Suasana di kantin siang ini terlihat sangat ramai, seperti biasanya. Sandy dan Arinka tengah duduk di meja paling ujung, dekat jendela. Kedua gadis itu tengah menikmati semangkuk bakso dengan level kepedasan yang super.
"Rin, bibir gue jontor, nggak?" tanya Sandy sembari menunjuk bibirnya sendiri.
"Masih normal, San. Kalau gitu, coba tambahin sambelnya."
Sandy menggeleng dan menyilangkan kedua tangannya di depan wajahnya. Ia sudah tidak tahan, bibirnya panas. Apalagi perutnya, sudah tidak bisa diajak kompromi.
"Agh! Gue udah nggak kuat!" Sandy benar-benar menyerah. Gadis itu menjauhkan mangkuk bakso pembawa petaka dari dirinya.
"Payah lo, San. Baru segitu doang, udah nyerah."
Sandy tidak akan memedulikan ucapan Arinka. Ini adalah masalahnya, yang mersakan sakit juga tubuhnya.
"E-eh...."
Arinka sedikit terkejut, ketika mangkuk baksonya tiba-tiba bergeser ke arah lain. Gadis itu mendongak dan melihat Edward sedang berdiri di sampingnya.