Chereads / HE ISN'T MYBROTHER / Chapter 26 - Kedatangan Nino

Chapter 26 - Kedatangan Nino

Regan sedari tadi hanya tertawa terbahak saat sarannya akhirnya dipakai oleh Delon.

Saran yang tidak pernah dipikirkan oleh seorang Delon. Namun apa boleh buat. Jika tanda cinta yang telah dibuat Rachel tadi tidak ditutupi, maka kekasihnya-lah yang akan malu.

Sebenarnya Delon tidak perlu menutupi semua tanda di lehernya yang seperti disengat lebah itu. Tapi, apa boleh buat. Sore ini Delon harus mengisi kelas Rachel.

"Hahaha... Lon-lon, Rachel memang susah ditebak! Gue pikir dia cuma menang di fisik aja. Ehh... ternyata, manteb juga di ranjang," kata Regan yang tak habis-habisnya tertawa setelah terkejut dengan pengakuan Delon tentang hubungannya dengan Rachel.

Delon masih diam sembari mengoleskan foundation di setiap tanda merah di lehernya.

Delon mengatakan hubungannya dengan Rachel kepada sahabatnya agar di suatu hari jika dirinya kehilangan kontrol atas cemburunya. Regan tidak terkejut, jika tiba-tiba Delon menyerang Rachel di depan Regan.

Lumayan juga saran Regan, gumam Delon dalam hati.

Delon menatap dirinya yang berada dalam pantulan cermin besar di kamar mandi apartemennya. Tanda merah bak sengatan lebah itu mulai memudarkan warnanya, searah dengan warna kulit Delon.

"Lo kalau nggak bisa diem, gue beneran potong gaji lo untuk 3 bulan ke depan!" tandas Delon tanpa menatap Regan yang sudah menurunkan alisnya.

"Eh, kok gitu! Lo nggak seru, ah, Lon," protes Regan yang masih berdiri tidak sejajar, karena tubuhnya menyadar ke dinding.

"Bagaimana Jenny?" Delon belum sempat menanyakan keadaan putri paman angkatnya sewaktu itu ia tinggal karena Rachel hampir berbuat kekacauan di sana.

"She's freak!" Satu kalimat itu cukup menjawab pertanyaan Delon.

"Gue udah punya bukti peretas sistem perusahaan om Jeno. Benar-benar udah gue sangka sejak dulu," sambung Regan serius. Nampak urat-urat ketegangan di wajah tampannya.

"Hem. Serahkan ke gue setelah ini. Om Tio harus tau seperti apa kuatnya, putrinya yang terlihat lemah itu," sahut Delon yang sudah nampak rapi dengan setelan kemeja barunya.

Regan hanya mengangguk paham. Lalu mengekori Delon untuk meninggalkan ruangan itu.

"Gue ikut nunggu di kampus apa ke kantor lagi?" tanya Regan pada Delon yang sudah akan beranjak mendekati mobil mewahnya.

Delon mengambil kaca mata hitamnya dari balik sakunya, lalu memakainya dengan tampan. Sekarang ketampanan Delon sudah bertumpuk berkali-kali lipat.

"Lo, ke kantor aja. Setelah ini Jenny akan mengurus skripsinya. Lo nggak boleh dekat dengan dia. Jenny bisa curiga nanti," jelas Delon yang sudah duduk di bangku belakang.

"Okay, laksanakan." Regan-pun akhirnya mengantarkan Delon dulu, baru dia menuju ke kantor.

Sebagai seorang asisten pribadi Delon, ia harus benar-benar memiliki mental kuat dan kesehatan super yang luar biasa.

Bagaimana tidak. Regan harus mengurus dua perusahaan Delon dan ditambah lagi perusahaan Jeno yang perlahan dihancurkan oleh keponakannya sendiri.

Jam tidur Regan juga terbatas. Bahkan untuk mengurus dirinya saja, Regan tak punya waktu.

Untung gaji besar yang Delon berikan padanya selalu mengalir setiap bulan. Membuat hidupnya tidak sia-sia menemani Delon selama ini.

"Nanti supir kantor akan mengantarkan mobil, Boss," ucap Regan kepada Delon. Sekarang mobil mereka sudah berada di depan gerbang kampus.

"Hem." Delon hanya membalas dengan berdehem saja. Dan jawaban seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari di telinga Regan.

Delon-pun turun langsung turun dari mobilnya.

"Yoo, kerja lagi black boy!" seru Regan bersemangat, memanggil mobil mewah hitam Delon sebagai 'black boy.'

Delon menyusuri lorong kampus dengan gayanya super tampan. Delon tidak membuat-buat untuk gayanya. Ini memang gaya Delon yang selalu membuat jantung para kaum hawa ingin meloncat keluar.

Suara bisikkan kanan-kiri juga dapat didengar Delon. Tapi, ini bukan hal pertama untuk seorang Delon.

Di mana pun Delon berada. Pemujanya pasti juga berada di sana. Sayangnya, hati Delon telah terikat oleh seorang gadis berdarah campuran Indonesia-Belanda. Delon sudah tidak bisa berbalik dan mengubah hati dan cintanya.

"Pak Delon tampan banget!"

"Pak Delon seperti seorang model yang berjalan di atas red karpet. Ya Tuhan... Tampan sekali!"

"Pak Delon kenapa tidak bisa tersenyum ya? Padahal kalau tersenyum, dia pasti lebih tampan."

"Re, lihat tuh... itu Pak Delon! Body-nya perfect banget!" kata Sarah teman segeng Rere yang memang sedang berada di area lorong kampus.

Rere mengikuti arah tunjuk Sarah dan kerumunan di belakang Delon. Lebih tepatnya kerumunan oleh para fans Delon.

"Tampan banget. Cocok 'kan sama gue? Gue harus bisa deket sama Pak Delon!" balas Rere yang langsung berlari seraya mejalankan rencananya.

Sarah hanya bergidik ngeri melihat Rere yang sudah menjauh darinya. Rere selalu saja berbuat sesuai keinginannya.

Brak

Delon sedikit terkejut saat mendengar suara buku berjatuhan di bawahnya.

Kaca mata hitam Delon, sengaja ia lepas. Delon melihat salah satu mahasiswi di kampus ini mengernyit kesakitan tersungkur. Tanpa mengetahui jika Rere sebenarnya adalah salah satu mahasiswinya juga.

"Maaf. Ini bukumu, lain kali hati-hati," kata Delon yang sudah membereskan beberapa buku Rere dan memberikan kepada pemiliknya.

Rere mengulas senyumnya seraya mengambil alih bukunya. "Terima kasih, Pak Delon." Delon hanya mengangguk tanpa membalas.

Tapi, saat Delon ingin melangkahkan kakinya. Rere tiba-tiba bersuara merintih kesakitan. Rere beradegan kakinya sedang terkilir. Dan semoga rencananya kali ini bisa membuat Delon menjadi miliknya.

"Awwh...," rintih Rere saat dia berpura-pura ingin berdiri tetapi tubuhnya tak tampu.

Delon yang mendengarnya langsung memutar kepalanya. Dan mendudukkan kembali tubuhnya.

"Ada apa?" tanya Delon datar.

"Pak Delon bisa tolong antarkan saya ke UKS. Sepertinya kaki saya terkilir, sakit sekali," ucap Rere bohong.

Dari arah kejauhan sudah ada sepasang mata yang masih senantiasa melihat kelanjutan dari adegan romantis dari Delon dan Rere.

Bukan hanya mata tajam dari seseorang melihat Delon dari arah kejauhan. Tapi, seluruh mata para mahasiswi terpaku pada Delon dan Rere. Sangat-sangat membuat mereka iri dengan keberuntungan Rere.

"Hm. Saya bantu." Delon langsung membawa tubuh Rere dengan memapahnya. Tapi, saat Rere hendak melangkahkan kakinya, Rere dengan mudahnya melemaskan tubuhnya.

"Agh... maaf, Pak. Saya tidak sengaja." Tubuh Rere terjatuh pada pelukan Delon.

Delon hanya bergeming. Lalu, dengan terpaksa mengangkat tubuh Rere dalam gendongan ala bridal.

"Ampuh bener dah, pelet si lampir. Bisa-bisanya pak Delon lengket kayak gitu," ucap Sellyn sembari menggeleng-gelengkan kepalanya menatap punggung kekar Delon yang mulai menjauh.

Vero kali ini mengangguk setuju dengan ucapan si lemot di sampingnya. "Main ilmu item. Pantes kelakuannya nggak jauh beda sama lampir," sahut Vero.

"Lah, kan emang lampir!" sambung Sellyn dengan cepat ke arah Vero. Vero hanya membalas dengan senyum lebarnya.

Sedangkan Rachel hanya diam saja dan masih sibuk menatap kepergian kekasihnya dengan kesal.

Sellyn menyikut Vero yang berada di sampingnya, seraya mengkode dengan mengangkat satu alisnya ke arah Rachel.

"Lo kenapa diem aja, Chel? Perasaan tadi lo yang paling berisik?" tanya Vero yang masih tidak tahu arah kekesalan Rachel.

"Gue mau absen. Gue pusing," jawab Rachel tiba-tiba di luar dugaan Sellyn dan Vero.

"Tapi, ini kelas pak Delon, lo yakin mau absen?" tanya Vero lagi ingin meyakinkan kembali keputusan Rachel.

Rachel mengangguk pelan.

Dari arah belakang Rachel, ternyata sudah ada seseorang yang menatap punggung Rachel dengan ulasan senyum sumringahnya.

"Chel! Lo tega mau nggak masuk, kalau gue di sini?" teriak seseorang dari arah belakang Rachel.

Rachel memutar tubuhnya, begitu pula dengan Sellyn dan Vero. Lalu membulatkan matanya. Menatap tak percaya siapa yang berada di depan matanya sekarang.

"Nino? Lo udah di Indonesia?"