Chereads / NANGGALA / Chapter 2 - Sena

Chapter 2 - Sena

Jalesveva Jayamahe!

(Di laut, kita jaya!)

***

Roni tersenyum melihat Jala-nya sudah terlelap dalam tidurnya. Ya ... sebagai salah seorang anggota prajurit angkatan laut, Roni tentu tidak asing dengan laut, malah ketika latihan dulu, hidupnya habis bergelut dengan laut di setiap harinya. Kini ia punya dua laut, Rini dan samudera luas yang sesungguhnya.

Waktunya bersama Jala-nya di sini sudah habis, subuh nanti dia sudah harus berangkat ke pangkalan untuk besok lagi bersama-sama prajurit yang lain melakukan penyelaman guna latihan peluncuran torpedo kapal selam seperti yang sudah di jadwalkan.

Jika hari ini ia bersama Jala Rini, besok ia harus bersama Jala selat Bali, menyelam di kedalamannya dan melatih skill berperang di sana. Skil menyerang tanpa terlihat, menyerang dalam diam, menyerang dibawah kedalaman. Itulah misi para prajurit TNI Angkatan Laut. Berbeda dengan dua saudaranya di angkatan darat dan udara yang lebih banyak menyerang secara terang-terangan.

Roni menghela nafas panjang, ia tidak bisa tidur, ia ingin memuaskan dirinya dengan terus menatap wajah yang begitu damai dalam tidurnya itu. Sebagai seorang prajurit, konsekuensi yang harus Roni dapatkan adalah sedikitnya waktu untuk bisa bersama-sama dengan Jala-nya yang satu ini, Jala yang dalam artian adalah isteri, bukan laut yang sebenarnya.

Ia baru saja pulang setelah hampir empat bulan tugas di luar daerah, meninggalkan sang isteri yang tengah mengandung anak buah cinta mereka sendirian di rumah demi tugas para negara. Dan besok subuh ia sudah harus pergi lagi. Hanya sebentar kok, itu kalau sesuai dengan rencana, kalau kemudian ada seruan tugas yang lain, tentu Roni tidak bisa mengelak bukan?

"Maafkan Abang Sayang, kamu lebih banyak sendirian daripada di temani suamimu ini. Ini sudah jadi sumpah dan tekad Abang masuk dalam jajaran prajurit TNI, kau tahu kan Sayang?" Roni tersenyum kecut, dielusnya lembut kepala sang isteri.

"Hidup dan nafas Abang, Abang serahkan untuk berbakti pada negara ini, guna menjaga kedaulatan negara ini, itu sudah mutlak Sayang." diremasnya lembut tangan Rini, diciumnya penuh kasih.

"Bukan karena aku tidak cinta kepadamu, tidak! Konsepnya tidak seperti itu, Sayang." Roni tersenyum getir.

"Aku mencintaimu, sangat amat mencintaimu. Namun cinta Abang dan seluruh prajurit TNI dari semua angkatan, tentu lebih besar pada bangsa dan negara ini. Kamu tidak cemburu kan Sayang?" tak terasa air mata Roni menitik. Ya ... mereka yang sudah bertekad masuk kesatuan, baik darat, laut atau udara, tentu sudah paham konsekuensi dan seperti apa tugas dan tanggungjawab mereka ketika baret dan seragam loteng itu sudah mereka dapatkan.

Darah dan jiwa mereka untuk negara, itu mutlak. Bahkan mati demi membela bangsa dan negara itu menjadi kebanggaan bagi para abdi negara. Karena nyawa dan mereka sudah mereka berikan seluruhnya untuk kedaulatan bangsa tercinta, Indonesia. Begitu pula Roni, ia tidak pernah takut mati demi membela negara ini. Sama sekali tidak takut.

Roni menyusut air matanya, hanya satu harapan Roni, jika kemudian ia harus gugur dalam tugasnya, sang isteri dan anak bisa mengikhlaskan Roni dengan lapang dada, bangga akan pengabdian yang dilakukan Roni untuk negaranya. Harapannya juga semoga sang isteri kuat menjalani kehidupan seorang diri bersama anak mereka.

"Aku besok berangkat ya Sayang, tolong selalu ingat dulu apa yang pernah aku katakan. Bahwa jika aku sedang berada di bawah laut, maka anggaplah aku sudah pergi, aku sudah mati dan tidak akan pernah kembali." Roni kembali mengelus lembut pipi itu.

"Aku tidak mau kamu berharap terlalu tinggi, karena di dalam laut, tidak pernah ada yang tahu apa yang kemudian akan terjadi."

"Kami selalu berusaha untuk baik-baik saja, namun belum tentu kami akan selalu baik-baik saja bukan? Jadi tolong jangan pernah putuskan doa mu untukku," Roni tersenyum getir, kenapa malam ini rasanya begitu lain? Dikecupnya lembut dahi sang isteri, ia menoleh menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Sebentar lagi sahur bukan? Roni bangkit, melangkah ke kamar mandi guna mengambil wudhu.

Ia perlu bercengkrama sejenak dengan Tuhan dan Al-Qur'an, menenangkan diri yang entah mengapa rasanya begitu risau dan tidak tenang. Bukankah penyembuh risau hati paling mujarab adalah bersimpuh dan melantunkan ayat suci Al-Qur'an?

Roni melangkah keluar, meninggalkan sang isteri yang tengah terlelap itu sendirian. Jika sedang berada di tengah laut, Roni dan teman-temannya satu angkatan biasanya dilakukan sholat di atas kapal kebanggaan mereka. Berada di kedalaman laut, keluar masuk laut dan melihat betapa luas dan dalam serta luar biasanya Tuhan menciptakannya, membuat Roni selalu mengingat Tuhan dimana pun dan kapan pun dia berada.

Ia begitu kecil jika dibandingkan dengan lautan yang begitu luas dan dalam, lantas apa yang mau dia banggakan sampai kemudian melupakan Tuhan yang sudah menciptakan laut, dunia dan seluruh antariksa?

"Bismillahirrahmanirrahim, nawaitu whudu-a lirof'il hadatsii ashghori fardhon lillaahi ta'ala."

Satu persatu Roni membasuh tangan dan bagian tubuhnya sesuai dengan rukun wudhu dan urutannya secara tertib. Setelah selesai, Roni menunjukkan kepalanya membaca doa selepas wudhu. Lalu dengan langkah mantab ia kembali masuk ke dalam kamar, memakai sarung dan baju kokonya meraih sajadah dan membentangkan sajadah itu tepat di sisi ranjang dimana Rini terlelap.

Roni tersenyum melirik sang istri yang begitu pulas itu, lalu dengan mantab ia mengangkat ke dua tangannya.

"Allahu Akbar ...."

***

Rini mengerjapkan matanya ketika sayup-sayup ia mendengar suara sang suami melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, Rini tersenyum ketika mendapati sang suami tengah duduk lengkap dengan sarung dan baju kokonya. Roni duduk bersila, dengan Al-Qur'an di tangannya. Melantunkan ayat itu dengan begitu merdu.

Lantunan itu membuat hati Rini begitu tenang, begitu damai dan cintanya pada sang suami semakin besar. Apa lagi yang kurang dari sosok itu? Seorang prajurit gagah yang begitu rajin sholat dan begitu bagus bacaan Al-Qur'an nya. Bangga? Tentu Rini sangat bangga!

"Shadaqallahul Adzim ...."

Roni menutup Al-Qur'an, lantas menoleh dan tersenyum melihat sang isteri sudah duduk memperhatikan dirinya dari ranjang.

"Sayang, kamu bangun?" Roni bangkit, meletakkan Al-Qur'an miliknya di nakas, meraih sajadah dan melipatnya.

"Iya, denger suara Sayang pas ngaji tadi, bagus banget." Rini langsung menjatuhkan dirinya dalam pelukan suaminya, cintanya begitu luar biasanya untuk laki-laki yang telah menanamkan benih di dalam rahimnya ini.

"Alhamdulillah, mau temenin Abang sahur?" tanya Roni sambil mendekap tubuh sang isteri.

"Boleh, aku harap ramadhan tahun depan aku sudah bisa ikut puasa lagi, dan kita bisa sahur, berbuka bersama-sama."

"Amin, semoga kita masih dipertemukan dengan ramadhan tahun depan ya, Sayang."

Rini mengangguk dan tersenyum. Semoga mereka juga masih dipertemukan dengan Ramadhan selanjutnya, seterusnya. Dan semoga ia masih bisa menjalani bulan suci ramadhan bersama sang suami. Karena jika sudah dalam tugasnya, jangankan puasa bersama, lebaran bersama pun kadang tidak bisa mereka rayakan bersama.

Jalasenastri, jadi isteri abdi negara itu tidak mudah! Tidak semua wanita mampu dan kuat menjalani berat nya menjadi isteri para prajurit. Hanya mereka, wanita berhati dan bermental baja yang kuat menjalaninya. Oleh karena itu para Persit, Jalasenastri dan PIA, mereka sejatinya adalah wanita-wanita tangguh dan hebat dibalik gagahnya para prajurit pembela bangsa. Bukankah di balik kesuksesan para laki-laki, ada andil wanita hebat di belakang mereka?