Astaga, kenapa harus bertemu dengan dia—batin Zara.
Helaan nafas begitu saja kelaut dari bibir Zara. Terkadang, ia berpikir, kenapa dirinya selalu saja kalah dengan Bara? Dengan senyuman paksaan, akhirnya Zara berjalan ke arah Bara. Payung yang ia bawa pun, Zara remat karena sedikit kesal. Tapi tidak sepenuhnya kesal juga.
"Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" tanya Zara masih dengan senyuman yang terpaksa.
Bara menegakkan tubuhnya, dan juga berjalan ke arah Zara. Melihat gadis itu sudah siap dengan permintaannya, Bara tersenyum lebar. Tapi, setelah Zara berdiri didepan tubuhnya, ia melihat tangan Zara yang memutih, bibir gadis itu juga terlihat sangat kering. Sepertinya, permintaan Bara ini akan ia ubah secara mendadak. Manfaat dari permintaannya ini bukan untuk dirinya, tapi untuk Zara sendiri.
"Baiklah, jika kau sudah siap. Ayo berjalan ke halte dahulu," keduanya berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. "Buka payungmu," titah Bara.