Jembatan ini adalah jalan kenangan masa lalu, sedangkan cahaya jingga adalah gemerlapnya dunia di ujung petang yang semakin menurun. "Tokyo, sebentar lagi aku akan pergi dari sini, mungkin untuk selamanya," gumamku menatap Lembayung yang mulai tenggelam.
"Tokyo, aku ingin lebih lama berada di bawah pohon sakura di musim semi," gumamku menutup mata.
Semakin redup cahaya jingga ini semakin tak terlihat oleh jeritan tanpa suara. Noda gelapnya segera berjalan beriringnya waktu berjalan. Aku melangkah di balik punggungnya seorang teman pria yang sudah seperti anak anjing.
Aku melihat ekor semu di ujung bokongnya, aku tertawa geli ketika pandanganku mengarah ekor yang bergoyang tanpa kelihatan.
Wilson menoleh ke arahku sembari menaikkan alisnya, "Kau itu kenapa?" tanyanya mulai terheran.