Arinka memastikan kalau Temon sudah pergi dari tempatnya tadi. Gadis itu melangkah cepat menuju ruang perpustakaan untuk menemui Edward.
Di sepanjang koridor, Arinka mengembuskan napas berkali-kali sembari menenangkan dirinya sendiri.
Saat sampai di depan pintu, Arinka berdoa seolah ia akan melaksanakan ujian nasional di sekolahnya.
"Ya Allah, semoga pilihan aku nggak salah. Kalau pun aku salah, tolong bantu dibenerin ya, Allah."
Baru saja Arinka mengusapkan kedua telapak tangannya di wajah, pintu itu sudah terbuka dan ia langsung melihat sosok Edward yang menjulang tinggi tengah berdiri di depannya.
"Kamu terlambat lima menit. Ayo masuk. Ngapain berdiri di depan pintu?"
Arinka mendengus kesal. Padahal Edward tengah menunggu jawaban darinya, tapi lelaki itu malah mengomelinya seperti seorang ayah yang tengah memarahi anak sendiri.
"Jadi, apa jawaban kamu?"
"Bapak nggak mau basa basi dulu sama saya? Nggak mempersilakan saya duduk dulu?"
"Oke. Silakan duduk."