Chereads / Berjodoh Dengan Ustadz / Chapter 13 - INGIN KERJA SAMA

Chapter 13 - INGIN KERJA SAMA

Ardi melangkahkan kakinya menuju sebuah rumah yang sudah tak asing lagi baginya. Menjalin hubungan selama satu tahun dengan Safira, tentu saja Ardi sudah sangat sering berkunjung ke rumah sederhana itu.

"Huuuufff, aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Safira." bisik pria tampan berusia tiga puluh tahun itu.

Dengan penuh percaya diri Ardi tampak mengetuk pintu utama rumah mantan kekasihnya itu, tak membutuhkan waktu lama untuknya menunggu. Sang pemilik rumah nampak sesegera mungkin membukakan pintu untuknya.

Kartika terhenyak kaget saat mendapati mantan calon menantunya berdiri di depan pintu rumahnya. Tatapannya mendadak sinis dan enggan menyapa pemuda tampan itu.

"Selamat siang, Bu. Maaf mengganggu waktunya." Ardi menyapa dengan sangat halus dan lembut.

Kartika melipat kedua tangannya di dadanya, rasa kecewa yang terpendam di dalam hatinya seakan meluap saat itu juga. Mendadak Kartika berubah menjadi jutek dan garang pada pemuda mantan calon menantunya.

"Ada apa kau datang kemari? Kami sudah tak ada urusan apa-apa lagi denganmu!" sungut Kartika yang tampak sangar.

Ardi tampak terkejut dengan sikap mantan calon mertuanya itu, pasalnya yang ia tahu wanita paruh baya di hadapannya itu sangatlah bersikap lembut padanya. Namun kali ini benar-benar berbeda, sang mantan calon mertuanya tampak jutek dan dingin padanya.

"Kenapa Ibunya Safira mendadak sangar begini? Apakah dia juga merasa depresi melihat kekacauan putrinya?" Ardi bertanya-tanya dalam hatinya.

Kartika masih menatap tajam dan penuh kebencian pada pemuda tampan di hadapannya itu. Bukan karena tanpa sebab ia bersikap dingin seperti itu, kejadian buruk yang Safira alami beberapa minggu lalu membuatnya kecewa pada Ardi. Ya, karena Ardi telah meninggalkan putrinya tanpa sebab. Seperti yang sambas lakukan beberapa hari yang lalu.

Ardi kembali berpikir dengan keras, namun pada akhirnya dia telah menemukan jawaban yang tepat.

"Sepertinya dia marah dan kecewa padaku atas kejadian itu. Ya, aku telah menyakiti hati putri satu-satunya." gumam Ardi dalam hati.

"Jika tidak ada yang ingin kau sampaikan maka lebih baik kau angkat kaki dari sini!" tanpa Ardi duga, sang mantan calon mertuanya tampak mengusir secara kasar padanya.

Buru-buru Ardi mencari cara untuk membuat Kartika welcome padanya.

"Maaf, Bu. Saya ingin bertemu dengan kalian. Ada yang ingin saya sampaikan. Mengenai Safir.." Ardi belum selesai bicara, Kartika tiba-tiba menyelanya.

"Safira sedang tidak sehat! Ini semua akibat perbuatan kalian yang telah merenggut kebahagiaan putri kami! Sebaiknya sekarang juga kau angkat kaki dari rumah ini!" lagi-lagi Kartika mengusir Ardi dengan sangat kasar.

Ardi benar-benar meronta dan berusaha agar bisa masuk dan berbicara dengan keluarga itu.

"Tidak bu! Saya ingin bicara dengan kalian. Ini mengenai kasus yang sering terjadi pada Safira." Ardi terus meronta dan memekik, memohon pada wanita paruh baya di hadapannya agar mau mendengarkan apa yang akan ia sampaikan.

Kartika terdiam sejenak, mencerna setiap ucapan Ardi.

Hingga pada akhirnya..

"Baiklah, masuk!" ucap Kartika yang tampak luluh dengan rengekan Ardi.

Ardi tampak membuang nafasnya lega. Akhirnya ia bisa masuk dan berbicara dengan kedua orang tua Safira. Disamping itu juga Ardi sangat ingin melihat mantan kekasihnya. Sudah seminggu lebih ia tak berjumpa dengan wanita cantik penghuni hatinya.

"Apa yang ingin kamu sampaikan, Nak?" tanya Pak Usman yang masih bersikap wajar, seperti biasanya.

Ardi membuang nafasnya pelan.

"Mengenai Safira, sepertinya ada yang tidak beres terhadapanya." ucap Ardi yang tampak memasang wajah serius.

Pak Usman dan Kartika tampak saling beradu pandang. Saling memberi isyarat melalui matanya masing-masing.

"Kami pun berpikir demikian, Nak." timpal Pak Usman yang memiliki pemikiran sama dengan mantan calon menantunya.

"Nah, kalau begitu kita bisa mencari tahu bersama-sama apa yang sebenarnya terjadi pada Safira." seru Ardi.

"Benar, Nak. Ayah setuju, tapi apa yang akan kamu lakukan?" ucap Pak Usman.

"Begini, saat ini saya sudah menyuruh seseorang untuk menyelidiki perihal keputusan mantan calon suami Safira yang tiba-tiba membatalkan pernikahannya. Dan, saya ingin tahu apakah kasusnya sama seperti saya? Dan jika sama, saya benar-benar sangat curiga. Sepertinya ada yang sengaja membuatnya menderita." jelas Ardi panjang lebar.

Kartika dan Pak Usman tampak saling beradu pandang, mereka tampak terlihat setuju dengan tindakan Ardi. Namun sepertinya ada yang mengganjal di pikiran Kartika.

"Itu tindakan yang sangat tepat, Ardi." timpal Kartika mendukung tindakan mantan calon menantunya.

"Tapi ngomong-ngomong, apa yang sebenarnya menjadi penyebab utama kamu mengakhiri hubunganmu dengan putri kami? Kami sangat penasaran." desak Kartika yang tampak sedikit menekan ucapannya.

Ardi terdiam sejenak. Namun ia harus menjawab pertanyaan yang mungkin sudah lama membuat kedua orang tua Safira bertanya-tanya.

"Jujur saja, saat itu.." Ardi menahan ucapannya saat tiba-tiba..

"Praaaaaaaaang!" terdengar suara pecahan pada kaca. Suara itu berasal dari kamar Safira, tentu saja kedua orang tua Safira tampak syok dan tegang. Mereka panik, juga khawatir pada keadaan putrinya.

"Safira!" ucap Kartika tegang.

Pak Usman dan Ardi pun segera bangkit berdiri, kemudian mereka melangkahkan kaki menuju kamar Safira yang bagaikan neraka.

"Fira! Apa yang terjadi denganmu, Nak?" pekik Pak Usman yang tampak panik.

Kartika sudah sesenggukan sedari tadi. Khawatir pada keselamatan mental dan fisik putrinya.

"Safira, buka pintunya Nak. Jangan seperti ini, sadarlah Nak." Kartika meronta, memelas pada putrinya.

Pintu kamar masih terkunci rapat. Ardi yang sedari tadi diam tampak menyerukan suaranya.

"Sebaiknya kita dobrak saja pintu ini, Yah." usul Ardi yang tampak panik dan tegang.

Pak Usman mengangguk, lalu kedua pria itu tampak berusaha mendobrak pintu kamar yang tertutup rapat.

"Bruuaaaaaak!" pintu yang terkunci itu tampak berhasil dibuka secara paksa.

Safira tampak terperangah kaget, keadaannya benar-benar kacau. Rambut panjang yang hitam itu tampak berantakan dan urak-urakkan. Kedua mata tampak bengkak dan sisi-sisinya begitu terlihat bagaikan panda.

Wajahnya pucat dan seluruh tubuhnya gemetar, sudah beberapa hari ini Safira tidak pernah memberi makan pada cacing-cacing di perutnya.

"Safira!" bisik Ardi dengan wajah yang terlihat tegang dan panik.

Sesegera mungkin ketiga orang itu masuk ke dalam kamar Safira yang berantakan bagaikan kapal pecah.

Dalam keadaan panik Kartika masih menangis, menatap wajah Safira yang begitu terlihat memilukan. Hatinya sakit dan remuk redam melihat kondisi putri semata wayangnya yang begitu menderita. Hati ibu mana yang tidak sakit ketika melihat putrinya terpuruk seperti itu?

Dan Pak Usman sebagai seorang Ayah tampak teriris hatinya melihat penderitaan putri satu-satunya. Ia pun sama halnya dengan sang istri yang tak kuasa menahan kesedihan atas penderitaan Safira.

Sementara itu Safira tampak menatap tajam pada ketiga orang yang berada di dalam kamarnya. Wajah cantik itu tampak terlihat kusut dan kusam. Tak ada lagi senyuman manis pada wajahnya.

****