Chereads / I Choose Basketball / Chapter 4 - Mengajar

Chapter 4 - Mengajar

Rambut yang diikat kebelakang itu memantul cepat, lantaran gerakan kepala Zara yang menoleh ke segala arah seperti tidak sabaran. Dirinya kesulitan saat mencari gedung dimana Bara akan menampilkan penampilannya. Gadis itu sampai menabrak banyak orang yang berjalan disekitar sana. Sebenarnya, Zara itu tahu alamat gedungnya, hanya saja dia tidak tahu letak gedung yang dia cari sedari tadi. Ditambah setiap gedung disini memiliki bentuk dan warna yang hampir serupa, membuat Zara juga bingung untuk memasuki gedung.

"Ingat-ingat, Zara," katanya yang sedang berusaha mengingat.

Kedua bola mata Zara bergerak mengelilingi sekitarnya sembari otaknya yang sedang mengingat letak perisisnya. Secepat mungkin dia harus datang sebelum Bara selesai tampil. Saat ini dia sudah menjadi teman Bara—walau hanya dirinya yang menganggap itu. Tapi dia sendiri lupa dengan acara Bara itu, dan malah bepergian bersama Annette dan Cleo. Berakhirlah sekarang dirinya kelabakan sendiri, jika dia ingat acara Bara itu, demi apapun Zara tak akan mau diajak pergi oleh kedua sahabatnya.

Hingga seorang anak yang membawa sosis ditangan kanannya, membuat Chika membelalakan matanya pada salah satu kedai sosis. Iya, dia sudah ingat letak gedung itu berada didepan kedai sosis yang tidak terlalu besar. Tanpa pikir panjang lagi, gadis itu bergegas berlari menuju tempat Bara berada. Masa bodoh dengan penampilan yang tadi sudah dia rapikan selama setengah jam lamanya, yang terpenting baginya saat ini bisa duduk dan menyaksikan teman barunya itu bermain.

Tepat didepan pintu masuk gedung itu, Zara merapikan sedikit penampilannya sebelum menyentuh gagang pintu. Sayangnya pintu itu lebih dulu terbuka dan tepat menampilkan perwujudan Bara yang sudah membawa gitar dipunggungnya. Keduanya sama-sama tersentak ketika hampir bertabrakan. "Kenapa kau sudah keluar?" tanya Zara.

"Acara sudah selesai," jawab Bara dengan singkat.

Rupanya Zara telat datang menyaksikan laki-laki itu tampil. Dia menyesal tidak datang tepat pada waktunya, dan sekarang malah menatap sepatu hitam milik Bara. Padahal Bara sendiri saja juga tidak mengharapkan kehadiran Zara, kenapa pula dia merasa seperti hilang harapan? Apalagi ketika kaki Bara mulai bergerak menjauh, sontak saja gadis itu langsung bersuara. "Kau ingin kemana? Aku ikut,"

Bukan langsung menjawab, Bara langsung berjalan meninggalkan Zara yang terlihat lesu seketika. Wajahnya mendadak tertekuk saat Bara sama sekali tidak melihat ke arahnya, padahal dia sudah berusaha sekali untuk datang ke sini agar tidak terlambat. Dia hanya bisa menatap punggung tegap laki-laki itu semakin menjauh. Wajah Zara juga tertunduk, seperti sudah hilang harapan, apalagi usahanya juga tidak dihargai oleh Bara barang sedikipun.

"Ya sudah, ay—"

"Ayo," sela Zara yang memotong ucapan Bara.

Tunggu dulu, bahkan Bara belum selesai bicara, tapi gadis itu lebih dulu berjalan mendahuluinya. Sepertinya Bara salah mengajak orang seperti gadis itu. Karena sudah terlanjur, Bara akhirnya mengikuti langkah Zara. Baru beberapa meter jarak mereka, laki-laki itu dikejutkan ketika Zara mendadak berhenti didepannya, untung saja tidak tertabrak oleh tubuh Bara.

"Aku ingin ikut denganmu, tapi aku tidak tahu kau ingin kemana," ucapnya yang menoleh ke belakang melihat presensi Bara. "Kalau begitu, kau yang memimpin perjalanan," lanjutnya.

Tanpa berbicara, laki-laki itu berjalan mendahului Zara, dirinya sama sekali tidak melihat bagaimana ekspresi wajah yang dengan sengaja Zara pasang untuknya. Siapa peduli dengan wajah gadis itu? Yang terpenting adalah tujuan utamanya saat ini, yaitu panti asuhan. Dan itu jelas membuat Zara bingung, ketika langkah kaki Bara membawanya ke panti asuhan ini. Bukan, Zara bukan tidak suka datang ke tempat ini, hanya saja gadis itu tidak menyangka dengan laki-laki seperti Bara yang masih peduli dengan anak-anak panti.

"Kau sering datang ke sini?" tanya Zara.

"Hm," jawab Bara hanya dengan deheman.

Langkah kaki pemuda itu langsung menuju salah satu ruangan pengurus panti, seperti biasa dia akan meminta izin pada sang pengurus untuk mengajari anak-anak yang berada di panti ini. Dan Zara tentu saja hanya bisa mengikuti Bara saja dibalik tubuhnya. Dalam hati Zara, dia terkagum dengan Bara.

-

-

-

"Halo adik-adik,"

Baru saja masuk, suara dari banyak anak disana langsung memenuhi ruangan ini. Dia senang ketika anak-anak yang akan dia ajarkan, bisa memiliki semangat yang besar seperti ini. "Kita mulai saja, ya," ucap Bara lagi.

Saat sedang mempersiapkan buku dan peralatan yang akan digunakan, salah satu anak di panti itu bertanya dengan suara yang sangat lantang, hingga terdengar ke dalam rungu Zara. Sebenarnya gadis itu tidak mempermasalahkan apa yang ditanyakan oleh salah satu anak panti itu, tapi yang mendadak membuat dia sedikit kesal adalah jawaban Bara. Tapi, tidak seutuhnya salah juga apa yang Bara katakan.

"Kak Bara, kakak ini siapa? Kekasihnya, ya?" tanya anak panti itu, sedangkan anak panti lainnya juga ikut menyoraki Bara dan Zara.

"Pertanyaan bagus. Kakak juga tidak mengetahui siapa dia, tapi dia asal saja ingin mengikuti kakak sampai disini," jawab Bara yang sekilas melihat Zara.

"Aku temanmu," seru Zara dari belakang.

"Kau temanku? Bahkan, aku tidak tahu siapa namamu,"

Baiklah, Zara harus banyak bersabar didalam ruangan ini. Masih banyak anak kecil yang seharusnya tidak melihat perdebatan dirinya dengan laki-laki yang sekarang sedang membuka buku pengetahuan alam. Karena buku itu juga, Zara jadi mempertanyakan sesuatu. "Kau bukan dari jurusan IPA. Memangnya paham dengan materi didalam sana?" tanyanya dengan suara yang seolah tengah meragukan kemampuan Bara.

"Aku tidak mengajarkan mereka tentang metabolisme, katabolisme, mutasi, genetika dan pola hereditas,"

"Woah," Zara menutup mulutnya, karena terkejut dengan jawaban Bara. "Bagaimana kau bisa tahu materi itu? Bukankah itu materi kelas tiga?"

Tak mengindahkan ucapan gadis itu, Bara lebih memilih untuk memulai mengajar pada anak panti disana. Sedangkan Zara, dia juga memperhatikan bagaimana sabarnya Bara saat ada anak yang belum memahami apa yang diajarkan.

Berbeda sekali dengan yang disekolah—batin Zara.

Baru tiga puluh menit pelajaran Bara itu dimulai, tiba-tiba saja ada salah satu anak yang mendadak mual. Bahkan, anak itu sampai memuntahkan isi perutnya tepat diatas meja dia belajar. Dengan segera Chika menghampiri gadis kecil itu, karena jaraknya lah yang paling dekat.

"Tidak apa-apa, bisa dibersihkan, kok," ucap Zara yang segera meminta lap kain guna membersihkan kotoran diatas meja.

"Sudah, biar aku yang teruskan," sela Bara yang menyuruh Zara membawa anak itu ke kamar mandi.

"Sekarang kita ke kamar mandi, yuk,"

Saat sedang berjalan menuju kamar mandi, Zara merasakan suhu tubuh gadis kecil itu panas sekali. "Sepertinya kau memang sedang sakit. Setelah dibersihkan, langsung istirahat saja, ya. Belajarnya bisa dilanjutkan besok, ketika sudah sembuh," tutur Zara.