"Enak banget," kataku sambil membelai wajahnya. Air mata membara di mataku, bukan karena rasa sakit karena mencintai Rinal. Selalu dari kesenangan. Aku membungkuk ke arahnya dan dia menekan kepalanya ke leherku dan keluar dari tubuhku. Aku gemetar dan gemetar melawannya. Aku bisa merasakan getaran di tubuhnya. Otot-otot punggungnya. Lengannya di mana dia ditopang oleh bahuku.
Begitu banyak kendali. Dalam setiap situasi. Sedemikian rupa sehingga dia tidak pernah membiarkan dirinya takut kehilangan kendali itu. Dalam ketakutan akan rasa sakit. Bahwa dia digantung dengan seutas benang dengan aku terasa ajaib. Merasa seperti hadiah.