior Larson Tua. Mereka tidak pernah hidup dalam kemiskinan. Mengapa kau bertanya soal mereka?"
"Kadang-kadang, aku bertanya-tanya bagaimana kau bisa menghafal latar belakang keluarga kaya di negeri ini."
"Hei, apakah pertanyaanmu tadi hanya untuk menguji pengetahuanku yang luas?"
Declan memutar matanya, mendengar narsisme sahabatnya itu. Kemudian dia tersesat dalam pikirannya.
Dia mulai bertanya-tanya tentang bocah misterius yang menemaninya di Barcelona. Declan merasa yakin bahwa anak itu perempuan dan berasal dari keluarga kurang mampu.
Anak itu tidak pernah mengeluh tentang kondisinya... atau keadaan ekonomi keluarganya, tetapi kadang-kadang anak itu mengeluh bahwa dia harus membagikan brosur untuk mendapatkan uang saku.
Jika Nicholas Larson tidak pernah hidup dalam kemiskinan, bagaimana mungkin pemuda itu bekerja mati-matian demi mendapatkan uang?
Nicholas Larson bukanlah orang yang menyelamatkannya. Harapan Declan tinggi karena dia yakin tidak akan terpengaruh oleh karisma bocah itu setelah ini.
Tapi… Pemuda itu mengenali lagu itu dan mengakui bahwa dia yang membuatnya. Anak laki-laki itu bahkan mengatakan bahwa lagu yang dia buat sangat buruk dan tidak pernah ditampilkan kepada orang lain… itulah yang dikatakan oleh penyelamatnya.
Kemudian, Declan teringat bagaimana pemuda itu tersenyum dan memandangi tulisan lembaran musik itu dengan penuh semangat dan kekaguman. Tanpa disadari, jantungnya kembali berdegup kencang, membuatnya meletakkan gelas minumannya di atas meja dapur.
"Sepertinya aku sudah tidak memiliki harapan."
"Ha? Apa? Apa yang terjadi?" Harry menjadi semakin bingung dengan ekspresi sedih Declan.
Apa sekarang??
"Aku mencoba untuk menghilangkan wajahnya dari pikiranku, tapi senyum sialan itu dan matanya yang indah terus muncul kembali. Yah, dia memiliki lesung pipit yang manis saat dia tersenyum." Anehnya, Declan mengucapkan kata-kata terakhir dengan senyuman lembut.
Harry menjadi tidak bergerak seakan diantelah berubah menjadi patung.
Apakah ini mimpi? Sulit untuk menerima bahwa sahabatnya… sahabat tersayang, memuji senyuman seseorang. Dan orang itu bukan perempuan tapi… laki-laki!?
"Aku rasa... sebaiknya aku pulang sekarang." Harry bangkit berdiri secara perlahan, tapi dia duduk kembali ketika dia melihat Declan meliriknya dengan tatapan matanya yang bagaikan elang.
Huhuhu… Dia tidak pernah bisa menolak perintah tersembunyi dari mata elang sahabatnya. Matanya bersinar sangat tajam sehingga hampir sama dengan Falcon, hewan peliharaan elang putihnya.
"Pergi saja. Kurasa aku perlu mendinginkan kepalaku sebentar." terdengar nada putus asa dari Declan.
"Apa kau akan baik baik saja?"
"Menurutmu? Aku yakin aku pria yang normal, tapi…"
"Jadi itu berita yang mengejutkan bagimu juga. Itukah sebabnya kamu akhirnya minum sendirian sore ini?"
"…"
"Bagaimana dengan Nona Zouch? Lagipula, ibumu sudah mengatur perjodohan kalian. Coba telpon dan temui dia. Mungkin ada sesuatu tentang dia yang akan membuatmu menetralkan perasaanmu."
Akankah Declan menerima saran sahabatnya?