Chereads / Mentari Dikala Senja / Chapter 12 - Bintang 6

Chapter 12 - Bintang 6

Pagi ini gue dan Kala sudah bersiap untuk peninjauan ke pabrik produksi kain batik. Bukan hanya melihat bagaimana kinerja dan hasilnya, gue juga ingin bertanya sedikit mengenai pendapat mereka mengenai pengalaman ketika bekerja dibawah pimpinan gue. Niatnya sih gue pengen ngajak mereka buat piknik dalam waktu tiga bulan kedepan, tapi gue harus membiarakannya dengan yang lain juga.

"Ngomong-omong Pak Bintang sama Bu Kala cocok tuh," celetuk salah satu ibu yang sedang membatik.

Gue mendelik kemudian menatap Kala. Buset itu ibu-ibu doyan banget bilang kaya gitu tiap gue peninjauan ke sini.

"Ibu nih bercanda mulu deh."

"Aduh pak, siapa yang bercanda. Emang cocok kok. Cocok jadi jodoh juga kok pak."

Gue melirik Kala yang saat ini masih ngerecokin ibu-ibu berhijab kuning.

"Dengerin ibu nih pak. Omongan ibu mah banyak yang terjadi, ngga tau kenapa tapi kayanya nih Pak Bintang bakalan jodoh sama Bu Kala."

Haduh haduh makin ngawur nih ibu-ibu satu. Mending gue kabur dari sini deh. Untung mama ngga ikut kesini. Coba kalo iya, bakalan langsung pesen WO nih pasti.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, malam mulai tiba dan perut gue sudah mulai keroncongan.

"Makan dulu aja lah. Kamu mau apa?"

Gue bertanya kepada Kala yang sebelumnya masih asik membaca berkas hasil rapat bersama Pak Irfan.

"Oh.. saya apa aja masuk kok, Pak."

Sudah gue duga, emang Kala tuh apa aja dimakan. Kek rumput kalo bisa dimasak pasti dia makan tuh. Tapi gue heran sih, setiap gue liat di meja dia pasti ada cemilan. Makan dia juga banyak, nyemil juga sering tapi masih proporsional aja tuh. Ups sorry bukannya gue mesum atau apa sampe liatin badan dia, tapi emang kenyataan semua orang kantor tau kalo badan Kala tuh bagus.

"Nasi goreng pinggir jalan aja ya. Saya lagi pengen nasi goreng."

Gue meminggirkan mobil setelah melihat tenda nasi goreng di pinggir jalan. Gue menyuruh Kala untuk memesan untuk gue dan dia malam ini.

"Pak nasi goreng ayam dua. Sedeng satu pedes satu. Yang sedeng ngga pake timun ya. Sama es teh manis dua. Makasih," pesan Kala yang diiyakan oleh bapaknya.

Gue memilih duduk lesehan di pinggir jalan. Bapaknya menyediakan tikar untuk pelanggan yang mau lesehan sambil melihat jalanan yang dilalui motor atau mobil yang tidak terlalu ramai ini.

"Kal, barang-barang sudah kamu bereskan kan? Besok pagi kita pulang."

"Sudah kok pak. Tinggal beresin baju bapak aja yang dipakai sekarang."

Suara ponsel Kala berbunyi. Gue melirik sebentar. Ada tulisan Hanan, tak lama kemudian Kala mengangkat panggilan tersebut.

"Halo mas..."

"Hahaha iya mas, besok saya sudah pulang kok. Oh oke deh"

Kala meletakkan ponselnya di meja. Duh jiwa-jiwa kepo gue muncul nih. Pengen ngejulid tapi kok gue cowo, ngga ngejulid kok gue kepo. Tapi ah bodo amat deh, rasa kepo gue lebih gede.

"Hanan?"

"Iya"

"Tumbenan akrab banget sama dia,"

"Kan saya akrab sama semua orang pak."

Anjir bener juga, Kala emang akrab ke semua orang. Bahkan sama kucing aja dia akrab.

"Ini mas mbak"

2 piring nasi goreng dan 2 gelas es teh manis sudah tersaji di meja. Tampilannya tampak menggoda, tapi kenapa gue lebih tegiur sama punya Kala ya? Punya dia tuh pedes dan favorite gue banget. Tapi bisa bisa mama ngamuk ke gue kalo gue masuk rs lagi.

Gue dan Kala menikmati nasi goreng dalam diam. Tidak ada obrolan selama kami makan. Terlihat sekali kalau kita berdua sangat kelaparan karena daritadi sibuk meeting dengan beberapa orang yang ada di pabrik dan melihat bagaimana ibu-ibu membatik secara manual sampai kami lupa kalau belum makan siang.

Setelah membayar kita pun melanjutkan perjalanan untuk kembali ke villa. Tapi sialnya ketika kami di jalan yang sepi, mobil gue tiba-tiba mogok.

"Sial. Kenapa lagi ini mobil?"

Gue mencoba menghidupkan nya lagi namun gagal. Kala sudah terlihat mengantuk karena gue lihat dia dari tadi menahan untuk tidak menguap di depan gue.

"Coba cek mesinnya aja deh pak."

Kami berdua turun untuk mengecek mesin mobil. Yang ngga gue sangka-sangka, ada belalang ya nempel di tangan kanan gue. Sontak gue mengibaskan tangan gue agar belalang itu pergi.

"AAKHH BAPAAKKKK"

"KENAPA KAL?"

"Kena mata saya pak."

"Hah? Maaf maaf saya ngga sengaja."

Gue mengecek mata Kala dengan jarak yang lumayan dekat. Bukan mau mesum nih gue. Salahin aja nih lampu jalan yang ngga terlalu terang ini.

PRRIIITTTTTTT

Haduh

Apalagi ini

Gue melihat beberapa warga yang berselempang sarung dan bertopi kupluk mendekati gue.

"Maaf mas, sekarang sudah jam 10. Mas dan mbak sudah berbuat yang tidak-tidak di jalan yang sepi ini."

"Kalo mau cium cium mah di kamar aja atuh. Jangan di jalan,," ucap bapak berkupluk hitam.

"Hah? Cium? Siapa yg ciuman pak?" tanya Kala dengan polosnya.

Gue juga bingung deh, siapa si yang ciuman? Orang gue cuma ngecek mata Kala doang.

"Bapak sama ibu ini suami istri?"

"Bukan," jawab kami berdua.

"Mari ikut kami pak, bu. Ke rumah pak RT. Sesuai peraturan baru kami, jika ada pasangan yang bukan suami istri berduaan di atas jam 9 malam akan dinikahkan saat itu juga."

WHAT???!!!

"Eeehhhh pak. Bapak-bapak sekalian. Jangan salah paham, kami berdua sedang ada kunjungan di sini. Kebetulan mobil kami mogok. Dan soal ciuman itu juga salah. Kami bukan ciuman, saya cuma meriksa mata sekretaris saya aja."

"Halah bohong. Coba bapak cek mobilnya. Saya ingin tau apakah benar mobilnya mogok," desak bapak berbaju merah bertuliskan 'jiwa muda selamanya'.

Oke, gue buktikan. Gue berjalan menuju mobil gue dan mencoba menghidupkannya. Gue yakin banget kalau ini mobil tadi tuh mati.

Tapi.....

Sialnya mobil ini tiba-tiba hidup.

"Nah.... ayo pak bu ikut kami," ajak bapak berbaju hijau.

Apakah gue beneran bakal dinikahin sama Kala malem ini?