Luksemburg, 3.00 AM.
"Surii… Surii! Tunggu Suriii!!!"
Jeritan Christian memenuhi seluruh kamarnya yang gelap gulita, dengan keadaan tubuh basah kuyup karena keringat Christian duduk dengan terengah-engah menatap dinding kamarnya.
Sudah lebih dari seribu malam Christian lalui dengan mimpi buruk yang terus berulang. Dalam mimpi itu Suri terlihat cantik dan periang seperti biasa hingga akhirnya Suri terjatuh di sebuah lubang yang ternyata adalah pasir hisap, tidak ada satupun makhluk yang berhasil keluar dari pasir hisap itu termasuk Suri yang langsung lenyap tepat di depan mata Christian.
Meski sudah menjalani berbagai sesi terapi, namun mimpi mengerikan itu selalu muncul dalam setiap tidur Christian dan karena alasan itulah sikap hangat Christian menghilang. Berganti dengan sosok Christian yang selalu dingin kepada siapapun pada mantan kekasihnya, Sasha. Satu-satunya sentuhan fisik mereka hanyalah ketika sedang berada di ranjang, selebihnya tidak ada. Keduanya seperti hidup dalam dunianya masing-masing ketika sedang makan bersama, tidak ada percakapan hangat nan romantis selayaknya pasangan lain.
Satu-satunya alasan Dasha tetap bertahan di sisi Christian adalah karena dia tidak mau kehilangan kemenangan dan segala privilege yang didapatkannya sebagai wanita Christian Clarke, tidak ada sosok pria muda lain yang bisa dibandingkan dengan Christian saat ini. Karena itulah Dasha tetap bertahan dalam hubungan hambarnya dengan Christian hingga akhirnya Christian memutuskan hubungan yang sudah berlangsung cukup lama itu.
"Sampai kapan kau akan menyiksaku seperti ini, Suri? Kenapa kau selalu muncul dalam mimpiku? Sebesar itukah kebencianmu padaku? Pada kakakmu ini? Pulanglah Suri, kakak merindukanmu. Begitu juga Mommy dan Daddy."
Karena merasa tidak nyaman dengan tubuhnya yang lengket karena keringat, Christian perlahan bangkit dari ranjang besarnya dan berjalan menuju kamar mandi tanpa menyalakan lampu kamarnya yang masih gelap gulita. Satu-satunya penerangan di kamar itu adalah semburat cahaya yang menyelip masuk dari bawah pintu kamarnya.
Mandi disaat semua orang tertidur lelap adalah kebiasaan baru Christian selama tiga tahun terakhir ini, biasanya Christian akan bekerja setelah mandi hingga waktunya ke kantor tiba. Pola hidup Christian benar-benar hancur.
"A-anda sedang apa, Tuan?" Kainer yang terbangun karena ingin mengambil minum di pantry terkejut saat melihat Christian berdiri di jendela besar yang berada di ujung lorong.
"Menatap bulan," jawab Christian singkat.
"Tapi hari sudah…."
"Aku baru bangun, Kainer."
Kainer terdiam, perlahan dia berjalan mendekati Christian yang masih belum merubah posisinya.
"Mimpi buruk itu lagi, Tuan?"
Christian tersenyum. "Kau benar-benar sangat pengertian, Kainer."
"Apa perlu saya jadwalkan anda lagi untuk pergi menemui…."
"Tidak usah, aku tidak memerlukan para terapis itu. Percuma, toh mimpi itu kembali datang lagi dan lagi," ucap Christian serak.
Hening.
Kainer tidak bisa berbicara, dia bingung harus bicara apa. Kainer yang tahu betapa berat perjuangan Christian untuk lepas dari rasa bersalahnya akan menghilangnya Suri selalu takut berbicara jika Christian dalam situasi seperti ini.
"Asher menghubungi…"
"Asher?"
Christian mengangguk. "Dia mengingatkan aku untuk pulang ke rumah untuk ikut merayakan ulang tahun pernikahan Mommy dan Daddy, aku tidak mungkin bisa pulang. Rasanya tidak kuat jika aku harus kembali ke rumah itu, rumah yang penuh kenangan tentang Suri. Aku bisa gila jika berada dirumah itu dan Asher sepertinya tahu akan hal ini, karenanya si brengsek itu terus mengundangku setiap tahunnya untuk datang. Asher benar-benar ingin merebut posisiku sebagai anak pertama Jackson Clarke," ucap Christian dengan suara bergetar, kemarahannya pada Asher perlahan-lahan membuat Christian membenci adik angkatnya itu.
"Saya rasa sudah waktunya anda merekrut seorang sekretaris, Tuan."
Dengan gerakan cepat Christian memalingkan wajahnya ke arah Kainer.
"Sekretaris?"
Kainer mengangguk pelan. "Iya Tuan, jika anda punya sekretaris pribadi maka anda bisa memintanya menghadiri acara semacam ini tanpa melibatkan anda. Karena jujur saya tidak akan mungkin mau meninggalkan anda, saya lebih memilih terus bekerja sampai pagi disisi anda."
Christian terdiam, otak cerdasnya mencerna kalimat yang baru saja Kainer ucapkan.
"Baiklah, kalau begitu carikan sekretaris untukku. Tapi…."
"Tapi apa, Tuan?"
"Pastikan calon sekretarisku bukan tipe wanita perayu menjijikan yang hanya mengandalkan wajah dan tubuhnya untuk mendapatkan perhatianku, aku mau kau mencarikan seorang sekretaris yang tidak akan tergoda akan ketampananku dan yang pasti seorang wanita yang tidak mudah menangis. Aku tidak mau punya sekretaris yang cengeng, karena hanya Suri yang aku perbolehkan menangis dalam pelukanku."
Kainer kembali mengangguk, berusaha untuk bersikap tenang atas syarat-syarat yang diberikan Christian yang agak sedikit sulit untuk dilakukan itu. Tidak lama kemudian Kainer pun segera meninggalkan Christian yang masih ingin menatap bulan seorang diri.
"Suri Mireya… adikku sayang, aku tahu saat ini kau pasti menderita berada diluar sana seorang diri. Bersabarlah sedikit lagi Suri… kakak akan mencari dan menemukanmu.. bertahanlah Suri, kakak akan menjemputmu."
Bersambung.