AUTHOR POV
Untuk pertama kali dalam hidup nya, Anthony memohon kepada Tuhan agar memberikan keajaiban sekiranya Mita, istrinya bisa lolos dari cengkraman lelaki gila yang mengaku bernama Russel anaknya.
"Ya Tuhan tunjukkan lah kuasa Mu pada ku, selamatkan lah istriku. Jika kau beri aku keajaiban, aku janji akan memeluk agama Islam dan menjadi hamba Mu yang taat " ucap Anthony dalam hati.
Yaa Anthony sekarang benar-benar mengharap keajaiban Tuhan yang bahkan tidak pernah ia percaya sebelum nya.
Maklum saja karena Anthony adalah seorang Atheis. Dia sama sekali tidak mengenal Tuhan yang dia tahu hanya bekerja dan bekerja demi membangun kejayaan di dunia.
" Kemana pergi nya penyusup itu? "
Reinhard Russel Black menggeram marah karena tidak menemukan apapun di balik pilar besar pada sudut gelap itu.
Anthony masih mencoba memahami kata yang di ucapkan Reinhard.
"Dia tidak menemukan Mita? Apakah ini sungguh keajaiban? " pikir Anthony dalam hati.
"Aku tau jika seseorang telah berhasil masuk ke sini dan menemui ayah. Tapi di mana orang itu? Kenapa bisa menghilang secepat ini? " tanya Reinhard penuh selidik pada Anthony.
Yaa Tuhan telah memberi satu keajaiban nyata pikir Anthony.
"Baik lah. Aku tidak akan memaksa ayah untuk bicara. Tapi akan ku pastikan jika berhasil menemukan penyusup itu, aku akan ... musnah kan "
Mendengar ucapan Reinhard yang terdengar sangat serius, sontak menimbulkan kekhawatiran bagi lelaki tua itu.
Dia kembali teringat dengan Mita, wanita yang baru beberapa hari yang lalu menyandang status sebagai istri nya. Wanita itu benar-benar nekad mengikuti nya sampai sejauh ini.
***************
Sepeninggalnya Reinhard dari ruangan itu, Anthony yang di tinggal sendirian di ruangan itu merasa sedikit lega.
Penglihatannya tadi sempat melihat pisau lipat yang di jatuhkan Mita di dekat bangku dekat kaki nya terikat tali tambang.
Dengan cepat meski keterbatasan dalam bergerak, Anthony berhasil menyembunyi kan benda itu di bawah bangku nya dengan harapan tidak sampai ketahuan pihak penjahat di depan nya.
Lelaki tua itu merasa jika ikatan pada tangan nya telah sedikit longgar berkat Mita yang sempat mencoba memotong ikatan tersebut dengan pisau yang menurut Mita sudah tumpul.
Anthony masih mencoba menggerakkan kedua tangan nya meski agak sulit. Dia masih mencoba melepaskan belitan tali di tangan nya.
" Ahh berhasil juga.. "
Anthony sempat meregangkan otot-otot nya yang terasa kaku karena terikat. Kemudian dia mulai merunduk dan melihat ke bawah bangku meski tidak lah mudah karena bahan peledak yang masih terpasang aktif di tubuhnya seolah membatasi pergerakan nya. Penglihatan nya menangkap kilauan pisau lipat yang mungkin saja bisa membantu. Yaa rencananya Anthony akan menggunakan pisau itu untuk memotong alat peledak di tubuhnya.
Di raihnya pisau lipat itu. Yang pertama Anthony lakukan adalah mencoba memotong tali pengikat pada kaki-kaki nya.
"Sial.. Pisau ini memang sudah tumpul.. " gerutu Anthony.
Tapi mau bagaimana lagi hanya benda itu satu-satunya yang di dapatnya meski kegunaanya masih di ragukan.
"Ayolah... "
Pisau lipat yang tumpul itu memang tidak berhasil memotong tali di kedua kaki Anthony, tapi setidaknya belitannya agak mengendur .
Lelaki tua itu kembali membetulkan posisi duduk nya. Dia melihat alat peledak aktif di tubuhnya. Dia mulai berpikir untuk memotong kabel-kabel pada alat peledak aktif tersebut.
"Apakah peledak ini akan non aktif jika aku potong saja kabel nya? " tanya Anthony pada dirinnya sendiri.
" Tapi kabel yang mana?"
Terdapat kabel berwarna merah, hijau dan biru pada bahan peledak itu. Anthony yang sama sekali tidak tahu menahu tentang cara menjinakkan boom merasa seperti orang yang bodoh karena tidak bisa menolong dirinya sendiri. Bahkan sekarang Mita , wanita yang baru saja di nikahi nya itu berada dalam keadaan berbahaya hanya karena dirinya.
Anthony tak henti merutuki dirinya sendiri.
" Bagaimana jika aku potong saja semua kabel sialan ini ?"
Yaa Anthony mulai memantapkan keyakinan nya jika yang akan dia lakukan sudah tepat.
Anthony mulai mengarahkan pisau lipat itu dan akan memotong kabel-kabel pada bahan peledak.
Tiba-tiba derap langkah berat di sertai decitan pintu kayu ruangan nya di sekap terbuka.
Reflek Anthony memandang ke arah pintu yang sudah Terbuka. Seorang lelaki dengan perawakan gagah masuk ke dalam ruangan itu.
Dengan cepat Anthony menyembunyikan pisau lipat itu di balik baju nya di belakang punggung. Kedua tangan nya segera di simpannya ke belakang tubuhnya seolah masih terikat tali.
" Jangan khawatir Tuan Xander. Aku memang bagian dari para penjahat itu. Tapi aku berbeda dari mereka" ucap lelaki seumuran dengan Reinhard .
Lelaki itu berjalan mendekat ke arah Anthony yang menatapnya penuh selidik.
"Aku Morgan. Aku sudah berteman dengan Russel sejak usia kami 11 tahun. Aku sangat mengenalnya dan jujur saja aku sama sekali tidak menyukai ide gila nya untuk melakukan hal seperti ini kepada anda"
Lelaki tua itu terus meneliti ke arah lelaki di depannya. Dia memang terlihat berbeda dengan pembawaan tenang dan berwibawa. Berbanding terbalik dengan para mapia lain yang terlihat sangar.
"Aku tau kau berkata jujur anak muda " ucap Anthony.
"Ya tentu saja tuan"
Anthony mencoba mencari tau tentang Russel dari lelaki yang bernama Morgan di hadapannya.
"Bisakah kau menceritakan tentang Russel ??"
Morgan tersenyum simpul.
"Baiklah jika anda ingin tahu tentang Russel dan apa saja yang sudah di lalui nya selama ini" kata Morgan .
*******************
Anthony masih saja termenung setelah kemarin mendengar semua cerita dari Morgan. Tentang Reinhard Russel Black yang secara langsung membawa ingatan Anthony ke masa lalu.
Ada lagi seorang wanita baik hati yang telah dia sia-sia kan. Shailane Black. Mantan isteri nya .
Rasa sesal yang teramat sangat kembali memenuhi perasaan lelaki tua itu.
"Semua ini salah ku" sesal Anthony dalam hati.
Yaa Anthony merasa dia lah orang yang harus di salahkan atas semua yang terjadi.
"Begitu banyak korban yang tersakiti karena perbuatan ku di masalalu"
Anthony tau jika kata maaf saja tidak akan pernah bisa memperbaiki masalalu.
Terlalu banyak hati yang tersakiti karena tindakan egoisnya. Tidak lah mustahil jika karena hal itu suatu dendam akhirnya terlahir dan mencoba mengusik ketenangan di masa kini.
Yaa dendam.
Satu kata itu lah membentuk kepribadian keras pada diri Russel hingga dia tumbuh menjadi seseorang yang sangat ambisius dan dingin. Dia kejam dan seperti tidak punya hati.
***************
Lamunan Anthony terhenti saat suara gaduh di luar sana terdengar di telinga nya. Lelaki tua itu ingin sekali bangkit dari kursi kayunya tapi tidak bisa karena kedua kaki nya masih saja terikat.
Akhirnya Anthony hanya bisa diam dan mencoba menerka-nerka kemungkinan yang sedang terjadi di balik pintu kayu yang terkunci itu.
Entah berapa lama kericuhan di luar sana terjadi. Yang jelas dari pendengaran tua itu terdengar suara yang sangat familiar.
"Mita. Isteri ku.. " pekik Anthony yang menjadi semakin khawatir.
Dalam hati lelaki tua itu berharap jika pendengaran nya salah. Tapi entah mengapa perasaan nya tidak lah bisa tenang.
"Apakah Mita sudah berhasil membawa bantuan ?"
Dan masih banyak lagi pertanyaan yang memenuhi pikiran Anthony.
****************
Beberapa saat setelah suara gaduh di luar sana lenyap, pintu kayu itu terbuka dan terlihat lah Morgan dengan membawa nampan lengkap dengan makanan dan minuman.
" Tuan.. saya datang membawa makanan untuk anda.. " ucap Morgan mendekat.
Dia meletakkan nampan tersebut di atas meja kayu dekat jendela.
"Apakah terjadi sesuatu? " tanya Anthony yang seperti nya tidak tertarik dengan makanan nya.
Morgan hanya tersenyum tipis.
"Makan lah dulu tuan. Setelah itu anda boleh tau semua nya "
Dan Anthony tidak lagi bisa membantah.
Bagaimana pun perut nya memang sangat lapar. Dia juga merasa haus.
Morgan membantu melepaskan ikatan tali yang menjerat kedua kaki Anthony tanpa memperdulikan ekspresi heran yang di tampakkan wajah lelaki tua itu.
"Kau melepaskan ku.. " ucap Anthony tak percaya jika dia telah terlepas dari belitan tali tambang.
Bukan hanya itu, Morgan juga menonaktifkan alat peledak yang terpasang di tubuh lelaki tua itu kemudian melepaskan nya dari tubuh Anthony.
"Bagaimana anda bisa makan dengan nyaman jika terikat layaknya sandera" ucap Morgan pelan.
"Lagi pula seharusnya dari kemarin saya melepaskan nya saat mengetahui jerat pada kedua tangan anda telah terlepas"
Anthony sempat terkekeh sebelum mencoba menegakkan tubuh nya.
"Silakan di nikmati makanan anda Tuan.
*****************
Sementara itu di sebuah ruangan bergaya klasik yang merupakan kamar utama pada bangunan itu telah berlangsung suatu operasi dadakan dengan menghadirkan tim dokter terbaik dengan peralatan terbaik.
Yaa Reinhard Russel Black lagi-lagi menggunakan kekuasaan nya untuk menyelamatkan nyawa Jake yang merupakan adik nya. Adik satu ayah namun beda ibu.
Tim dokter bekerja dengan sangat keras meski mereka sedang di awasi oleh para mafia bersenjata.
Keselamatan. Satu kata itu mutlak harus di wujudkan para tim medis tersebut. Karena orang yang memaksa mereka bekerja kali ini tidak lah menyukai kegagalan.
"Dasar bodoh..!! " kalimat makian yang kesekian kalinya terlontar dari mulut lelaki berkulit putih pucat itu.
"Ma.maafkan sa.saya tu.tuan.." ucap Zero menyesal.
"Aku tidak menyuruh mu untuk menghajar nya sampai hampir mati huh.." ucap Reinhard geram.
"Karena harus aku yang membunuhnya. Tapi bukan sekarang waktunya dia mati. Dia harus rasakan penderitaan yang lebih dahsyat .." ucap Reinhard lagi.
"Cukup Russel.. " suara yang terdengar lembut namun tegas itu datang dan mendekat ke arah Reinhard Russel Black.
Reinhard yang hampir saja menginjak tubuh Zero yang sudah tertelentang itu menghentikan aksi nya.
"Pergi.. " kata Reinhard pelan setengah berbisik pada Zero.
Lelaki besar itu langsung mengerti dan segera meninggalkan tuan nya.
Reinhard hanya melirik sekilas ke arah sosok yang menghentikan perlakuan nya pada Zero sebelum dia mengalihkan perhatiannya.
"Aku tak menyangka kau akan melakukan tindakan sejauh ini. Kau tau aku sangat kecewa karena kau tidak juga mendengar perkataan ku " ucap seseorang yang berjalan anggun mendekati Reinhard.
"Untuk apa ibu ke sini " ucap Reinhard pelan.
"Menghentikan mu " ucap wanita yang telah melahirkan Reinhard itu.
Reinhard memandang sendu ke arah wanita yang sangat di hormati nya itu.
"Bagaimana jika aku tidak ingin berhenti"
"Kau harus berhenti Russel. Hentikan semua kekonyolan ini. Dan lupakan tentang dendam ..."
"Tidak ibu.." ucap Reinhard cepat memotong perkataan Shailane.
"Russel.. " tegur wanita itu.
"Tidak semudah itu. Maaf jika aku mengecewakan ibu. Mungkin dendam akan luntur dengan kata maaf. Tapi tidak dengan masa lalu. Karena ada banyak kesedihan di masa itu. Dan aku hanya ingin mengubah masa sekarang dengan sedikit bumbu penderitaan. Hal itu ku rasa perlu dan cukup adil bukan"
Wanita yang masih cantik di usia nya yang tak lagi bisa di katakan muda itu terperangah mendengar perkataan anak lelaki nya itu.
"Bagaimana mungkin Russel kesayangan ku menjadi seperti ini??? " sesal Wanita tua itu dalam hati.
******************
"Terjadi sedikit masalah" ucap Morgan sontak membuat lelaki tua di hadapan nya menegang seketika.
"Jangan khwatir Tuan. Semua nya telah berhasil di atasi" ucap Morgan dengan mencoba untuk sesantai mungkin.
Dia tidak mengatakan jika Jake yang merupakan salah satu anak kesayangan Anthony itu tengah berjuang melawan maut.
"Kau yakin anak muda? " tanya Anthony yang masih tak yakin dengan pernyataan Morgan.
Morgan kembali tersenyum simpul.
"Anda dan semua orang pasti heran karena seseorang yang berhasil menemui anda tempo hari hilang tanpa jejak di balik pilar besar itu bukan ?" ucap Morgan mencoba mengalihkan pertanyaan Anthony.
Bagaimanapun Morgan tak ingin membebani pikiran ayah kandung sahabat nya itu jika tau kondisi Jake tidak lah bisa di katakan baik.
"Ya. Aku rasa Tuhan telah memberi satu keajaiban nyata" kata Anthony yang kembali teringat sumpahnya.
"Yaa Tuhan.. Aku akan menjadi hamba mu yang taat. I'm promise" Ucap Anthony dalam hati.
Lelaki tua itu bangkit dari kursi kayu dan mengikuti langkah Morgan yang berjalan ke arah pilar besar. Di sana ada suatu sudut sempit dalam gelap.
"Mesti nya ada di sini " ujar Morgan yang sudah menyorotkan cahaya dari senter yang di bawanya.
Hanya ada tembok di hadapan mereka.
Tidak ada tuas atau semacam nya yang bisa bergerak dan memindahkan sesuatu di balik dinding.
"Hei apa yang kau lakukan? " tanya Anthony saat melihat Morgan mulai berjongkok meneliti lantai ubin yang di soroti cahaya senter.
Morgan masih saja fokus menatap ke arah ubin. Kemudian dia kembali berdiri dan menyerahkan senter itu kepada Anthony.
"Tolong tuan arahkan cahaya senter itu ke ubin yang akan saya kerjakan" ucap Morgan.
" Sebenarnya apa yang akan kau lakukan? Bagaimana nanti jika ada yang masuk dan melihat kita di sini. Aku tak ingin kau di sakiti"
Morgan menggeleng.
"Tenang saja. Di luar di dekat tangga hanya ada satu penjaga. Dia tidak akan masuk ke sini " ucap Morgan santai.
Lelaki itu mulai berjongkok lagi dan menemukan sisi ubin yang tidak menyatu dengan yang lain. Dia segera mengangkat ubin tersebut dan terlihatlah suatu tuas di sana.
"Kita menemukan nya Tuan.. " ucap Morgan sumringah.
Anthony yang mulai memahami maksud dari lelaki muda di dekatnya ini merasa takjub.
"Seseorang itu telah berhasil Menemukan tuas di balik tembok dan menggunakan nya untuk membalik dinding tembok ini. Jadi tuas itu harusnya ada di balik tembok " ucap Morgan menjelaskan.
"Yaa. Sekarang semua nya bisa ku mengerti" ucap Anthony yang sudah mendekati Morgan.
"Ready..? " tanya Morgan tak sabar untuk menarik tuas yang baru saja di temukan nya di bawah ubin.
"Go.. " ucap kedua nya.
Dan benar saja. Dalam sekejap mata posisi mereka telah berbalik. Kini mereka ada di balik dinding yang tadi mereka pandangi.
"Seperti nya ini hanya terowongan sempit yang pengap " ujar Morgan.
Anthony yang memegang senter itu terus menyapukan cahaya tersebut untuk mengenali keadaan di sekitarnya yang sempit dan memanjang dalam kegelapan.
" Mita. Apakah kau benar pernah berada di tempat ini? " gumam Anthony dalam hati.
Dengan mengandalkan cahaya yang minim tersebut mereka mulai menyusuri lorong sempit yang gelap itu hingga cahaya dari senter tersebut mengantarkan mereka pada suatu pintu kayu yang sedikit terbuka.
Morgan menghentikan langkah nya di ikuti Anthony di belakang nya.
"Tolong berikan senter nya kepada saya " pinta Morgan dengan tidak mengurangi sikap sopannya.
Anthony sangat terkesan dengan sikap Morgan yang tidak terlihat seperti bagian dari para mafia yang menculik nya.
"Tentu.. " ujar Anthony menyerahkan
satu-satunya alat penerangan yang membantu mereka berjalan sejauh ini menelusuri lorong sempit.
Dengan pelan Morgan membuka pintu itu dan dia mulai meneliti.
Lagi. Cahaya senter benar-benar membantu saat itu.
"Tuan.. Ada ratusan anak tangga yang akan mengantar kita "
"Benar kah ?" tanya Anthony.
"Ya Tuan. Kita harus menuruni nya untuk sampai ke lantai dasar" ujar Morgan yang mulai menjejakkan kaki nya pada anak tangga.
Dengan pelan Anthony mengikuti saja langkah menurun nya Morgan.
"Kau seperti sangat mengenal bangunan tua ini" ucap Anthony.
"Tidak juga Tuan.. "
"Jika tidak. Mana mungkin kau bisa tau jika di balik pilar besar itu ada sudut sempit yang di lengkapi tuas yang mampu membuat seseorang berpindah tempat dalam sekejap"
Mendengar ucapan yang terlontar dari Ayah sahabat nya itu membuat Morgan sempat terkekeh.
"Saya hanya pernah mendengar perkataan Tuan Sergio tentang bangunan Kastil tua ini. Saya tidak percaya jika ada suatu dinding yang bisa bergerak memindahkan seseorang dalam hitungan detik"
Lelaki seumuran Russel itu kembali melanjutkan kata-katanya setelah bernapas sebentar meski udara sangat minim sekarang.
" Rasa penasaran saya terpecahkan saat seseorang yang menemui anda tiba-tiba lenyap di balik dinding tadi"
Setelah penjelasan dari Morgan tak ada lagi perbincangan di antara keduanya hingga anak tangga terakhir mengantarkan mereka pada suatu pintu lagi.
Dengan terengah Morgan membuka pelan pintu tersebut . Mereka memasuki Suatu Ruangan dengan pencahayaan minim. Ada banyak barang tak terpakai di sana tertutupi kain putih berdebu.
Krekkkkk
Suatu pintu dari sudut lain terbuka membuat Anthony tersentak kaget. Meski pencahayaan di ruangan itu agak minim tapi Anthony seolah langsung bisa mengenali sosok yang baru saja datang.
Meski terselip sedikit keraguan di benak nya.
"Shailane Black.. Kau kah itu?? " Anthony bertanya dalam hati.
Berbeda dengan Anthony, sikap biasa di tunjukkan oleh Morgan yang tersenyum simpul demi menatap wanita anggun yang masih cantik di usia nya yang tak lagi muda.
"Hai Anthony.. Long time no see " ucap wanita berusia setengah abad lebih itu.
Anthony tak membalas sapaan dari wanita yang pernah memberi nya satu orang anak lelaki itu.
"Maaf membuat nyonya menunggu terlalu lama " ucap Morgan.
"No problem Morgan. Kau sudah melakukan nya dengan sangat baik" ucap Shailane lembut.
Sejenak pandangan Anthony dengan mantan isteri nya itu saling bertemu.
Deg
Debaran itu Masih sama dan detakan nya semakin berpacu jika Shailane berada di dekat Anthony. Seperti dulu.
Sejenak kecanggungan meliputi dua insan yang pernah menyandang status suami isteri tersebut.
Hal itu tak luput dari perhatian Morgan.
"Eehemmmm.. " lelaki yang lebih muda dari kedua mantan pasangam itu mendehem dan membuat kedua nya salah tingkah.
"Maafkan saya Tuan.. Nyonya.. Mari ikuti saya " ucap Morgan yang berjalan mendului keduanya keluar dari ruangan penuh debu itu.
***********
Morgan meninggalkan kedua mantan suami isteri itu di suatu ruangan tak jauh dari gudang penyimpanan.
Minuman kaleng di tangan Anthony sudah hampir habis tapi tidak ada percakapan berarti yang terjadi antara kedua nya.
"Maafkan aku tidak bisa mendidik Russel dengan baik" akhirnya Shailene angkat bicara demi membunuh kecanggungan yang masih kentara di antara mereka.
"Bukan salah mu jika Russel membenci ku. Semua ini buah dari kesalahan ku " ucap Anthony penuh sesal
Dan detik berikutnya terjadi lah percakapan ringan di antara kedua nya. Sesekali mereka tertawa sambil mengenang masalalu.
********************
Reinhard Russel Black masuk ke suatu kamar yang di jadikan sebagai tempat perawatan bagi Jake. Seorang dokter dan perawat yang juga berada di ruangan tersebut nampak terkejut melihat kedatangan lelaki berpakaian serba hitam itu.
Tanpa menghiraukan tatapan tertekan dari petugas medis yang di paksa untuk melakukan perintahnya itu, Reinhard Russel berjalan pelan dengan langkah berat menuju ranjang pesakitan di mana tubuh lemah Jake terbaring. Alat-alat penujang kehidupan masih saja terpasang pada tubuh Jake.
"Berapa lama dia akan menjadi mayat hidup seperti ini? " tanya Reinhard tanpa menoleh ke arah dokter yang menjaga Jake.
"Sa.saya belum bi.bisa memastikan nya Tuan " ucap Dokter itu ragu.
Seketika suasana semakin bertambah mencekam. Reinhard berbalik menatap sang dokter yang berusaha menutupi kegugupan nya.
Dia berjalan semakin mendekati sang dokter dan langsung mencengkram leher nya.
"Kau sudah menikmati banyak uang ku. Tapi kau tidak memberi ku sesuatu yang memuaskan"
"Ma.maafkan sa.saya" lirih sang Dokter.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Seseorang masuk dan membisikan sesuatu di telinga Reinhard.
"Kali ini kau aman dokter. Tapi jika besok kau masih mengecewakan ku, kau pantas di kirim ke neraka" ucapan lelaki itu terdengar mengerikan saat meninggalkan sang dokter yang masih di landa tekanan.
****************
Reinhard menggeram kesal saat mendapati sahabat nya itu baru saja keluar dari salah satu ruangan di bangunan Kastil tua itu.
Morgan di buat terkejut saat melihat Reinhard tiba-tiba saja mendekat ke arah nya dengan tatapan penuh amarah.
"Kau .." Hanya itu kata yang terlontar dari mulut salah satu anak biologis nya Anthony.
Detik berikutnya Morgan sudah tercekik di leher nya dan tubuhnya terhimpit pada tembok.
"Berani nya kau mengkhianati ku " geram Reinhard Russel .
"Maaf kan aku Russel .." ucap Morgan tanpa sesal.
"Kenapa kau melakukan sesuatu tanpa seijin ku . Kau mau mati hah !!" bentak Reinhard Russel yang semakin marah.
Morgan hanya diam tanpa memberi perlawanan pada sahabat nya yang tengah di landa amarah.
"Russel.. Lepaskan Morgan sekarang"
Suara lembut namun tegas itu membuat cengkraman pada leher Morgan mengendur.
Merasa lega Morgan segera menarik napas dalam . Bagaimanapun cengkaraman kuat di lehernya tadi hampir saja membuat nya mati kehabisan napas. Percaya lah jika Reinhard Russel Black benar-benar akan membunuhnya hanya dengan mencekik leher nya.
Akhirnya Reinhard melepas kan Morgan. Dia berbalik dan mendapati ayah dan ibu nya berdiri bersisian.
Seperti dulu.
Oh betapa Lelaki itu sangat merindukan pemandangan seperti itu. Sejenak pikiran nya terbang ke masa lalu. Masa-masa terindah bagi nya saat dia masih memiliki keluarga yang utuh . Dimana hanya ada kasih sayang dan cinta.
Tapi semua itu harus terenggut paksa dari kehidupan nya saat dia melihat ayah dan ibu nya sering bertengkar. Hingga Russel kecil di paksa harus mengerti jika perpisahan kedua orang tua nya tidak terelakan lagi. Dia kehilangan indah nya kebersamaan itu. Semua keindahan yang hanya menjadi puing kenangan yang menyakitkan.
"Ibu yang meminta Morgan melakukan semua ini " ucap Shailene mencoba menenangkan amarah anak lelaki nya itu.
Yaa Shailene yang meminta Morgan membebaskan Anthony dan mengatur pertemuan rahasia itu.
Wanita anggun itu tahu jika Morgan tak mungkin bisa menolak keinginannya. Karena Morgan sungguh sangat menyayangi Shailene seperti ibu kandung nya.
Begitu pun sebalik nya, Shailene sudah menganggap Morgan sebagai anak nya tanpa membeda-bedakan kasih sayang nya antara anak kandung dan anak angkat.
Shailene segera membantu Morgan yang tersungkur di lantai untuk berdiri.
"Ayo nak.. Bangkit lah. Saudara mu memang kejam sekali" sindir Shailene pelan namun masih bisa terdengar di telinga Reinhard.
**********************
Malam harinya
Lelaki itu kini tengah memandang pintu kamar di mana saudara lelaki nya tengah terbaring lemah dalam perjuangan nya meraih kehidupan kembali.
Dia masih setia menunggu di luar. Bukan karena dia tak berani masuk . Hanya saja dia sedang tak ingin bertatap muka secara langsung dengan Ayah nya dan ibu nya yang sedang menjenguk Jake yang masih tidak sadarkan diri.
Derap langkah halus dari ujung lorong itu menyita perhatiannya.
Sesosok wanita tengah berjalan ke arah nya.
Devani.
Ahh dengan melihat nya saja sudah cukup untuk menenangkan perasaan seorang Reinhard Russel Black.
"Rein.. Aku mencari mu ke mana-mana" ucap Devani yang sudah berada di dekat nya.
Tatapan dingin seakan menusuk langsung di terima Devani. Wanita itu langsung gugup saat lelaki itu langsung merengkuhnya dan mencumbu nya kasar.
Oh betapa Reinhard begitu merindukan wanita itu yang telah memberinya seorang anak perempuan cantik bernama Queen.
Napas kedua nya terengah-engah saat cumbuan panas itu terpaksa terhenti.
"Kenapa kau ada di sini " bisik Reinhard tanpa melepaskan kungkungan nya pada tubuh Devani.
"Di mana Queen. Kembalikan anak ku" ucap Devani menekan kan kata 'anak' seolah mengklaim jika balita itu hanya milik nya.
Mendengar itu entah mengapa Reinhard merasa kesal. Dia kembali mencumbu Devani dan meremas kasar buah dada wanita itu yang memang sedari tadi sangat menggoda iman lelaki itu.
"Ahhh.." Devani memekik keras karena perlakuan kasar lelaki yang sudah mengontrol hidup nya itu.
" Apa yang kau lakukan hah" ucap Devani kesal.
Reinhard menyeringai . Dia sudah terlihat amat mengerikan di mata Devani.
"Queen itu anak ku. Hanya aku yang boleh memiliki nya " ucap lelaki itu tegas.
"Aku ibu nya. Aku yang mengandung dan melahirkan dan akkmmmmmfffppttttt..."
Devani tak lagi bisa meneruskan kata-katanya saat Reinhard telah berhasil membungkam mulut nya dengan lumatan kasar dan mengambil alih pergerakan nya.
Tanpa melepaskan cumbuan kasar itu, lelaki yang tengah di kuasai hasrat menggebu itu langsung membawa Devani ke sebuah ruangan tak jauh dari kamar perawatan darurat Jake.
"Kau harus memuaskan ku Deva .." ucap Reinhard saat dia telah menghempaskan tubuh wanita itu pada ranjang besar di kamar bernuasa klasik itu .
"Brengsek.." maki Devani.
Detik berikutnya kedua insan itu telah larut dalam pusaran gairah yang meletup-letup. Gelombang kenikmatan surgawi itu datang bertubi-tubi seiring dengan desahan dan erangan panjang.
****************
Reinhard Russel Black tengah memandang Jake yang masih terbaring tanpa sadarkan diri. Rasa sesal dan dendam sama kuatnya menguasai dirinya. Dia menyesal karena terpaksa harus menyakiti Jake yang merupakan saudara lelaki satu-satunya yang dia miliki. Di sisi lain dendam dan amarah terlanjur menguasai jiwa nya yang menghitam.
"Tinggal sedikit lagi. Kau akan kehilangan sesuatu yang paling kau cintai. Dan aku akan sangat senang saat melihat mu bisa merasakan kesakitan mendalam di sisa hidup mu... Adik"
Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan saat dia berhasil mendapat cap jempol milik Jake di atas tanda tangan nya.
"Aku akan memisahkan mu dari istri kecil mu itu. Aku sudah memalsukan tanda tangan mu pada surat cerai kalian"
Dia sempat terkikik sebentar
"Tidak akan ada keraguan pada surat cerai ini. Karena ada tanda tangan dan cap jempol mu ... Adik"
Tawa lelaki itu menggema.
Dia memasukkan berkas perceraian itu pada suatu map dan menyerahkan nya pada seorang pesuruhnya.
"Lakukan dengan cepat" perintah nya tegas .
*******************
Ke esokan harinya.
"Aku tidak akan lagi melakukan hal gila seperti keinginan mu Rein" ucap Devani tegas.
"Tapi kau harus melakukan nya Deva. Jika tidak... Jangan harap kau bisa bertemu dengan Queen selamanya"
Lagi. Devani tidak bisa berkutik jika Reinhard sudah menyebut nama Queen untuk memanfaatkan nya.
"Kau tidak bisa selalu menggunakan Queen untuk menekan ku agar melakukan semua ide gila mu"
Reinhard menatap datar ke arah Devani. Hal itu selalu berhasil membuat Devani goyah pada keinginan nya.
"Kau harus melakukan Deva. Demi Queen. Demi anak kita" ucap Reinhard yang sudah memeluk Devani dari belakang dan mencumbu lehernya.
"Hentikan Rein. Apa kau tidak malu mencumbu ku seperti ini di hadapan Jake dan anak buah mu huh" keluh Devani yang hampir tersulut gairahnya.
"Adik ku masih menjadi mayat hidup . Lagi pula jika dia telah sadar dari koma dan melihat kemesraan kita dia tidak akan cemburu pada jalang seperti mu "
Jalang. Satu kata itu kembali menusuk hati Devani. Seperti biasa Reinhard selalu menyebut nya jalang yang bisa memuaskan gairah kelelakian nya.
Reinhard menghentikan cumbuannya pada Devani saat mendengar seorang pesuruh nya membisikkan sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Pergi lah. Lakukan tugas mu " ucap Reinhard menyuruh orang kepercayaan nya pergi dari ruangan tersebut.
Saat itu dokter dan perawat yang biasa berjaga dan memastikan kondisi Jake baik-baik saja sudah tidak lagi ada di ruangan tersebut. Setelah melepas peralatan medis pada tubuh Jake , dokter dan perawat itu kini di sembunyikan di sebuah kamar tak jauh dari kamar Jake saat ini.
"Rein ... Kenapa alat-alat itu di lepas dari tubuh Jake ?" tanya Devani.
"Kau tentu tau jika hidup Jake masih bergantung pada alat-alat itu" ucap Devani lagi.
Hal itu sungguh menyulut emosi Reinhard
"Kau masih memperdulikan lelaki itu ? Dia bahkan tidak pernah membalas perasaan mu "
Yaa itu memang benar. Devani tak menyangkal hal itu .
Prakkkkkk
Dalam sekali sentakan kuat lelaki itu berhasil merobek dress yang di kenakan Devani menyisakan bra dan G-string saja .
Mata wanita itu melotot marah akan tindakan kurang ajar yang di terima nya dari lelaki di depan nya ini.
Dengan cepat Reinhard menyerang Devani tanpa aba-aba hingga dia berhasil membuang bra yang membungkus dada besar Devani ke lantai.
Reinhard tersenyum senang sambil mempermainkan dua gunungam kembar nan menantang itu.
" Ini hanya milik ku" ucap nya lagi.
Devani sudah sangat kesal dan marah dengan sikap kasar Reinhard padanya.
"Sekarang lakukan tugas mu. Jika... Kau ingin menemui Queen" bisik nya lembut .
Devani sudah terisak dan terus menggelang kan kepalanya.
"Rein.. Aku tidak bisa. Tidak kah cukup semua hal jahat ini"
Sikap lunak reinhard mendadak hilang setelah mendengar penolakan Devani.
"Lakukan Deva. Jika kau tak ingin kehilangan Queen dan.. Philip"
Dua nama itu seakan mampu kembali mengontrol wanita itu.
"Sialan .. " maki Devani .
Aku berhasil. Sorak Reinhard senang dalam hati.
"Wanita pintar.." puji Reinhard yang sudah menghapus jejak air mata di wajah tirus Devani.
Dalam pengawasan tajam Reinhard , wanita itu ikut bergabung berbaring di ranjang yang sama dengan Jake. Dia meraih selimut untuk menutupi tubuh nya yang hampir telanjang jika saja tidak ada G-string yang membungkus daerah kewanitaan nya.
"Good girl... Tunggu sebentar lagi. Dia akan datang..." kata Reinhard terdengar mengerikan bagi Devani.
Bagaimana tidak lagi-lagi Reinhard menggunakan dirinya untuk menyakiti Jake dan Flora. Devani tau jika kehancuran Jake adalah obsesi terbesar Reinhard .
Dalam diam Devani kembali menangis dan merasa sangat menyesal.
"Maafkan aku Jake.. Flora.. Aku tak berdaya. Aku hanya ingin melindungi orang-orang yang ku cintai" lirih Devani dalam hati.
Tiba-tiba Devani merasa selimut yang menutupi tubuh nya dan Jake sedikit tersingkap sampai perut.
Mata wanita itu melotot saat melihat Reinhard tersenyum licik.
"Aku hanya membantu agar semua ini terlihat natural" ucap nya sambil terkekeh sebelum bersembunyi pada sudut gelap masih di ruangan kamar bernuasa klasik itu .
Menit berikutnya Devani yang terus merasa gelisah mendengar decitan pintu kamar terbuka.
Tanpa harus bangkit dan melihat, Devani tau jika istri dari Jake sudah berada di kamar itu dan tengah berjalan pelan ke arah ranjang di mana dirinya dan Jake seolah tengah tertidur pulas sehabis bercinta .
Dalam hati Devani tak henti-henti mengutuki kelemahan nya yang terpaksa menyakiti banyak hati .
Devani masih mencoba mengintip sampai dia tau jika tirai dari kelambu itu di singkap seseorang yang Devani yakini adalah Flora , istrinya Jake.
"Maafkan aku Flora" bisik Devani dalam hati.
Beberapa detik yang begitu amat sangat menyakitkan seolah menerjang Flora yang lebih dari kecewa menyaksikan pemandangan di depannya.
Suami yang di cintainya tengah terbaring di ranjang dengan wanita jalang yang hampir telanjang jika saja tidak ada selimut tebal yang menutupi tubuh bagian bawah.
Flora membekap mulutnya dengan kedua tangan nya menahan isak tangis.
Dia segera berbalik dari ranjang tersebut dan bergegas meninggalkan kamar tersebut dengan deraian air mata.
Sementara itu dari sudut gelap yang tak terlihat seseorang sedang tersenyum penuh kemenangan.
"Good Job Devani.." ucap nya saat mendapati wanita yang hampir telanjang itu sudah berdiri di depan nya.
Plakkkkkk
Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di wajah lelaki putih pucat itu.
"Kau manusia paling kejam dan hina yang pernah ada " maki Devani menumpahkan amarah nya.
Lelaki yang baru saja menerima tamparan dari amarah nya itu tidak marah dia hanya tersenyum.