Mark merupakan anak tunggal dari Justin dan Maya. Dia memiliki pesona tersendiri di kalangan pemuda tampan. Selain anak sepasang pengusaha sukses, Mark sendiri memiliki pekerjaan yang mapan. Dia tak pernah mau hanya duduk bersandar kekayaan orang tuanya. Pekerjaan Mark sebagai arsitektur tentunya menjadi daya tarik yang lebih di mata wanita.
Sebagai arsitektur muda, tentu banyak godaan di depan mata. Tubuh tinggi nan kekar dengan wajah tampan. Siapa, sih, wanita yang tak tergoda melihat Mark? Tutur kata yang lembut serta sifat peduli sosial yang tinggi membuat Mark semakin memesona. Banyak wanita yang menginginkan hati Mark, tetapi tidak ada satu pun yang mampu menarik perhatian dirinya.
Mama Maya berkali-kali mencoba menjodohkan Mark dengan wanita pilihan yang berkelas. Seorang model terkenal asal Yogyakarta tidak bisa menaklukkan hati Mark. Seorang penyanyi cantik maupun anak pengusaha terkenal juga tak mampu mendapatkan hati Mark.
Mark justru memilih seorang dokter nan lembut hatinya. Megan, seorang wanita sederhana dari desa di Jawa Barat. Meski Megan tertutup soal keluarganya, tetapi Mark tetap mencintai Megan apa adanya.
Kisah cinta dan perasaan yang dibangun sejak tiga tahun lamanya, mulai mendapat guncangan setelah Mark memperkenalkan Megan kepada kedua orang tuanya. Namun, Mark tidak akan menyerah begitu saja.
***
Suatu sore di rumah Mark ....
"Mark, tadi Mama ketemu si Luna, loh. Sekarang tambah cantik dan anggun. Mama sempat nggak mengenali Luna." Mama Maya duduk di ruang tamu sambil menikmati secangkir green tea. Dia begitu saja menceritakan tentang teman masa kecil Mark.
"Oh, Luna teman SD Mark dulu, Mah?" Mark menjawab dengan santai sambil memegang gawainya. Dia masih sibuk berbalas pesan dengan Megan.
"Iya, donk. Emangnya ada berapa Luna yang Mama and kamu kenal?" ucap Mama Maya yang kemudian pun tertawa mengejek Mark.
"Kamu nggak mau salam gitu? Si Luna nanyain kabarmu, loh, Mark. Sekarang Luna buka usaha restoran. Itu, loh, chiness food yang lagi booming di dekat JogjaTronik. Kita pernah makan di sana sama Papa. Ingat, nggak?" tutur Mama Maya dengan semangat membahas Luna dan menjelaskan dengan rinci.
Mark pun berdiri menatap Mama Maya, "Mama, tuh, aneh-aneh aja. Ngapain juga Mark salam-salam sama perempuan lain. Dah, ya Mah, Mark mau keluar dulu," sahut Mark yang tak suka dengan pembahasaan mamanya.
Mark kemudian mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja dan berlalu dari ruang tamu. Meninggalkan Mama Maya yang masih ingin berbincang. Mark merasa arah tujuan percakapan ini bukanlah hal yang baik buat Mark.
"Eh, sayang jangan marah. Mama cuma bercanda, loh ...." seru Mama Maya tak dijawab oleh Mark. Mark sudah tahu apa yang dipikirkan mamanya, serta ke mana arah tujuan pembicaraan itu. Daripada menanggapi dan menjadi masalah, Mark memilih pergi dari rumah.
"Uh, dasar Mark keras kepala. Baru juga kasih cincin ke Megan, kenapa nggak respons soal Luna. Jelas Luna lebih elite dari Megan," gerutu Mama Maya pada diri sendiri. Sebenarnya Mama Maya tidak terlalu suka dengan Megan. Meski pekerjaan Megan seorang dokter, Mama Maya tidak suka karena Megan berasal dari keluarga biasa, bukan dari keluarga pengusaha maupun keluarga terpandang.
Mama Maya mengambil gawainya dan mengirim pesan. Dia sudah bertukar nomor handphone saat tadi bertemu dengan Luna secara tak sengaja di mall.
Mama Maya: [ Luna, kamu jadi mau ketemu Mark? ]
Mama Maya mengirim pesan ke Luna. Ternyata Mama Maya punya suatu rencana untuk mempertemukan mereka.
Luna: [Hai, Tante Maya! Wow, mau banget, donk, Tante. Sudah lama nggak jumpa Mark. Apa Mark masih ingat aku ya?]
Segera Luna membalas pesan Mama Maya. "Lampu ijo, nih," gumam Luna duduk sendirian di sebuah Cafe menikmati secangkir cokelat hangat.
Mama Maya: [ Temui Tante ya di Galeri Mall. Tante mau minum kopi di sana. ]
Luna: [Oke Tante! Siap! Luna langsung ke sana]
Mama Maya pun bergegas ganti pakaian dan pergi ke Galeri Mall. Dia sengaja naik taksi agar bisa mengajak Mark pulang bersama. Mama Maya bukan wanita yang mudah menyerah dan pasrah apalagi soal jodoh untuk anak semata wayangnya.
***
Sesampainya di kedai kopi, Galeri Mall ....
"Tante! Luna di sini." Luna melambaikan tangannya. Mama Maya yang melihatnya, langsung berjalan ke arah Luna.
"Sudah dari tadi Luna? Maaf ya, tadi kena macet. Tante naik taksi soalnya. Jadi agak muter jalannya." Mama Maya pun duduk di sebelah Luna.
"Nggak apa Tante. Kok, Tante tadi nggak bilang? Tahu gitu, 'kan, Luna bisa jemput Tante. Oh, iya, Tante mau pesan apa biar Luna pesanin," ucap Luna dengan perhatian. Dia pun melambaikan tangan ke pelayan Cafe.
"Nggak apa, kok. Tante sekalian nanti mau pulang sama Mark aja. Dia baru keluar soalnya. Emm ... Americano coffee aja Luna." Mama Maya tersenyum dan segera mengambil handphone, segera mengirim pesan kepada Mark.
Mama Maya: [ Mark, mama lagi di kedai kopi dalam Galeri Mall. Nanti kalau kamu sudah selesai urusannya, jemput mama, ya. Mama nggak bawa mobil. ]
Mark: [ Iya, Ma. ]
Mama Maya tahu jika Mark tak akan bisa mengabaikannya. Kesempatan yang baik untuk mempertemukan Luna dengan Mark, begitu pikir Mama Maya saat itu.
Mama Maya dan Luna berbincang-bincang sangat akrab. Mama Maya menangkap maksud hati Luna untuk bisa bertemu Mark. Terlebih saat Luna melihat Mark terpampang di sampul majalah bisnis Sepuluh Arsitektur Muda Tersukses di Indonesia membuat Luna berbinar dan mengingat masa sekolah dasarnya dulu.
"Ah, Tante masih ingat hal itu, ya. Luna jadi malu." Luna pun tertawa sambil menutup mulutnya dengan satu tangan. Dia sangat malu mengingat Mark yang selalu jadi pahlawan saat Luna diganggu anak-anak lain.
"Kamu itu tidak berubah, ya. Pemalu. Tapi Tante suka, loh, dulu Mark sering belain Luna 'kan di sekolahan. Tante nggak nyangka sekarang Luna tambah cantik dan pintar pula," ucap Mama Maya yang tak henti-hentinya menyanjung Luna.
"Tante bisa aja. Tante juga awet muda. Malah makin cantik," kata Luna yang bergantian menyanjung Tante Maya.
Percakapan mereka pun terhenti saat Luna menatap pengunjung yang datang. Mark! Senyum Luna mengembang di bibir indahnya. Namun, siapa wanita di belakang Mark?
"Mark! Mama di sini!" seru Mama Maya memanggil Mark dan melambaikan tangannya.
Mark langsung melihat ke arah mamanya. Dia pun melangkah ke tempat duduk Mama Maya. Namun, seperti perkiraan Mark, ada seorang wanita di sana. Untungnya Mark mengajak Megan karena dia sudah merasa jika Mama Maya akan mempertemukan Mark dengan Luna.
Meski awalnya Megan tak ingin ikut, akhirnya dia mengikuti perkataan Mark. Mark berharap, mamanya tidak kembali menjodohkannya dengan orang lain. Mark harap restu yang kemarin mamanya ucap adalah kenyataan, bukan hanya karena terpaksa.
Tanpa disadari, Maya memberi restu hanyalah palsu. Melihat Megan, Maya jadi teringat masa lalu pahitnya. Megan mirip seseorang yang sangat dibencinya. Selain itu, keluarga Megan yang biasa saja membuat Maya berpikir seribu kali lagi.