"Ya gua tahu, Kak. Tapi, Kakak enggak usah nanya begitu. Jadi begini akan ku ceritakan sedikit. Sebenarnya Bianca menikah bersama dengan Pak Benny semua itu hanya demi menjadi Ibu sambung anaknya, jadi karena Lo udah tahu gua mohon banget kalau kakak simpan baik-baik rahasia ini sampai kamu mati nanti dan juga jangan sampai pacar lo mak lampir itu si Vivian tahu. Bisa-bisa dia katain Bianca lagi," ucap Nick panjang lebar.
"Bentar deh, yang jadi kakak itu aku apa kamu?" tanya Rey dengan ketus.
"Bodo!"
"Ah ini anak. Tapi, Nick. Kalau memang Benny cuma mau jadiin Bianca Ibu sambung buat anaknya doang tanpa mau nyentuh dia itu artinya bagus dong," ungkap Rey sembari tersenyum.
"Bagus? Itu buruk bodoh bukannya bagus!" ketus Nick.
"Iya dong bagus secara aku masih punya harapan buat deketin Bianca. Yah ... meskipun dia udah jadi istri orang, tapi hanya istri sekedarnya jadi sah-sah ajalah kalau aku deketin dia terus." Mata Rey sampai berbinar-binar di saat berkata seperti itu.
Nick yang masih fokus dengan mengemudi hingga akhirnya ia tiba-tiba mengerem mobilnya mendadak lalu melirik kearah Rey dengan tatapan tajam. "Heh! Lo kok jadi cowok playboy banget. Itu si Vivian mau Lo bawa kemana, Kak?!"
Ah sial padahal harusnya aku yang cocok buat jadi pendampingnya Bianca. Secara aku ini sahabatnya. Udah ganteng humoris lagi. Kalau Rey, dia udah mau tunangan sama Vivian. Dasar kakak egois. Maunya semua cewek cantik buat dia, batinnya Nick yang sudah panas membara di hatinya.
"Heh! Kenapa malah bengong? Lagian kalau masalah Vivian. Kamu kan tahu kalau aku itu enggak suka sama dia. Jadi, meskipun papa sengaja jodohi aku cuma ya aku bisa aja nolak apalagi kalau sampai aku ancam papa buat berhenti kerja. Yang ada kamu yang disuruh nikah sama Vivian atau sama wanita lain lagi," omel Rey mencoba membela diri.
"Masa bodo mendingan keliaran main di club' daripada harus di jodoh-jodohi. Dah ah kaya cewek aja Lo ajak gua ribut," ejek Nick sembari kembali menjalankan mobilnya.
(Malam tiba, mansion Benny)
Baru menjadi pengantin baru sudah disuruh tidur di kamar anaknya. Bahkan Bianca juga harus mencuci gaun pengantin milik mendiang istrinya karena telah ia pakai. Di saat itu Bianca menatap anak dari suaminya itu sudah tertidur cukup pulas. Lalu dirinya merasa bosan hingga menjadikan ponsel tempat melampiaskan rasa bosannya. Ia hanya berulangkali menggeser layar sentuh tersebut tanpa membuka apapun. Hanya latar depan terus ia gerakan.
Menghembuskan nafas dengan kasar. "Huuf! Bisa mati bosan aku kalau begini. Dia lagi ngapain ya? Masa sih malam pertama aku harus tidur berdua sama anak kecil. Di mana-mana pengantin baru happy-happy malam pertama. Lah aku malah apes begini. Duh ... bikin apa ya biar enggak bosen?" gumam Bianca yang tidak menentu.
Ia berpikir sesuatu untuk melakukan berbagai macam hal melalui ponselnya namun, lagi-lagi dirinya bosan lantaran tidak ada hal yang menyenangkan. Lalu Bianca bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar anak suaminya. Saat dirinya keluar ia justru menatap kedepan. Kamar Benny bersama sang anak saling berhadapan hingga membuat Bianca terdiam di depan pintu.
"Coba aja kalau di kasih aku masuk kedalam pasti seru. Eh! Apa aku uji masuk aja ya? Nanti aku alasan aja lupa kamar. Ah iya benar. Memang otak ku cemerlang. Turunin baju dikit ah," gumam Bianca dengan pelan sembari menurunkan sebelah lengan bajunya hingga tali dalaman yang ia pakai terlihat jelas. Ia pun berusaha berjalan seperti orang mengantuk lalu tanpa mengetuk pintu Bianca langsung memasuki kamarnya Benny.
Berjalan dengan perlahan-lahan sampai akhirnya tiba di depan pintu kamar Benny. Meskipun ada rasa takut di dalam hatinya, namun Bianca tetap tidak mau untuk mundur walau ia sudah ragu untuk masuk kedalam.
Menekan gagang pintu dengan pelan sampai ia bergumam. "Enggak dikunci lagi, pas banget."
Saat tiba kedalam kamar Bianca tidak melihat adanya Benny di dalam sana, lalu membuatnya untuk melihat-lihat isi kamar itu, mulai dari ia berdiri di depan cermin sembari bergaya layaknya sedang ada seseorang yang memfotonya, dan juga ia melihat-lihat tempat pakaian yang berada di sana.
"Bagus sekali pakaiannya istrinya dulu keren-keren banget, jadi iri," gumam Bianca.
Saat ia sedang melihat-lihat pakaian tersebut, ia tidak sadar bahwa Benny sudah berdiri di depan pintu kamar mandi yang juga dekat dengan lemari pakaian. Alhasil Benny yang kesal melihat Bianca yang tidak ada tahu malu tiba-tiba masuk sembarang ke dalam kamarnya membuatnya kesal, ia berniat untuk mencekal tangan wanita itu. Namun, belum sampai langkahnya tiba-tiba Bianca langsung menoleh ke belakang alhasil membuat Bianca terkejut dan akhirnya ia terpeleset.
Untung saja Benny sempat menahan tubuh Bianca sampai membuat Bianca berada di dalam pelukannya Benny.
Bianca masih tidak sadar bahwa Benny yang sedang menolongnya saat itu marah terhadapnya. Bianca justru tersenyum tipis begitu sadar bahwa ia berada di dalam pelukan Benny.
"Um, Pak," panggil Bianca tanpa menghilangkan senyumannya.
"Pak-pak, mau ngapain kamu ke kamar saya?" tanya Benny yang masih menahan Bianca di dalam pelukannya.
"A ... anu, Pak."
"Anu anu."
Melihat ketidakjelasan saat Bianca menjawab pertanyaannya, membuat Benny kesal sampai ia menjatuhkan Bianca dari pelukannya. Sontak saja membuat Bianca berteriak sampai punggungnya terbentur dengan lantai dan terasa sangat sakit.
"Aduh ... kok Bapak lepasin saya?" tanya Bianca seraya mengusap punggungnya yang sakit dengan sebelah tangannya.
"Suka-suka saya lah, terus ngapain kamu ke kamar saya hah?" Dengan raut wajah yang tegas Benny bertanya bahkan ia memasukkan sebelah tangan kedalam saku celananya.
"Maaf, Pak. Tadi sa ... saya lupa kamarnya yang mana, Pak," jawab Bianca seperti yang sudah ia rencanakan. Namun, jawabannya itu membuat kening Benny berkerut.
'Aduh ... semoga aja Pak Benny enggak marahin aku dengan jawaban itu,' batin Bianca sembari menundukkan kepalanya.
"Apa saya enggak salah dengar? Salah kamar? Bentar deh, kamu sudah tahukan posisi kamar anak saya itu di mana? Udah saya kasih tunjuk juga kan? Udah, udah ya mendingan sekarang balik ke kamarmu cepat. Ada-ada aja kamu ini."
"Baik, Pak."
Gagal sudah rencana Bianca untuk membuat Pak Benny tergoda dengannya, terlebih pakaiannya yang sengaja ia turunkan sedikit, namun seakan pria itu seperti sudah kehilangan seleranya terhadap perempuan sampai-sampai saat Bianca tidak sengaja jatuh ke dalam pelukannya justru tidak ada reaksi apapun yang terjadi. Hal itu semakin membuat Bianca berpikir keras bahwa ia sangat susah untuk membuat pria itu menaruh hati terhadapnya.