Chereads / OUR JOURNEY / Chapter 36 - Bab 35

Chapter 36 - Bab 35

Jesse memakirkan motornya di garasi rumahnya. Ia lalu berjalan masuk kedalam rumahnya. Rumah megah dan besar itu selalu menjadi neraka bagi Jesse. Jesse terlalu lelah menghadapi ibu dan ayahnya yang hampir setiap malam bertengkar entah karena apa.

"Tanda tangan sekarang juga!" Bentak ayah Jesse ke arah ibu Jesse.

"Gak mau mas!" Teriak ibu Jesse sambil merobek kertas yang sudah kesekian kalinya diserahkan untuknya.

"Kamu maunya apa sih? Diajak cerai gamau diajak baikan juga gamau! Kamu maunya apa?!" Kata ayah Jesse sambil menunjuk ke wajah ibu Jesse.

"Aku gamau digantikan oleh perempuan murahan itu! Kalau mas mau cerai sama aku, pengganti aku harus wanita yang derajatnya lebih dari aku! Karena aku gamau perempuan jalang ini yang ngurus anak aku kelak!" Kata ibu Jesse sambil menunjuk seorang wanita muda yang sedang duduk santai diatas sofa keluarga Jesse.

Ayah Jesse langsung mengambil vas bunga yang ada di atas meja lalu menghantam kepala ibu Jesse dengan itu. Jesse langsung berlari menghantam wajah ayahnya dengan kuat.

"Keluar dari rumah ini!" Kata Jesse ke arah ayahnya.

"Berani-beraninya kamu!" Bugh! Ayah Jesse menghantam wajah Jesse hingga ujung bibir Jesse sobek.

"Mas! Jesse gapapa nak kamu balik ke kamar kamu ya?" Kata ibu Jesse sambil mengusap kepala Jesse lembut.

"Jesse bukan khawatir sama mama tapi Jesse gamau kalo orang tua bangka itu yang dapetin rumah ini!" Kata Jesse lalu mendorong ibunya pelan.

"Papa mau hajar Jesse? Silahkan! Hajar sampai mampus nih!" Tantang Jesse.

Karena kemarahan sudah menguasai diri ayah Jesse, Ia langsung menyerang Jesse dengan pukulan bertubi-tubi. Ayah Jesse juga memukul tubuh Jesse dengan tongkat. Tak lama kemudian suara sirine mobil polisi sampai dirumah Jesse. Dengan cepat para polisi mengepung rumah Jesse. Lalu di belakang para polisi muncullah seorang pria dengan baju kaos dan celana jeans nya. Jason Adrian, kakak Jesse yang merupakan seorang mahasiswa teknik yang kini sedang kuliah.

"Mama!" Teriak Jason saat melihat ibunya tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir dari atas kepalanya.

"Pak tangkap pria itu! Dia yang membuat ibu saya seperti ini!" Kata Jason sambil menunjuk ke arah ayahnya.

"Tidak! Bukan saya! Lepaskan!" Berontak ayah Jesse.

"Pak polisi tunggu sebentar," kata ibu Jesse sambil berusaha berdiri.

"Saya ingin mendengar satu jawaban dari suami saya," kata ibu Jesse.

"Mah bahaya jangan deketin dia," peringat Jason.

"Baiklah kami beri waktu 15 menit untuk berbicara," kata salah satu polisi.

"Mas aku bisa bebasin mas asal mas batalin gugatan cerai itu," kata ibu Jesse.

"Mah udah gila?!" Teriak Jesse ingin menghampiri ibunya namun ditahan Jason.

"Ga mungkin! Aku udah ga cinta lagi sama kamu!" Teriak papa Jesse.

"Baiklah silahkan bawa dia pak," kata ibu Jesse.

"Tunggu dulu! Baik aku akan mencabut gugatan cerai itu!" Kata ayah Jesse.

Polisi lalu melepaskan ayah Jesse dengan persetujuan dari ibu Jesse, Jason, dan tentunya Jesse. Setelah lama membantah keinginan ibunya, Jesse akhirnya terpaksa menyetujui perkataan ibunya.

"Biarkan wanita ini tinggal disini," kata ayah Jesse.

"Apa?! Cewek murahan ini?" Teriak Jesse.

"Baiklah dia boleh tinggal disini," kata ibu Jesse.

"Kali ini aku nolak ma! Ga mungkin aku tinggal seatap sama wanita murahan kaya dia!" Kata Jason.

"Tapi sebagai pelayan rumah kami," kata ibu Jesse.

"Maksudnya? Berani-beraninya," ayah Jesse ditahan oleh wanita itu.

"Gapapa mas asalkan bisa tinggal sama kamu," kata wanita itu sambil bergelayut manja di lengan ayah Jesse.

Jesse yang jijik melihat kelakuan wanita murahan itu langsung masuk ke kamarnya dan membanting keras pintu kamarnya.

Padahal niat asli wanita murahan itu hanyalah untuk memeras kekayaan ayah Jesse dan menghancurkan keluarga Jesse. Wanita itu setuju tinggal dirumah ini karena pasti dia akan diperlakukan khusus oleh ayah Jesse nanti.

****

Gisel dan Bastian saat ini sedang berada di sebuah perpustakaan umum yang ada di Jerman. Keduanya tengah mencari sebuah buku referensi untuk kegiatan praktikum mereka. Sudah hampir sejam lebih mereka berdua disana namun masih belum menemukan buku yang mereka cari.

"Ahh mana sih tu buku? Pinter banget ngumpetnya. Pasti kalo lagi main sama buku-buku yang lain dia yang menang," ocehan Bastian tak berhenti sejak mereka tiba disana.

Memang sulit untuk mencari buku di perpustakaan ini. Perpustakaan di Jerman sangat luas dan juga koleksi buku yang mereka miliki sangat banyak sehingga lumayan melelahkan untuk mencari buku disana.

"Sel beli aja yuk mendingan dari pada muter-muter gini capek banget," keluh Bastian.

"Yaudah Lo istirahat aja biar Gue yang nyariin buku buat Lo," kata Gisel sambil terus melihat-lihat setiap rak buku yang mereka lewati.

"Dih gak gentle amat Gue dimata Lo. Gapapa Gue pokoknya harus berusaha buat dapetin buku itu," kata Bastian berusaha menyemangati dirinya sendiri.

"Yaudah jangan banyak ngeluh dong. Semakin cepet kita nyari semakin cepet juga kita balik. Gue juga laper banget ini. Lagian kalo beli lumayan mahal dan juga dipake cuma sekali jadi mubazir," jelas Gisel.

"Kan bisa kita sumbangin Sel kalo ga kepake lagi," kata Bastian.

"Oh iya astaga. Ah pokoknya boros ayo kita cari lagi," kata Gisel.

Gisel melihat sebuah komputer yang berada tak jauh dari posisinya saat ini. Gisel lalu menarik tangan Bastian mendekat ke arah komputer itu. Setelah Gisel berdiri didepan komputer itu segera Gisel mengetik judul buku yang Ia cari.

"Di lorong sebelah sana Bas," kata Gisel sambil menunjuk ke arah tempat buku itu berada.

"Wih canggih nih otak Lu! Buru dah ayo kita kesana," kata Bastian.

Akhirnya mereka menemukan buku referensi yang mereka cari selama berjam-jam lamanya. Gisel dan Bastian sangat senang hingga tanpa sadar keduanya berpelukan. Gisel yang menyadari bahwa mereka sedang berpelukan akhirnya melepaskan pelukan mereka dengan cara yang canggung.

"Eh maaf maaf. Kalo gitu ayo kita balik ke dorm," ajak Bastian dan disetujui Gisel.

Keduanya keluar dari perpustakaan dan berjalan sedikit ke arah halte bus. Mereka menunggu bus dengan diam dengan beberapa orang yang sepertinya sedang menunggu bus seperti mereka. Bus pun datang Gisel cepat-cepat naik ke dalam bus dan duduk disalah satu kursi sementara Bastian berdiri disebelah kursi Gisel.

Selama perjalanan Gisel terus melihat ke arah jendela agar pandangannya tak bertemu dengan Bastian. Gisel merasa sangat gugup saat ini. Jantung Gisel rasanya ingin sekali meloncat keluar. Bastian jatuh ke dalam pelukan Gisel dan refleks Gisel menatap Bastian lama saat bus yang mereka tumpangi mengerem mendadak. Gisel lalu segera mendorong Bastian dan mengalihkan pandangannya.

"Kalo gitu," kata Bastian dan Gisel bersamaan saat mereka sudah sampai di loby dorm mereka.

"Lo duluan masuk kamar Gue tunggu disini," kata Bastian.

"Oh iya Gue duluan ya Lo hati-hati," kata Gisel sambil berjalan mundur dengan perlahan.

Bruk!

Seseorang menabrak Gisel dari belakang membuat Gisel terhuyung ke arah depan. Dengan sigap Bastian menangkap tubuh kecil Gisel. Tanpa aba-aba Gisel langsung berlari masuk ke dalam kamarnya. Bastian hanya tersenyum jahil melihat kelakuan Gisel.

"Ngapain senyam senyum?" Tanya Chris yang baru saja sampai di loby dorm.

"Kepo deh Lu!" Kata Bastian lalu masuk kedalam kamarnya.

"Astaga Gisel kaget!" Teriak Dita saat Gisel membuka dan menutup pintu kamar mereka dengan kasar.

"Astaga astaga tenang Gisel tenang huh huh," kata Gisel sambil berusaha menetralkan nafasnya.

"Ngapain sih Lu? Kaya abis dikejar maling deh," kata Dita.

"Astaga Dita seharian ini Gue dibaperin mulu sama Bastian!" Kata Gisel sambil berguling-guling diatas kasurnya.

"Bagus dong berarti ada perkembangan," jawab Dita.

"Gak bisa Dit! Gue pingin fokus ke pelajaran untuk sekarang. Kalo Gue oleng ke dia bisa-bisa ga konsentrasi Gue kalo belajar," kata Gisel. Dita lalu mendekat dan duduk menghadap Gisel.

"Gini deh Sel. Kalau Lo ga ngerasain perasaan apa-apa itu tandanya Lo ga suka sama Bastian. Tapi kalau Lo bereaksi lebay, kaya sekarang Gue bisa bilang kalau Lo ada perasaan ke Bastian," jelas Dita.

"Dih ga mungkin! Gue suka sama orang lain!" Teriak Gisel.

"Oh ya? Yaudah sukain aja orang yang belum pasti Lo dapetin. Eman-eman Bastian dianggurin temen Gue banyak yang naksir sama dia," kata Dita seperti mengompori Gisel.

Gisel tampaknya berpikir sebentar. Memang benar akhir-akhir ini Ia jadi sangat sensitif jika berada di dekat Bastian. Mulai dari kelakuannya yang tidak biasa hingga debaran jantung yang tidak bisa Ia atur. Dan juga akhir-akhir ini Gisel jadi jarang memikirkan William. Apakah benar saat ini Gisel tengah berusaha membuka hatinya untuk Bastian?