Chereads / Patner For Love / Chapter 14 - 14. Pertemuan Awan Bersama Ibu Noey

Chapter 14 - 14. Pertemuan Awan Bersama Ibu Noey

Tok.. tok... tok...

Ketukan di kaca jendela mobilnya, seorang polisi yang tengah bertugas menghampirinya.

Polisi dengan rompi berwarna hijau berpadu dengan kuning, topi polisi, serta HT tengah di pegang olehnya. Tinggi 178 cm, tubuh kekar, dan tegap, wajah putih, hidung mancung, serta senyuman yang mempesona ketika tersenyum.

"Agashii, anda tidak apa-apa?" tanya polisi itu, ketika Awan membuka kaca mobilnya.

"Tidak apa-apa, aku hanya tertidur," kata Awan.

Dia memang tertidur, dengan memparkirkan mobilnya di taman, semalam dia berkutat dengan benda pipih sambil mencari bukti-bukti yang ada.

"Wajahmu pucat, apa kau sedang sakit? Aku bisa mengantarkanmu ke rumah sakit,"

"Tidak apa-apa,"

"Apa benar?"

"Ya," jawab Awan dengan datar. Polisi itu tersenyum tipis.

"Tolong tanda pengenal anda,"

Awan mengeluarkan tanda pengenalnya sambil menyerahkan pada petugas itu.

Untung saja, dia telah memiliki KTP berkewarganegaraan Korea Selatan.

"Terima kasih, Nona Awan. Jika anda merasa kurang sehat, segera ke dokter," kata petugas itu sambi menyerahkan kartu pengenal milik Awan, dan melakukan beberapa obrolan kecil, setelah itu pergi meninggalkan Awan.

Apa yang dia mimpikan tidak di ingatnya lagi, walaupun dia ingin mengingatnya.

Ting! Tong!

"Belilah beberapa bahan makanan, aku akan mengirimkan daftar belanjaan yang boleh kau beli,"

Awan menghembuskan nafasnya dengan kasar, dan mengirup udara dengan pelan.

Aroma salju tercium karena menguap, terkena cahaya matahari. Pohon-pohon masih di lapisi dengan salju, bahkan rumput liar pun tidak terlihat lagi.

Awan manatap suasana sekeliling taman, taman itu seperti dirinya, ada es yang membalutnya, dulu pernah hijau dan ceria. Tertawa pun tidak berani, ketika rasa bersalah menyelimutinya.

Tidak lega dan bebas perasaannya ketika hal itu tidak selesai, dan makin memperburuk keadaan psikisnya.

Di nyalakannya mesin mobil, menarik pedal, menancap gas, memutar setir, dan mulai membela jalan yang sebagian sisi kiri dan kanan masih di tutupi salju.

Sesuai dengan GPS yang di berikan padanya, Awan mengikuti letak tempat perbelanjaan. Sebuah gedung berlantai tiga, besar, serta terlihat papan dari tempat itu.

Awan dengan pelan memasuki parkiran bawah tanah, sangat hatii-hati. Dia tahu membawa mobil, namun tidak pandai.

Berbeda dengan Indonesia? Ya, tempat itu lebih luas, tidak ada tempat yang bercampur aduk, semua berisi dengan keperluan dapur, lengkap.

Awan menarik troli miliknya, sambil mengamati deretan rak-rak di penuhi dengan begitu banyak barang.

Entah sudah berapa kali dia berputar dari tempat satu ke tempat yang lain.

Di sisi lain supermarket, Noey tengah menjadi anak teladan, dengan menemani ibunya berbelanja. Sesekali dia masukkan peralatan bayi ke trolinya, begitu banyak sampai banyak yang memuji pria itu.

"Sudah tampan, tapi tidak malu dengan berbelanja keperluan bayi,"

Terdengar beberapa orang yang tengah berbisik-bisik.

Beberapa pelayan, melihat Awan sejak tadi hanya memutar-mutar, tidak ada satupun barang yang di masukannya ke dalam troli miliknya. Pikirannya entah tengah berada di mana.

"Aku masih memikirkanmu, bayanganmu masih terus mengikutiku. Aku berusaha untuk tidak membuat bayanganmu hadir dalam pikiranku, namun kau terus saja muncul ketika aku sendiri,"

Brugh!

Lamunan Awan buyar ketika trolinya menabrak sesuatu.

"Sial..." umpat seseorang.

"Maaf, aku tak melihatmu," kata Awan sambil melihat ke arah sambil melihat kearah troli yang di tabrak olehnya. Melihat siapa yang di tabraknya seketika membuat matanya membulat dan terkejut. Pria yang sangat menyebalkan menurun Awan.

"Apa kau tidak punya mata, menabrak orang seenaknya," Noey meninggikan suaranya, di penuhi dengan perasaan kesal bertemu dengan gadis yang ingin di hindarinya, tapi selalu bertemu.

"Seharusnya kau menghindar sejak awal," kata Awan dengan nada ketus.

"Kau ini…"

"Kenapa denganku?" Awan agak meninggikan suaranya.

"Apa kau mengikutiku sampai di sini? Apa kau sedang mencari perhatian padaku?" Tanya Noey dengan percaya diri. "Maaf, tapi aku..."

Awan hanya diam, melihat respon gadis itu tidak ada Noey memilih untuk tidak melanjutkan perkataannya.

Gadis di depannya itu, tidak memiliki ekspresi, sulit untuknya. Jika kebanyakan gadis lain, terlihat senyum, namun tidak dengan Awan di mata Noey.

Manik matanya memancarkan kesedihan, dan sesuatu yang tidak biasa.

"Jadi kau sudah menemukan keberadaan pelakunya?" Tanya Noey pada Awan dengan sedikit menyunggingkan senyum meremehkan.

Tidak ada jawaban beberapa saat.

"Mengapa aku harus mengatakannya padamu?"

"Atau jangan-jangan, kau tidak bisa memecahkan kasus ini. Katakan saja, jika kau mengaku kalah,"

"Aku tidak bisa mengatakan jika aku telah kalah darimu. Bahkan waktunya belum habis," kata Awan dengan tegas. "Bukankah yang seharusnya mengaku kalah, sejak awal adalah anda? Mengapa menangkap orang yang salah," Kata Awan setengah mengejek dengan nada memberikan tekanan pada beberapa kata-kata.

"Kau…"

"Kenapa lagi denganku? Apa yang aku katakan salah?" tanya Awan dengan kesal menggunakan nada tinggi. "Lagi pula benar apa yang aku katakan," kata Awan lagi setengah berbisik, agar tidak terdengar oleh Noey.

Hanya pria itu yang mampu membuatnya kesal, hanya dengan kata-kata yang keluar dari mulut pria itu.

Di tengah begitu sibuknya seorang ibu berbicara dan mengisi troli miliknya, seketika berhenti ketika menyadari jika anaknya tidak ada di sampingnya.

"Noey-aa," panggil seorang wanita. "Apa yang kau lakukan disitu? Tolong, bantu ibu, membawakan barang ini," kata wanita itu, ketika melihat putranya berada di jarak 30-40 meter dari tempatnya.

Perlahan-lahan, wanita itu mendekat ke arah putranya, yang tengah bersama dengan Awan.

Tatapan penasaran, dan keingintahuan tentang sosok gadis yang dekat dengan putranya itu.

"Siapa dia?" tanya Ibu Noey.

"Oh dia… em... Siapa ya... Aku tidak tahu namanya..." kata Noey sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Awan punya hanya terdiam, tidak memberikan jawaban, ataupun membantu Noey menjawab pertanyaan ibunya.

"Kau?"

"Awana …" ucap Awan memperkenalkan namanya, kemudian tersenyum.

"Mau ikut dengan kami ke rumah?" Tanya wanita itu. "Aku punya putri hampir seumuran denganmu," wanita itu berbicara tentang putrinya Auris pada Awan, namun Awan hanya diam, tidak menjawab pertanyaan.

Noey yang melihat hal itu, hanya bisa berdecak pinggang, tidak percaya dengan gadis yang begitu dingi, sedingin es yang di kutub Utara.

"Apa yang kau belanja?" Tanya ibu Noey.

"Ma, tidak perlu bertanya lagi,"

Awan menyodorkan Ponselnya, di sana terdapat bahan belanjaan yang harus di beli olehnya.

"Oh bahan-bahan ini, aku juga membelinya," kata ibu Noey sambil tersenyum.

"Sepertinga kau belum belanja satupun, mengapa tidak ikut kami saja, untuk makan malam?" tanya wanita itu, membuat Noey membulatkan matanya.

"Omoeni…." Pekik Noey, memanggil wanita itu dengan sebutan Omoeni, yang berarti ibu.

"Tidak perlu, ada seseorang yang menungguku," kata Awan, untuk pertama kali membuka suaranya.

"Ah. Sayang sekali," kata Ibu Noey. "Silahkan lanjutkan belanjamu," kata Ibu Noey sambil tersenyum.

Kedua orang itu meninggalkan Awan yang sibuk mengamati daftar belanjaannya. Dari kejauhan Noey melirik ke belakang, memperhatikan apa yang sedang di lakukan oleh Awan.

Bersambung...