Mark membuka pintu Cafe dan mencari di mana Mama Maya duduk. Mendengar suara Mama Maya dan lambaian tangannya, Mark bergegas menarik tangan Megan berjalan ke arah Mama Maya.
Mark tidak mengetahui jika Mama Maya mengajak Luna di sana. Namun, dia sudah mengira hal itu akan terjadi. Mark memandang Megan seakan takut Megan salah paham.
"Wah, anak Mama yang ganteng. Sini duduk sini. Oh, Megan sedang bersama Mark, ya. Ya sudah sini duduk bersama," kata Mama Maya yang agak angkuh.
Terlihat jelas Mama Maya kecewa melihat Megan bersama Mark. Mama Maya melirik ke arah Luna, berharap perempuan cantik itu tidak cemburu.
"Ada hal penting apa, Mah? Atau sudah selesai? Ayo pulang." Ucap Mark to the point dan malas melihat Luna di sana.
"Ini, loh, Mama nggak sengaja ketemu Luna. Ini Luna mau ketemu kamu. Nostalgia gitu. Nanti Mama pulang bareng Mark, ya," ucap Mama Maya sambil tersenyum kecil.
"Oh, kukira ada apa. Hai, Luna. Sudah ketemu aku, kan? Maaf, Mah, Mark ada urusan penting. Lanjut nanti, ya. Kalau mau pulang sekarang, ayo. Tapi kalau masih nanti, mending Mama naik taksi," tegas Mark membuat Mama Maya jadi malu di hadapan Luna.
"Kok terburu, Mark? Mama masih mau ngobrol sama Luna. Temenin, ya," pinta Mama Maya merayu anak semata wayangnya.
"Mark ada kesibukan lain. Ayo, Megan, kita pulang saja," tegas Mark yang kemudian menarik tangan kekasihnya untuk segera pergi dari sana.
Hal itu jelas saja membuat Luna menahan cemburu dan rasa malu. Mama Maya pun terbelalak tak menyangka Mark begitu dingin di hadapan Luna. Mama Maya menjadi benci dengan dokter muda yang merebut perhatian Mark.
"Mah, Megan pamit dulu," ucap Megan lembut tanpa dibalas oleh Mama Maya yang masih kesal.
Megan mengikuti Mark karena tangannya ditarik. Dia sebenarnya merasa canggung dengan kejadian itu. Mereka berjalan ke tempat parkir, lalu masuk ke dalam mobil. Mark pun segera menyopir mobilnya, pergi meninggalkan tempat itu dengan rasa kesal di dada. Mark tahu apa yang dipikirkan mamanya. Dia kecewa karena sebelumnya Mama Maya bilang memberi restu.
Saat perjalanan pulang di dalam mobil, Megan protes tentang sikap Mark. "Mark, kenapa kamu begitu pada Mama Maya?"
"Hmm ... tidak apa," sahut Mark dengan singkat tanpa melihat ke arah Megan. Dia masih fokus berkendara.
"Mark? Jangan menyembunyikan hal itu. Ada apa sebenarnya?" tanya Megan yang merasa Mark tidak sedang baik-baik saja.
"Sudah, Megan. Kamu tahu, 'kan, Sayang, Mamaku selalu berbuat hal konyol. Tadi wanita di sampingnya, hanya teman masa SD aku waktu dulu. Aku malas menanggapinya," jawab Mark yang mencoba menjelaskan meski tidak semuanya.
"Oh, lantas kenapa kamu cepat berlalu pergi? Kasihan tadi Mama malu, 'kan, sama temanmu," tutur Megan yang justru memikirkan perasaan mamanya Mark.
"Jadi, kamu tidak cemburu, Sayang?" selidik Mark dengan senyumnya dan melirik ke arah Megan.
"Apa? Cemburu? Kenapa aku harus cemburu? Ha ha ha ... Mark, kamu lucu sekali. Seperti baru kenal aku saja." Megan tertawa terpingkal-pingkal melihat sikap lucu Mark. Ternyata, Mark terburu-buru pergi karena mengira Megan cemburu.
"Ah, nakal, ya. Sayang tidak mengakui cemburu," ucap Mark sambil menggelitik dengan tangan kiri Megan yang kalah telak.
"Ha ha ha ... beneran, aku nggak cemburu Mark. Aku percaya padamu." Megan pun memegang satu tangan Mark.
Seolah waktu berhenti. Perkataan Megan membuat Mark semakin mengaguminya. Pas mobil yang dikendarai berhenti karena lampu merah, Mark pun menatap kekasihnya.
"Terima kasih, Sayang. Aku antar ke kerjaan, ya?" kata Mark yang sangat mencintai kekasihnya.
Megan mengangguk tanda setuju. Mark pun tersenyum melihat Megan. Sungguh wanita ini sanggup menenangkan hatinya. Mark pun melaju dengan mobilnya mengantarkan Megan ke rumah sakit tempatnya bekerja.
***
Di lain sisi dalam kedai kopi ....
Luna sangat marah dengan kelakuan Mark yang tidak menghargainya. Terlebih di depan wanita yang bersama Mark, Luna makin kesal tak dianggap. Mama Maya sangat malu dan tidak tahu harus bagaimana menghadapi Luna.
"Luna sayang, maafkan Tante ya. Tante tak tahu kalau Mark akan membawa wanita itu," lirih Mama Maya mencoba mencairkan suasana yang serba salah.
"Oh ... nggak apa, Tante. It's ok," ucap Luna yang mencoba menyembunyikan kecewa dan amarahnya.
"Tante sebenarnya tidak suka dengan wanita tak jelas itu. Namun, karena Mark tergila-gila padanya, Tante terpaksa mengiyakan," tutur Mama Maya yang membuat Luna mempunyai celah untuk mendapatkan Mark.
"Loh, memangnya wanita itu siapa Tante? Kenapa Tante tidak suka?" tanya Luna memancing informasi agar lebih mudah mendapatkan Mark.
"Dia itu wanita tak jelas siapa keluarganya. Hanya saja, dia bekerja di rumah sakit sebagai dokter. Ya, beruntungnya dia bisa bertemu Mark. Beberapa waktu yang lalu Mark melamarnya. Sebenarnya Tante tak suka, tapi bagaimana lagi si Mark sudah menjadikan wanita itu kekasih selama tiga tahun," jelas Mama Maya yang terlihat sangat sebal.
"Astaga ... kenapa Tante merestuinya jika Tante tidak suka pada wanita itu?" sahut Luna yang terkejut mendengar Mark sudah melamar wanita itu.
"Itulah, Sayang, Om Justin susah mengiyakan hubungan mereka. Lagi pula, Tante tidak punya pilihan lain, 'kan? Waktu itu Tante belum bertemu denganmu," imbuh Mama Maya memberi rambu hijau pada Luna.
"Berarti sekarang ada pilihan lain, donk, Tante?" selidik Luna yang tahu jika dirinyalah pilihan lain itu.
"Eh, iya donk. Ada Luna sekarang," jawab Mama Maya sambil tertawa.
Berasa mendapat lampu hijau, Luna tertawa bersama Mama Maya. Seolah hati Mark bisa diubah dengan mudah. Mama Maya menaruh harap pada Luna.
Luna pun bertekad akan mendekati Mark. Pemuda itu sudah meluluhkan hati Luna sejak sekolah dasar dahulu. Meski lama tak berjumpa, Luna masih menyimpan rasa. Terlebih saat dia tahu kehidupan Mark yang makin sukses sekarang. Luna merasa dirinya yang pantas mendampingi Mark, bukan wanita tadi yang entah siapa namanya. Luna tak tahu dan tak mau tahu.
Mama Maya yang tidak mengerti kelakuan Luna yang sesungguhnya, justru membuat kesengsaraan baru. Bukan hanya untuk anaknya, pun juga bahtera keluarganya. Mama Maya tak tahu seperti apa sikap Luna yang sesungguhnya. Luna tak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan. Meski dia harus mengorbankan orang lain, Luna tak akan peduli hal itu. Justru dia semakin berambisi jika ada penghalang.
Luna akan dengan mudah membuat segala sesuatu mendukungnya. Itulah, Luna. Wajah cantik, hidup mandiri, kesuksesan di masa muda, dan tubuh molek Luna menjadi aset yang tak ternilai baginya. Dia bisa dengan mudah memperalat orang lain demi melancarkan aksinya.
Diam-diam, Luna sudah merencanakan sesuatu. Mama Maya yang tak tahu, hanya bisa tertawa bersamanya. Luna hanya menunggu waktu yang tepat.
"Mark, tunggu saja. Aku akan menaklukkan hatimu dan mendapatkan dirimu. Cepat atau lambat, aku akan mendapatkan dirimu. Wanita tadi tak pantas bersanding dengan pemuda tampan dan mapan sepertimu! Luna, ya, aku ini yang pantas bersamamu. Hanya aku!" batin Luna yang tak henti memikirkan cara bersama Mark.
Mampukah Luna mendapatkan Mark? Apakah hubungan Mark dan Megan akan berjalan baik-baik saja?