"Bu, ini ada Mas Ardi dengan Indah," ucap Safira sedikit berteriak.
Sang Ibu yang berada di dapur tampak menyahuti, "Oooh iya iya, sebentar lagi Ibu selesai," ucapnya.
Safira tersenyum pada kedua orang di hadapannya yang kini sudah duduk di ruang tamu, "Mau minum apa ya, kalian berdua?" tanyanya.
Indah tampak terdiam sejenak dan seperti sedang berpikir keras. Begitu pun dengan Ardi, ia tampak sedang memilih minuman yang sedang ia inginkan. Tentunya bukan grave red atau wisky, ya.
"Soda, ada?" tanya Indah penuh harap.
"Sudah kutebak. Tentu saja ada, dong!" jawab Safira penuh semangat.
"Okey!" balas Indah.
"Kamu mau minum apa, Mas?" tanya Safira pada Ardi yang masih berpikir.
"Minum apa, ya? Memangnya di sini menyediakan minuman apa saja?" Ardi malah balik bertanya. Tingkahnya seperti sedang berkunjung ke caffe-caffe.
Safira menyunggingkan senyuman kecilnya, "Ada susu, teh, kopi, es jeruk, es mangga, soda. Tapi kalau buat Mas Ardi ... air mineral saja, ya!? Hahaha!" jawabnya mengandung kelakar. Ia tertawa dengan candaannya sendiri.
Indah yang mendengar candaan Safira tampak tertawa terbahak-bahak, "Hahahaha! Kasihan sekali. Eh tapi tidak apa-apa air mineral juga, itu lebih sehat ya 'kaaaaan!" ujarnya di sela-sela tawa ngakaknya.
"Hahaha! Lah iya. Gak salah dong gue nawarin air mineral," ucap Safira.
"Haha, ya enggak-enggak. Berarti loe kepengen Mas Ardi sehat, 'kaaaan?" kata Indah yang juga tampak tertawa.
Safira tersenyum kecil sembari menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak terasa gatal. Sementara Ardi tampak menatap penuh cinta pada mantan kekasihnya itu.
"Ah sudahlah, aku mau buatkan kopi untuk Mas Ardi, dan soda untukmu," ucap Safira sembari beranjak dari duduknya.
"Okeeeeey!" sorak Indah yang tampak ceria.
Safira pun melangkahkan kakinya ke dapur akan membuatkan kopi dan soda untuk Ardi dan Indah.
"Mau minum apa Indah sama Ardi?" tanya Bu Kartika sembari menaruh piring pada tempatnya.
"Mas Ardi seperti biasa, Bu. Indah juga seperti biasa," jawab Safira sembari menuangkan air pada panci kecil lalu menyalakan kompor dan meletakan panci tersebut di atasnya.
"Kopi sama fanta, ya? Selera mereka tidak pernah berubah," ucap Bu Kartika yang tampak sibuk dengan kerjaannya.
Safira mengangguk, "Ya, Bu. Selera Fira juga tidak pernah berubah. Tetap suka pada susu coklat, balasnya.
"Benar. Ya sudah, kalau gitu Ibu akan buatkan pisang goreng sama mendoan tempe," ucap Bu Kartika sembari membuka pintu kulkas.
"Ya, Bu." Safira pun tampak sibuk menuangkan kopi sachet ke dalam cangkir beling. Setelah itu ia menuangkan es batu kotak ke dalam gelas yang akan ia siram dengan soda kesukaan Indah.
Air di panci sudah mendidih dan matang, secepat kilat Indah mematikan kompor lalu dengan pelan dan hati-hati ia menuangkan air panas itu ke dalam cangkir berisi serbuk kopi.
"Hati-hati, Nak. Sepertinya kau sudah lama tidak membuat kopi," ucap Bu Kartika mengingatkan putrinya.
"Iya, Bu. Ini juga sedikit terasa kaku. Hehehe," jawab Safira sembari meletakkan panci di porselen.
"Jika kau sudah menikah nanti, setiap hari kau akan membuat kopi untuk suamimu, Fira." Bu Kartika berkata sembari tersenyum penuh harap.
Safira tersenyum getir dan ia merasa jika hal itu tidak akan pernah terjadi padanya. Ya, tentu saja karena ia sudah berkali-kali gagal menikah dengan pria yang ia cintai dan yang mencintainya.
"Fira tidak memimpikan hal itu lagi, Bu. Sepertinya memang Tuhan tidak akan mengizinkan Fira menjadi seorang istri," ucap Safira putus asa.
Bu Kartika tampak menatap sendu pada putrinya. Hatinya begitu terasa linu saat mendengar keputusasaan putrinya sendiri.
"Jangan bicara seperti itu, Nak. Jangan suudzon kepada Allah. Kemarin 'kan Ustadz Uwais sudah mengingatkan kita untuk tidak suudzon kepada siapa pun, apalagi kepada Allah yang telah menciptakan kita. Mungkin Allah hanya sedang menguji kesabaran dan kekuatanmu, Nak. Ibu yakin, setelah ini kau pasti akan mendapatkan jodoh sesuai dengan keinginan Allah. Sekarang, kau memang harus fokus pada dirimu terlebih dahulu. Setelah semuanya selesai dan terjawab, kau bisa mulai menata hatimu dan menunggu jodoh yang Allah berikan padamu," ucap Bu Kartika panjang lebar.
Safira mengangguk kecil tanda mengerti. Ya, memang semestinya saat ini ia jangan terlalu pusing soal jodoh. Toh, masa pengobatannya pun belum selesai. Ia belum tahu apa yang telah terjadi padanya selama ini. Juga belum tahu siapa yang telah tega melakukan hal itu padanya. Walaupun hal ini hanya prediksi orang-orang di sekitarnya, akan tetapi Safira juga sedikit meyakini bahwa ada yang tidak beres padanya.
"Baiklah, Bu. Fira mengerti. Terima kasih karena selalu mendukung dan menguatkan Fira," kata Safira sembari tersenyum manis.
Bu Kartika mengangguk lantas tersenyum hangat, "Sudah kewajiban Ibu," balasnya.
"Ya sudah, Fira temui Mas Ardi sama Indah dulu ya, Bu." Safira berkata sembari meraih dua minuman yang berbeda. Ia meletakkan dua gelas yang berbeda itu pada satu tempat.
"Ya. Nanti pisang gorengnya menyusul, ya!" ucap Bu Kartika.
"Okeeeeey!" jawab Safira yang tampak sudah berjalan hendak menemui Indah dengan Ardi.
"Widih, repot-repot sekali, Fir," seru Indah.
"Sudah dibuatkan, baru bilang begitu. Telat kau!" seloroh Safira sembari meletakkan soda di hadapan Indah.
"Hahaha! Tadi 'kan aku hanya menghargaimu saja, Fir. Kalau aku menolak, nanti kau marah ya 'kaaaaan!" jawab Indah sembari menolehkan wajahnya pada Ardi.
Ardi hanya tersenyum kecil dan mengamati wajah cantik mantan istrinya. Ya, sekarang Safira sudah kembali cantik. Mungkin efek guna-gunanya sudah hilang saat ini. Dan hal itu akan muncul lagi ketika Safira hendak menikah. Memang aneh dan mencurigakan! Siapa pun pasti akan berpikir jika semua yang terjadi pada Safira memang karena guna-guna. Wallahu a'lam!
Safira memutar bola matanya malas dan tersenyum kecut, "Ya sudah, silakan diminum," ucapnya mempersilakan.
"Terima kasih, Ra. Rupanya kau masih ingat apa yang selalu aku minta. Hehehe," kata Ardi diiringi cengengesnya.
"Ya ampun! Memangnya Fira sudah pikun atau mengalami amnesia, Mas!" protesnya tak terima.
Ardi terkekeh kecil, "Kukira begitu," kekehnya.
"Hum! Mas Ardi usil, ih!" desis Safira sembari mengerucutkan bibirnya bertingkah kesal.
"Kau baru tahu ya kalau mantan kekasihmu ini memang usil?" sindir Indah sembari menyambar segelas soda di hadapannya.
Safira mengangkat bahunya bersamaan dengan kedua alisnya, "Entahlah! Setahuku, dia lelaki yang pernah mencintaiku dan tiba-tiba meninggalkanku dengan alasan yang tidak masuk akal. Hahaha!" sindirnya disertai tawa renyahnya.
"Hahaha! Sindiran keras ni kayaknya," timpal Indah yang juga tampak tertawa.
Ardi tersenyum kecil dan memang begitu tersindir. Tentu saja ia sangat merasa dan menerima jika memang ia pernah meninggalkan Safira karena tiba-tiba wajah cantik Safira berubah menjadi sangat jelek dan menyeramkan.
BERSAMBUNG...