Taksi berhenti tepat di depan gedung perusahaan Y. Setelah membayar tagihan taksi, Leah turun. Leah tertegun di depan gedung perusahaan Y.
Dulu, saat dirinya melewati jalan ini, Leah sering mengagumi gedung ini dari kejauhan. Namun, berdiri tepat di hadapan gedung ini, memiliki kesan yang berbeda.
Kesan mewah terlihat jelas. Bahkan orang-orang yang keluar masuk, terlihat jelas sebagai eksekutif. Mereka semua berpakaian formal, rapi dan kelihatan mahal.
Leah menatap pantulannya di kaca gedung dan terlihat dirinya seperti anak kuliahan, tidak cocok berada di tempat ini. Namun, Leah tidak perduli karena dirinya hanya perlu menyerahkan dokumen ini dan pergi.
Leah melangkah masuk ke gedung perusahaan Y. Begitu berada di dalam gedung, Leah disambut dengan interior gedung yang modern minimalis. Di hadapannya ada meja panjang sepertinya meja resepsionis. Leah menuju ke meja tersebut dan berkata, "Selamat pagi! Saya hendak mengirim dokumen kepada Tuan Robert, secara langsung."
Wanita dibalik meja resepsionis itu mengangkat kepalanya dan menatap Leah dari atas ke bawah.
"Apakah Anda sudah membuat janji temu?" tanya wanita itu dengan ketus.
Leah menjawab, "Tidak! Saya hanya hendak meyerahkan dokumen."
"Serahkan dokumennya kepada saya! Nanti, staff kami akan menyerahkannya kepada Tuan Robert! Tidak semua orang bebas untuk bertemu dengan Tuan Robert!" kembali wanita tersebut berkata dengan ketus.
Leah menarik napas dalam, berusaha menenangkan dirinya. Leah kembali mencoba menjelaskan, "Saya datang mewakili Ibu Rosy, sekretaris Tuan Robert! Ibu Rosy, meminta saya menyerahkan dokumen ini secara langsung. Jadi, tolong konfirmasi kepada Ibu Rosy terlebih dahulu!"
Kemudian wanita itu berdiri dan berjalan ke arah belakang, tanpa mengatakan apapun. Apakah seperti ini kualitas sumber daya manusia di perusahaan Y? Sungguh sangat memalukan! gerutu Leah dalam hati.
Tidak lama, wanita itu kembali bersama seorang pria bertubuh tegap dengan wajah kebapakan. Pria itu, seumuran Bibi Rosy dan dari cara berpakaian, terlihat jelas sebagai petugas keamanan.
Pria itu berjalan menuju arah Leah dan berkata, "Perkenalkan, saya Edward! Kepala keamanan perusahaan Y. Apakah kamu Leah? Saya sudah mendapat pesan dari Rosy, bahwa Nona akan mewakilinya mengantarkan dokumen untuk Tuan Robert."
"Benar, saya Leah!" balas Leah.
"Bisa tunjukkan kartu tanda pengenal Nona?" tanya Edward dengan sopan.
Leah mengambil dompet dari dalam tas dan mengeluarkan kartu tanda pengenal, kemudian menyerahkannya kepada Edward. Edward memeriksanya kemudian mengembalikan kepada Leah dan berkata, "Mari, ikuti saya!"
Leah mengangguk dan mengikuti Edward. Mereka berjalan menuju pintu masuk berikutnya. Di mana setiap orang yang hendak masuk, harus men scan kartu karyawan mereka. Edward menggunakan kartu karyawannya dan mempersilahkan Leah masuk bersama dengannya.
Leah melihat lift yang berjejer di hadapan mereka dan hendak berjalan ke arah tersebut. Namun, langkahnya dihentikan oleh Edward dengan berkata, "Ke arah ini! Kita akan menggunakan lift pribadi, karena dokumen ini harus segera diserahkan kepada Tuan Robert."
Leah mengangguk dan mengikuti Edward. Tidak jauh dari lift pertama tadi, Leah melihat lift berikutnya. Hanya ada satu lift saja di tempat itu dan untuk menggunakannya, Edward harus men scan kartu karyawannya lagi.
Lift langsung berdenting dan pintu terbuka. Leah mengikuti Edward melangkah masuk ke dalam lift.
Melihat Edward menekan tombol 25 dan Leah kagum. Wow..., memang biasanya para pimpinan akan menempati kantor di lantai atas. Tentu saja dengan alasan, untuk mendapat pemandangan yang lebih bagus, batin Leah.
Lift langsung naik tanpa berhenti di lantai lain. Ya, tentu saja karena memang ini adalah lift pribadi. Sehingga, yang dapat menggunakan juga terbatas. Tidak lama lift berdenting tanda mereka telah sampai di lantai tujuan.
Pintu lift terbuka, Leah langsung disambut pemandangan kantor yang sangat mewah. Di sebelah kanan ada meja kerja cukup besar, lengkap dengan perangkat komputer serta beberapa lemari kabinet. Ah..., ini mungkin meja kerja Bibi Rosy, pikir Leah.
Di sebelah kiri ada satu set sofa beserta meja dengan model minimalis dan berwarna gelap. Tentu juga terlihat sangat mewah dan mahal. Sedangkan, di tengah ruangan ini ada pintu besar yang Leah yakin, itu menuju ke ruangan Tuan Robert.
Edward berjalan ke pintu tersebut dan mengetuk. Tidak lama, terdengar suara maskulin berkata, "Masuklah!"
Edward membukakan pintu dan mempersilahkan Leah masuk.
"Tuan! Ini Nona Leah. Orang yang disuruh Rosy untuk mengantarkan dokumen." Edward memperkenalkan Leah kepada Tuannya.
Kemudian Edward berbalik dan hendak meninggalkan ruangan. Namun, dihentikan Tuan Robert yang berkata, "Edward! Kamu tetap di sini!"
Edward tampak bingung. Namun, Edward menuruti perintah dan tetap berdiri di tempatnya tadi.
Robert, dari balik meja kerjanya menatap Leah. Dalam hati, menilai penampilan wanita itu. Tidak terlalu cantik dan tidak jelek, wajah polos tidak ber make up tebal. Berpakaian kasual dan tampak terlalu besar untuk ukuran badannya, rambut kusut hanya di kuncir.
Di sisi lain Leah menatap Robert. Leah juga menilai pria itu di dalam hati. Ya benar pria itu tampan dan semakin tampan, karena kekuasaan serta kekayaan yang dimilikinya. Sungguh pria yang sangat beruntung, pikir Leah dalam hati.
"Kemari dan serahkan dokumen itu!" perintah Robert.
Leah mengangguk dan berjalan menuju meja kerja Tuan Robert. Ruangan kantor yang sangat luas hanya untuk dirinya sendiri, sungguh orang kaya, pikir Leah dalam hati.
Tepat di depan meja kerja Tuan Robert, Leah meletakkan dokumen tersebut dan berkata, "Ini dokumen yang diminta Bibi Rosy untuk diserahkan kepada Tuan!"
Setelah meletakkan dokumen itu, Leah berbalik dan berjalan menuju pintu kantor.
Tiba tiba Tuan Robert beseru, "Tunggu sebentar!"
Leah berbalik, di saat sudah hampir sampai ke pintu. Posisinya saat ini bersebelahan dengan Edward.
"Ada apa? Apakah ada yang tertinggal?" tanya Leah.
Robert berjalan menuju tempat Leah. Dengan tinggi badan hampir 190 cm, Robert berdiri menjulang di hadapan Leah dengan jarak sekitar satu meter.
Leah mendongak, karena memang tinggi Leah hanya 165cm dan saat ini, dirinya hanya memakai sepatu kets.
Robert membungkuk sedikit dan melihat wajah Leah seraya berkata, "Apakah tidak ada yang lain? Apakah Anda tidak membuka kuncir rambut atau mencoba menari, untuk menggoda?"
Robert bingung, mengapa dia bersemangat untuk menggoda wanita ini. Mungkin, karena penampilannya yang polos dan juga mungkin karena suasana hati Robert yang senang karena akan menandatangani perjanjian besar hari ini.
Leah menatapnya, bingung sejenak. Namun, setelah tersadar Leah tertawa terbahak-bahak.
Robert menatap wanita itu. Tidak cantik, tetapi saat tertawa wanita itu sangat enak dipandang. Matanya saat tertawa berbentuk bulan sabit. Bibir yang mungil hanya terlapisi lipstik tipis dan saat tertawa memperlihatkan gigi taringnya. Sangat manis. Semua itu disempurnakan dengan wajah yang merona.
Meskipun sedang ditertawakan, Robert tidak merasa marah. Malahan dirinya merasa senang melihat wanita ini tertawa.
Edward yang berdiri di samping Leah hanya dapat berdoa untuk wanita itu. Berharap, agar jangan sampai membuat Tuan Robert marah. Namun, di sisi lain Edward juga berusaha keras menahan tawa. Karena, inilah kali pertama kali bagi Edward melihat wanita yang tetap waras, saat berhadapan dengan Tuan Robert.