Tangan Rinal menyentuh punggungku dan dia menunjuk ke pintu terbuka dari mobil kota lainnya. Pintu lagi.
Aku bertanya-tanya dengan muram ke mana pintu ini akan membawaku. Betapa pahitnya dunia yang dibukanya. Aku naik, terkejut melihat orang lain di kursi belakang. Seorang pria muda dengan kulit coklat muda dan rambut hitam pekat. "Ma'am," katanya dengan aksen Irlandia yang kental.
Rinal menyapu di belakangku. "Raj," katanya kepada anak laki-laki itu dan mengulurkan tangannya.
"Aku punya telepon untukmu." Raj meletakkan dua kotak iPhone baru di tangan itu. Rinal menyerahkan satu padaku. "Siapkan, programkan beberapa angka ke dalamnya. Anda dapat saling menelepon. Aku." Raj tersenyum padaku. "Kamu bisa menelepon kakakmu."
Aku mencengkeram telepon ke dadaku seperti tali penyelamat. Rinal telah memberinya instruksi itu. Untuk memasukkan nomor Zilla di telepon. Hentikan, Lala. Berhentilah melihat kepedulian di mana hanya ada kemanfaatan.
