Chereads / Berjodoh Dengan Ustadz / Chapter 17 - MENYIAPKAN KEBERANIAN

Chapter 17 - MENYIAPKAN KEBERANIAN

"Bukan tidak boleh, Mas. Tapi, tumben saja, gitu." Safira menjawab sembari menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak terasa gatal.

Ardi tersenyum di seberang sana, "Jika kau tidak sedang sibuk, aku ingin bertemu denganmu. Bisa kah?" tanyanya.

Safira terlihat diam dan bingung. Ya, tentu saja ia bingung harus menjawab apa, sementara dirinya baru saja sehat dari kekacauan yang menimpanya.

"Fira. Tidak usah terlalu berpikir keras. Mas takut kau kenapa-napa. Jika kau tidak bisa bertemu, ya sudah tidak apa-apa. Mungkin besok atau lusa kau bisa menghubungi Mas," ucap Ardi dengan segenap pengertiannya.

Safira melipat bibirnya ke dalam. Nampak jelas raut wajah yang merasa tidak enak. Namun, ia tak bisa berbohong jika dirinya belum bisa bertemu walau dengan sosok pria yang pernah hadir dalam hidupnya. Sosok pria yang katanya akan membantunya menyelesaikan permasalahan yang selalu menerpanya.

"Maaf, Mas. Nanti akan Fira kabari lagi, ya," ucap Safira dengan nada yang tidak enak.

"Oke, Fir. Santai saja, ya. Oh ya, jangan lupa kabari aku soal pengobatanmu. Emh, maksudku ... menemui seorang Ustadz itu," balas Ardi.

Safira mengangguk mengiyakan, "Oke, Mas," jawabnya.

Setelah dirasa cukup, Safira pun mengakhiri teleponnya dengan mantan kekasihnya itu. Tak lama berselang, Bu Kartika mengetuk pintu kamar putrinya. Dan dengan cepat Safira membukanya.

"Ibu," gumam Safira saat ia mendapati sang ibu berdiri di hadapannya.

Bu Kartika tersenyum lalu melangkahkan kakinya masuk tanpa dipersilakan, "Bagaimana, Nak? Apakah kau sudah siap menemui Ustadz yang teman ayah rekomendasikan?" tanyanya dengan wajah serius.

Safira tampak sedikit terlonjak kaget mendengar pertanyaan Ibunya. Ia sampai bengong dan tidak segera menjawab. Sementara Bu Kartika kini tengah duduk di sisi ranjang putrinya.

"Bagaimana? Ayah meminta Ibu untuk menanyakan hal ini, sayang," ucap Bu Kartika dengan tatapan seriusnya.

Safira mematung di depan pintu sembari menggigit telunjuknya, "Emh, bagaimana, ya?Memangnya harus secepat ini, Bu?" tanyanya yang tampak ragu.

Bu Kartika mengangguk seraya tersenyum, "Ya, tentu saja harus secepat mungkin, Fir. Lebih cepat, lebih baik. Sebelum semuanya terlambat, sayang," jawabnya penuh desakan.

Safira tampak terdiam dan bingung harus berbuat apa. Sementara sang Ibu begitu mendesaknya.

"Ya sudah, bergegaslah siap-siap, ya. Jangan banyak berpikir. Ini semua demi kebaikan dirimu," ucap Bu Kartika menembak.

Safira terpaksa mengangguk. Sementara sang ibu sudah keluar dari kamarnya.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Sebentar, apakah hal ini memang perlu aku lakukan? Apakah tidak terlalu lebay dan berlebihan? Ah, entahlah!" cerocos Safira di dalam hati.

Setelah berpikir beberapa menit, akhirnya gadis cantik itu pun bergegas berganti pakaian dengan yang lebih sopan. Sesuai perintah ibu dan ayah, ia memakai baju lengan panjang serta celana kulot panjang plus khimar segiempat biasa.

Ya, tentunya ia harus berpenampilan muslimah karena yang akan mereka temui adalah seorang Ustadz yang bisa mengobati penyakit ghaib. Safira pun mengerti apa yang harus ia lakukan.

"Sudah, Nak?" tanya Ayah Usman pada putrinya yang baru saja menemui mereka di ruang tamu.

Safira mengangguk kecil, "Sudah, Yah. Tapi ... Mas Ardi sepertinya ingin ikut bersama kita, yah," jawabnya seraya merogoh gawainya di dalam tas kecil miliknya.

"Ya sudah, kau hubungi saja. Sepertinya dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada dirimu," ucap Ayah Usman.

Safira mengangguk sembari mulai mengetik pesan untuk mantan kekasihnya yaitu Ardi.

"Bagaimana kalau bukan sekedar penasaran, Yah?" celetuk Ibu Kartika yang berhasil membuat Safira mengerutkan dahi tak mengerti.

"Maksudnya, Bu?" tanya Ayah Usman yang juga tak mengerti.

Bu Kartika tersenyum kecil dan menggeleng tanpa menjawab pertanyaan suaminya. Sehingga hal itu membuat Safira yang juga menunggu jawaban Ibunya tampak semakin penasaran.

"Apa yang Ibu maksud, ya? Bukan sekedar penasaran. Lalu, apa?" gumam Safira dalam hati.

"Dasar, tidak jelas," desis Ayah Usman sebal.

Bu Kartika hanya terkekeh kecil melihat ekspresi kesal suaminya. Sementara Safira tampak mengerutkan dahi dan seperti sedang membaca pesan dengan serius.

"Bagaimana, Nak? Apakah Ardi jadi ikut dengan kita?" tanya Bu Kartika.

Safira menggeleng kecil seraya memasukkan gawainya kembali ke dalam tas selempangnya, "Tidak bisa, Bu. Mas Ardi sedang ada urusan mendadak. Tapi, katanya bisa menyusul jika sudah selesai urusannya," jawabnya.

"Oh, begitu. Ya sudah tidak apa-apa. Kalau begitu, sekarang kita berangkat saja," ucap Bu Kartika.

"Ya sudah. Jangan lupa untuk tetap menyerahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. Kita hanya melaksanakan sesuai perintahnya, yaitu ikhtiar dan berdoa," timpal Ayah Usman mengingatkan istri dan anaknya.

"Baik, Yah," jawab Safira dengan Ibunya secara bersamaan.

Mereka pun bergegas menaiki kendaraan sederhana milik Ayah Usman menuju rumah sang Ustadz yang berada di daerah Tangerang. Tentunya tidak jauh dari kota mereka tinggal sekarang. Paling lama menghabiskan waktu sekitar dua jam saja.

"Ya Allah, semoga apa yang aku lakukan saat ini tidak sesat dan tidak menyesatkan. Aku hanya ingin tahu, siapa yang tega melakukan ini padaku. Tapi, aku juga tidak tahu apakah hal ini terjadi karena ada orang yang tega dan iseng padaku atau karena memang sudah takdirku seperti ini? Aku juga tidak tahu. Maka dari itu, aku sangat meminta petunjuk dan jawaban darimu, Ya Allah!" rintih Safira di dalam hati.

Ya, siapa yang tidak ingin tahu soal ini? Bahkan, Ardi sekalipun sangat ingin tahu siapa orang yang tega melakukan ini pada mantan kekasihnya. Jika bukan karena motif iri, dendam atau tidak suka. Lantas, karena motif apa lagi? Hal ini sungguh jelas membuat mereka suudzon pada makhluk Tuhan yang entah siapa. Tetapi, dilihat dari ciri dan tanda-tandanya, memang benar yang dialami Safira selama ini. Tak lain dan tak bukan karena ada yang tega mengirimi sesuatu yang bersifat ghaib namun nyata terjadi.

Sesampainya di rumah Ustadz...

Safira terdiam di dalam mobil saat sang Ayah keluar sesaat menemui seorang pria yang sepertinya adalah santri Ustadz tersebut. Lamunannya melayang ke mana-mana, kini ia berpikir jika perbuatannya saat ini sangatlah lebay dan terlalu berlebihan.

"Haruskah? Apa yang akan Ustadz itu lakukan padaku? Benarkah dia bisa tahu apa yang aku alami selama ini?" gumam Safira dengan suara yang sangat pelan dan lirih.

"Apa, Nak? Kau bicara apa?" tanya sang Ibu yang ternyata dapat mendengar walau hanya sekedar bisik-bisik saja.

"Ah, tidak, Bu. Fira hanya sedang menyiapkan keberanian," jawab Safira beralibi.

Sebenarnya bukan sedang menyiapkan keberanian, tetapi ia sedang dilematis saat ini. Ya, ia bingung antara lanjut atau menghentikan langkah Ayahnya yang sudah bertekad bulat untuk menemui sang Ustadz.

BERSAMBUNG...